Ada Tekad Maka Ada Jalan
Menjadi relawan adalah sebuah pilihan. Dan ketika pilihan sudah ditetapkan maka pantang untuk tidak dijalankan. Dengan semangat meringankan penderitaan para korban bencana, seberat apapun rintangan menghadang, misi kemanusiaan ini akan terus dijalankan
Curah hujan yang tinggi pada bulan Mei-Juni 2019 di wilayah Kabupaten Konawe dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara membuat beberapa sungai meluap. Puluhan rumah terseret arus banjir bandang, dan ribuan rumah rusak berat. Warga terpaksa mengungsi di tempat yang lebih aman dengan kondisi seadanya. Maka, bantuan mengalir dari berbagai pihak, termasuk dari Tzu Chi Indonesia.
Rombongan Tzu Chi Indonesia mendarat di Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara setelah bertolak dari Jakarta, Senin (17 Juni 2019). Rombongan yang terdiri dari relawan Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi dan tim medis Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia ini akan mendatangi lokasi pengungsian korban banjir untuk memberikan bantuan medis dan paket bantuan darurat.
Mendahului rombongan, Ricky Budiman sudah tiba lebih awal. Selama 4 hari, Ricky sudah survei ke beberapa titik pengungsian untuk mengumpulkan informasi. “Saya sudah survei beberapa lokasi pengungsian di Konawe. Hari ini (17/6) kita akan langsung menuju lokasi untuk memberikan pelayanan kesehatan dan barang untuk pengungsi,” kata Ricky.
Tanpa menyia-nyiakan waktu, rombongan memindahkan obat-obatan dan perlengkapan pelayanan kesehatan yang dibawa dari Jakarta ke dalam mobil yang telah disiapkan. Setelah perjalanan selama 1,5 jam ke arah Barat Laut dari Kota Kendari, relawan tiba di Kecamatan Pondidaha, Konawe. Luapan dari Sungai Konaweha dan Sungai Lahumbuti membuat sebagian besar wilayah ini banjir. Beberapa ruas jalan serta ribuan rumah terendam air setinggi 2 meter.
Di Kantor Kecamatan Pondidaha, relawan Tzu Chi dan TIMA Indonesia bertemu ratusan pengungsi dari desa-desa sekitar. Mereka mengungsi di kantor kecamatan karena air banjir yang menggenangi rumah mereka tak kunjung surut. Setelah hampir dua minggu mengungsi dengan kondisi seadanya, kesehatan tubuh mereka mulai terganggu.
TIMA Indonesia yang memang sudah siap melakukan pengobatan segera memeriksa kesehatan warga yang berada di kantor kecamatan itu. Selain itu, relawan Tzu Chi juga memberikan paket bantuan berupa barang-barang kebutuhan harian. Bantuan itu mencakup sarung, handuk, ember, pakaian dalam wanita, air mineral, dan tikar. Pembagian paket bantuan barang dan layanan kesehatan juga dilakukan di lokasi pengungsian di SMUN 1 Pondidaha dan Desa Puumbinisi, yang masih termasuk Kecamatan Pondidaha.
Dari Pondidaha, relawan terus menyisir titik pengungsian sampai di wilayah Kecamatan Wonggeduku, Konawe. Dalam perjalanan relawan melewati beberapa jalan yang masih terendam air setinggi betis orang dewasa. Relawan melakukan pembagian paket bantuan dan layanan kesehatan secara tersebar di beberapa lokasi pengungsian yaitu Desa Wonggeduku, Desa Bendewuta, Desa Amesiu, Desa Wukusao, Desa Hangoa, Desa Wawoone, dan Desa Lalodangge.
Lamsiah (tengah) bersama dengan warga Desa Wukusao, Kecamatan Wonggeduku menerima bantuan dari Tzu Chi. Bantuan langsung berupa peralatan seperti ember, karpet, sarung, dan peralatan lainnya ini untuk digunakan warga selama berada di lokasi pengungsian.
Banyak pengungsi yang tinggal di bawah tenda terpal di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Wonggeduku. Di antaranya adalah Lamsiah (48) warga Desa Wukusao, Kecamatan Wonggeduku. Wanita yang setiap harinya bekerja menjadi buruh tani ini bertahan dengan kondisi seadanya bersama ratusan warga lainnya di pinggir jalan raya yang posisinya lebih tinggi dari rumah-rumah warga yang tergenang air banjir. “Saya tidak berani tidur di dalam rumah, karena airnya belum surut,” ungkapnya.
Setiap hari, ia tidur di tenda yang dibuat seadanya, beratapkan terpal, dan beralaskan papan yang dilapisi karpet. Beberapa kelompok dan LSM yang melintas di jalan raya tersebut memberikan bantuan, termasuk Tzu Chi yang memberikan paket bantuan serta layanan kesehatan.
“Kita tinggal di tempat begini (pengungsian) kasihan. Sudah syukur kita dibantu Tzu Chi. Dapat sarung buat tidur, ember untuk tempat air, sama diperiksa dokter,” ungkap Lamsiah. Air mata sempat berlinangan di wajahnya setelah menerima bantuan barang dan layanan kesehatan dari Tzu Chi.
Tantangan Berat Kondisi Jalan
Saat relawan melanjutkan perjalanan pemberian bantuan ke arah
utara, menuju Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara, perjalanan
semakin sulit dilalui akibat efek dari banjir.
Kabupaten ini merupakan daerah yang parah terdampak banjir. Letaknya di antara perbukitan membuat perjalanan relawan menghadapi medan
yang tidak terduga sebelumnya.
Jalan utama yang menghubungkan Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Utara terputus akibat banjir, sehingga relawan harus menggunakan jalan alternatif. Dengan dipandu oleh warga lokal, relawan memasuki jalan yang menembus hutan dan bukit. Kondisi jalan alternatif ini berbatu dan berlumpur, beberapa kali relawan harus turun untuk mendorong mobil karena rodanya terjebak dalam lumpur.
Beratnya medan yang harus ditempuh sempat membuat ban salah satu mobil yang dipakai pecah di tengah hutan. Dengan mengandalkan penerangan lampu mobil, relawan mengganti ban yang pecah dengan ban cadangan. Setelah selesai, perjalanan menuju Konawe Utara kembali dilanjutkan.
Hingga malam hari relawan dan tim medis terus berjuang melalui jalan alternatif tersebut. Noda lumpur dan tanah liat juga mengotori pakaian mereka, tapi semangat untuk membantu para korban banjir membuat rombongan bertekad tetap melalui medan yang berat ini.
Selama kurang lebih 7 jam perjalanan, pukul 11 malam relawan dan tim medis berhasil mencapai wilayah Kecamatan Asera, Konawe Utara. Mereka beristirahat semalam dan esoknya siap menuju titik pengungsian di Desa Wanggudu Raya, Kecamatan Asera, Konawe Utara yang sebagian besar wilayahnya rusak parah akibat terjangan air banjir.
Meringankan Beban Pengungsi
Saipul (40) dan
Nurtin (39) adalah suami istri yang tinggal di Dusun 3, Desa Wanggudu Raya,
Kecamatan Asera, Konawe Utara. Awalnya banjir di tempat ini terjadi pada tanggal 2 Juni 2019,
kemudian tanggal 7 Juni sempat surut. Namun tanggal 8 Juni dini hari air naik kembali karena hujan masih turun. Hingga
hari Minggu dan Senin (9-10 Juni 2019) air yang semakin tinggi dan berarus mulai menghanyutkan rumah-rumah. Sungguh
menyedihkan.
Walaupun rumahnya hanyut diterjang banjir Saipul dan Nurtin berbahagia dapat berkumpul bersama anak-anaknya di pengungsian. Di sela-sela aktivitas mereka, pasangan suami istri ini juga menyempatkan diri untuk mencari barang-barang yang tersisa di bekas lokasi rumah mereka.
Minggu pagi, 9 Juni 2019, Saipul mengevakuasi seluruh keluarganya karena air semakin naik. Ia juga menyempatkan diri untuk menyelamatkan barang-barang yang bisa dibawa walaupun air yang bercampur lumpur mengalir semakin cepat. “Saya sempat hampir tertinggal di dalam rumah karena berusaha menyelamatkan barang-barang. Badan rasanya sangat berat untuk berjalan dan tidak bisa keluar karena air sudah sampai leher,” cerita Saipul.
Tak lama kemudian, salah satu warga yang melihat Saipul kesulitan untuk keluar rumah mengumpulkan warga Desa Wanggudu Raya yang ada untuk segera menolongnya. Tujuh orang warga kemudian berbaris dan saling berpegangan. Salah satu dari mereka yang berada paling ujung kemudian menjulurkan sebatang bambu untuk menarik Saipul dari dalam rumah. “Saya pegangan bambu yang disodorkan lewat pintu. Trus ditarik sama mereka,” kenang Saipul.
Selama tinggal di Desa Wanggudu Raya, banjir tahun 2019 ini adalah banjir yang terparah bagi Saipul dan Nurti. Rumah yang mereka tempati ikut tersapu air banjir. “Ini yang paling besar. Bukan banjir air saja, tetapi lumpur dan arusnya kencang,” kata Saipul. Setelah mendapati rumah mereka hanyut terbawa arus banjir, Saipul, Nurti, dan ketiga anaknya tak punya pilihan selain bertahan di pengungsian dengan kondisi seadanya.
“Di dusun kami ada 9 rumah yang hanyut, dan sisanya rusak berat,” kata Nurti yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun 3, Desa Wanggudu Raya tersebut. Setelah air surut, Nurti sempat memeriksa lokasi bekas rumah mereka untuk mencari barang-barang yang bisa diselamatkan. “Sisa piring-piring, itu juga saya mengais dari dalam lumpur,” katanya.
Kondisi pengungsian yang serba terbatas membuat kesehatan Saipul, Nurti beserta keluarga terganggu. Mereka terutama mengalami penyakit kulit dan gatal-gatal karena air bersih untuk MCK sangat terbatas. Warga sepakat mengutamakan air bersih untuk minum dan memasak.
Tim medis TIMA Indonesia yang tiba di Desa Wanggudu Raya segera memberikan layanan kesehatan bagi para pengungsi. Saipul dan Nurtin ikut mendaftarkan diri bersama ratusan warga lainnya yang mengungsi. Nurti menderita gatal-gatal di kaki serta sering mual semenjak tinggal di lokasi pengungsian. Dokter memberikan obat untuk mengatasi gatal-gatal di kakinya. “Senang ada pengobatan gratis, kita juga bisa konsultasi harus seperti apa menjaga kesehatan di tempat pengungsian. Dokternya juga baik, kita dipijat refeleksi pula,” kata Nurti sambil tertawa.
Selama 6 hari (17-23 Juni 2019) berada di dua kabupaten yang terdampak banjir di Sulawesi Tenggara, relawan dan tim medis Tzu Chi menyalurkan bantuan kemanusiaan di Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Utara. Sejumlah 1.664 paket bantuan barang kebutuhan dibagikan dan sebanyak 1.149 pasien berhasil ditangani. Relawan berharap semoga pengungsi dapat segera kembali ke kehidupan mereka semula, dan bencana banjir jangan terulang lagi.
Jurnalis & Fotografer: Arimami Suryo A