"Menanglah, Nak, Mama Mendukungmu." (Bag.2)
Selain rajin beribadah di wihara, Stella juga aktif mengikuti kegiatan di sana. Salah satu yang ia gemari adalah menjadi penabuh tambur barongsai yang ada di wiharanya.. |
| |
Dengan sabar aku menjelaskan, “Ini bukan kemauan saya, tetapi Stella memang senang mengikuti lomba dan selalu bertanya kapan ada lomba.” Meski terkadang suamiku masih suka menggerutu, sesungguhnya ia memahami bakat dan kebutuhan Stella. Ia pun merasa bangga bila Stella memperoleh kemenangan, oleh sebab itu ia tak pernah melarang Stella untuk berlomba. Menahan Pipis Aku melihatnya sebagai anak manis yang tenang. Tetapi saat menjelang akhir perlombaan, salah satu anak di belakangnya menangis karena krayonnya basah. Ibunya dengan wajah yang geram langsung menghampiriku, lalu berkata, “Encik itu anaknya ngompol kena anak saya!” “Maaf, saya tidak melihat,” jawabku kepadanya. Mengetahui hal ini aku segera menghampiri Stella dan bertanya, “Stella kamu ngompol?” Stella tidak membalas ucapanku, ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda kalau ia memang ngompol. “Ya sudah, yuk kita ganti,” bujukku.
Ket : - Dari hasil menjuarai lomba, Stella baru bisa mewujudkan keiinginannya untuk membeli krayon terbaik yang ia idam-idamkan. (kiri) “Nggak, nggak mau. Ini belum kelar,” katanya. Air mata pun mengalir dari kedua matanya. Sambil tersedu-sedu ia terus memberikan warna pada sketsa yang belum selesai. Aku pun tak bisa menyuruhnya dengan paksa. Akhirnya dengan sedikit malu aku meminta maaf kepada orangtua lain yang merasa terganggu. 15 menit kemudian lomba itu berakhir dan celana Stella juga sudah mengering. Setelah menunggu dengan penuh harap, akhirnya juri mengumumkan kalau Stella berhasil meraih juara I. Rasa senang dan malu bercampur aduk hari itu, sebab saat mengumumkan pemenang sang juri berkata, “Ini dia, pemenangnya adalah yang tadi ngompol.” Malu rasanya bila masalah ini diketahui banyak orang. Tapi tidak mengapa karena rasa malu itu sudah terbayar dengan kemenangannya. Pekerjaan pun menjadi bertambah karena aku harus membelikan celana baru untuk Stella. Aku tak ingin ia pulang dalam keadaan bau dan dipenuhi oleh ruam. Suamiku Jatuh Sakit
Ket : - Butuh konsentrasi dan mood yang baik untuk menggambar berbagai tema yang berbeda. Namun Stella dapat melakukannya dengan cepat. Dalam seminggu, ia bisa mengikuti lebih dari 5 perlombaan. (kiri) Namun manisnya kemenangan anakku tak selalu diikuti oleh manisnya kehidupan. Masih di tahun 2004, tiba-tiba suamiku terserang oleh penyakit yang telah lama dideritanya. Ia terlihat lemah bagai terserang stroke. Dulu sebelum menikah denganku, ia pernah mengalami kecelakaan hebat hingga menyebabkan gegar otak dan patah tulang di salah satu kakinya. Dokter yang memeriksa lantas mengatakan kepadaku kalau saraf Yung Kwe Kin mengalami gangguan yang mungkin disebabkan oleh kecelakaan tersebut. Dunia serasa berubah. Kini suamiku tak mampu lagi untuk bekerja dan memberikan nafkah bagi kehidupan keluarganya. Tinggallah aku sendiri yang bekerja sebagai penjual kue keliling. Bila dirasa-rasa, penghasilanku dari berjualan kue tak mungkin cukup untuk menutup biaya kehidupan dan sekolah Stella. Beruntung di saat-saat sulit seperti ini salah satu kakak suamiku bersedia mengobati adiknya yang lemah dan memberikan tunjangan kehidupan bagi kami. Demi meringankan beban kehidupanku, kakak iparku yang berbaik hati ini mengajak suamiku untuk tinggal bersamanya di Jakarta. Tinggallah aku berdua bersama Stella di rumah. Hari-hari aku lalui seperti biasa meski kini terasa kurang karena tidak adanya suamiku sekaligus ayah di tengah-tengah keluarga. Pada suatu hari dari ribuan hari yang sepi, salah satu tetanggaku datang ke rumah lalu bertanya, “Ncik, anak saya pingin pinter gambar biar jura kaya Stella. Mau ga kalau Stella mengajari anak saya menggambar?” “Saya coba tanya dulu ke anaknya ya, apa dia mau mengajar,” balasku. Setelah kutanyakan hal ini pada Stella ternyata ia bersedia untuk membagikan ilmunya kepada anak ibu itu. Saat itu Stella masih duduk di kelas 4 SD. Berawal dari mengajar dua orang murid, lama-kelamaan informasi ini tersebar dari mulut ke mulut. Dan sekarang murid yang dilatih oleh Stella sudah mencapai 20 anak. Tak disangka, pekerjaan yang dianggap ringan ini ternyata mampu memberikan penghasilan yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. kehidupan keluarga kami pun menjadi lebih baik. Meski demikian sikap Stella terhadapku dan suamiku, serta teman-temannya tidak pernah berubah dari sebelumnya. Ia tetap menjadi anak yang baik hati, manis, dan penurut. Ia juga menyarankan kepadaku agar aku berhenti bekerja sebagai penjual kue karena ia telah mampu menutupi semua kebutuhan keluarga dari hasilnya mengajar. Aku pun mengabulkan permintaanya. Hari demi hari kami lalui bersama-sama. Di mana Stella mengajar aku selalu menemaninya. Sejak saat itu aku dan Stella bagaikan dua bagian yang tak terpisahkan. Aku sangat menyayanginya melebihi dari apa pun. Ini bukan karena ia selalu memenangkan lomba atau memberikan penghasilan. Tetapi lebih dari itu ia adalah seorang anak yang patuh, penuh kasih, dan taat beribadah. Stella juga bukan tipe anak yang suka membelanjakan uangnya dengan sesuka hati. Setiap kali mendapatkan penghasilan ia lebih memilih untuk ditabung, membeli kebutuhan sehari-hari atau berdana ke Wihara. Bersambung ke Bagian 3. | ||