Babak Baru Kehidupan Indah


Penantian panjang orang tua untuk kesembuhan sang buah hati berbuah berkah. Gadis cilik tiga setengah tahun yang mulanya tak mampu mendengar dan mengucap satu kata pun kini mulai mendengar dan memahami suara dan kata.

“Sekarang jarak enam meter ada motor klakson-klakson Indah udah denger,” kata Purnaningsih bahagia.

Kondisi ini pun berbeda sejak satu setengah tahun silam. Melahirkan anak perempuan setelah memiliki anak laki-laki telah memberikan kebahagiaan tak terkira bagi pasangan suami istri, Riyono (31) dan Purnaningsih (28). Namun kebahagiaan itu berubah menjadi kerisauan usai menyadari bahwa putrinya berbeda dengan anak-anak seusianya. Namun rasa gelisah dan khawatir yang menggelayuti pasangan suami-istri ini pelan-pelan mulai memudar.

“Saya sekarang udah nggak terlalu khawatir soalnya Indah udah bisa hati-hati. Apalagi sama alatnya yang berfungsi buat dia,” sambungnya.

Ya, Indah Wulan Purnamasari, gadis cilik berusia tiga setengah tahun asal Banaran, Kec. Getasan, Kab. Semarang ini menderita tuli sensorineural (tuli saraf). Kondisi pendengarannya berada pada level 100 desibel yang klasifikasinya menjadi ketulian berat. Akibatnya Indah tidak bisa mendengar dan tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun dalam berkomunikasi di masa perkembangannya.

“Di usia dua tahun kami baru tahu. (Kalau) anak-anak lain sudah bisa manggil-manggil mamaknya, Indah belum. Pas main saya panggil-panggil kok enggak dengar. Dari situ saya mulai cemas,” tutur Purnaningsih.

Meski dalam keterbatasan ekonomi, Purnaningsih bersama sang suami berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan putrinya tersebut. “Saya bawa Indah ke rumah sakit untuk periksa telinga,” kata Purnaningsih. Setelah melalui hasil pemeriksaan, dokter menyarankan untuk menggunakan alat bantu dengar dengan melakukan operasi pemasangan implan koklea. “Harganya ratusan juta, kami sebagai orang biasa belum memikirkan ke sana karena enggak mampu,” ujar Riyono. “Sempat berobat tradisional tapi enggak ada perkembangan, kami pasrah saja,” sambung sang istri.

Sejak itulah Purnaningsih maupun Riyono berkomunikasi dengan Indah dengan menggunakan bahasa tubuh. Tak jarang mereka mengalami kesulitan untuk bisa memahami maksud yang ingin disampaikan Indah. Menyadari kondisi Indah yang berbeda dengan sang kakak, Decxa Alfanaro (8), Indah pun tak luput dari pengawasan yang ketat kedua orang tuanya. Baik Riyono maupun Purnaningsih selalu mendampingi setiap aktivitas yang dilakukan putri bungsunya tersebut. Tak heran jika setiap harinya Indah selalu berada dalam gendongan sang ibu meski ketika bekerja sekalipun.

“Kemana-mana pasti saya ajak. Masih lelap tetap digendong,” ujar ibu dua anak ini. “Yang saya takutkan misalnya ada kendaraan, enggak dengar bahaya. Waktu bermain apa saja saya perhatikan,” ucap Purnaningsih mengelus-elus buah hatinya.

Setiap hari pasangan suami istri ini mencari rezeki dengan menjual sayur-mayur yang dibawa dari kampungnya menuju pasar yang lokasinya 45 km dari tempat tinggalnya. Untuk menjangkau pasar tepat waktu, mereka harus berangkat dini hari. “Berangkat jam dua pagi, pulang sore,” ujar Riyono.

Jodoh Baik Telah Matang


Setiap hari orang tua Indah mencari rezeki dengan menjual sayur-mayur yang dibawa dari kampungnya menuju pasar yang lokasinya 45 km dari tempat tinggalnya. Ayah Indah, Riyono pun menyiapkan sayur-mayur malam hari dan dibawa pada dini hari.

Di tengah kepasrahan Riyono dan istrinya, mereka berjodoh dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia melalui Yayasan Dana Everyday. Yayasan Dana Everyday yang saat itu sedang membantu pembangunan Sekolah Buddhis di Banaran bertemu dengan Ajik Saputra yang juga penerima bantuan Tzu Chi. Ketika relawan Tzu Chi hendak menjemput Ajik Saputra untuk melakukan pengobatan di Jakarta, keluarga Indah kemudian mengajukan bantuan. “Sebelum jemput (Ajik) saya mendapat info ada satu kasus lagi namanya Indah, pendengarannya sudah enggak bisa dengar. Saya hubungi Awaludin Shixiong (relawan Tzu Chi yang juga Ketua Pelaksana Harian TIMA Indonesia –red), kalau kita jemput sekalian biar enggak bolak balik gimana? Shixiong Awaludin bilang sebisa mungkin kita membantu orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan bantuan,” ucap Juny Leong, relawan Tzu Chi.

Setelah melihat kondisi keluarga Indah yang memang bukan dari keluarga berada, relawan pun memutuskan untuk membantu pengobatannya. Akhirnya pada  Oktober 2017, Indah dan Ajik bertolak menuju ibukota untuk berobat.

Sesampainya di Jakarta, Tzu Chi pun menyediakan tempat tinggal selama masa pengobatan yang berlokasi di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Blok B3, Cengkareng Jakarta Barat. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Dana Everyday berkolaborasi dalam membantu meringankan beban Indah dan keluarganya. Pengobatan Indah dibiayai Tzu Chi, sementara Dana Everyday menanggung biaya transpor (tiket pesawat) dan kebutuhan sehari-hari selama Indah di Jakarta.

Beberapa minggu setelah menjalani berbagai rangkaian pemeriksaan bersama dokter spesialis THT RS Cinta Kasih Tzu Chi, dr. Oppy Surya Atmaja, Indah pun menjalani operasi implan koklea pada kedua telinganya di RS Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat pada 10 November 2017. Pemasangan alat elektronik yang menstimulasi rumah siput karena kerusakan berat ini membutuhkan waktu empat jam lamanya.

Harapan Bisa Mendengar


Dokter Soekirman Soekin menyapa Indah yang masih dalam dekapan sang bunda yang didampingi oleh relawan Tzu Chi dan relawan Yayasan Dana Everyday sebelum operasi tanam implan dilakukan.

Keberhasilan operasi Indah membuat kedua orang tuanya merasa senang bukan kepalang. “Kami bersyukur ada bantuan, kalau biaya sendiri entah sampai kapan (harus menunggu),” ucap Riyono tersenyum. Kebahagiaan serupa juga dirasakan dokter yang menanganinya. “Senang sekali bisa membantu Indah, karena pasien ini tidak bisa mendengar sama sekali artinya tidak bisa berbicara, sekolah, dan membantu orang tua termasuk membantu orang lain,” ucap dr. Oppy.

Sang ibu pun tak henti-hentinya mengucap doa dan syukur. “Semoga Indah bisa mendengar, bisa seperti teman-temannya. Harapan kami Indah bisa bersekolah seperti teman-temannya,” sambung Purnaningsih berkaca-kaca.

Harapan yang sama juga dirasakan oleh dokter Soekirman Soekin, dokter yang mengoperasi Indah. “Ini untuk masa depan anak. Anak ini selama hidupnya akan pakai alat ini. (Implan koklea) ini akan sangat membantu sekali,” ujar dokter Soekirman, salah satu koordinator bedah mastoid dari RS Khusus THT Proklamasi Jakarta.

Operasi tanam implan bukan menjadi akhir dalam menyelesaikan penderitaan Indah, namun justru ini merupakan awal babak baru kehidupannya. Pemasangan implan koklea dan pengaktifan alat elektronik ini tidak lantas merespon segala sesuatu dengan sendirinya, melainkan masih perlu terapi lanjutan. “Begitu dikasih implan koklea, perlu mengikuti rehabilitasi pendengaran dengan speech therapy. Dalam speech therapy makin sering ikut terapi makin bagus sampai dia bisa ngomong,” ucap dr. Oppy.

Setelah alat mulai diaktifkan, Indah pun diajak untuk melakukan terapi agar dia bisa mengucapkan kata di Rumah Siput Indonesia yang berlokasi di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. Namun sebelum menjalani terapi wicara setiap minggunya, Indah terlebih dulu mampir ke Med-El (salah satu perusahaan penyedia implan koklea)  yang berada di Ragunan, Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan Aided Free Field Test (FFT). Pemeriksaan FFT ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kondisi pendengaran anak setelah menggunakan alat implan.


Pemasangan alat elektronik yang menstimulasi rumah siput karena kerusakan berat ini membutuhkan waktu empat jam di RS Cinta Kasih Buddha Tzu Chi di Cengkareng, Jakarta Barat.

Dua kali menjalani pemeriksaan alat dengar dan terapi membawa perkembangan baik untuk Indah. Sebagai orang tua Riyono sangat bersyukur melihat hal ini. “Indah sudah bisa diarahkan sudah tidak gampang marah lagi kayak kemarin-kemarin. Dia sudah banyak mengeluarkan suara walaupun belum tahu artinya apa, mengerti beberapa kata-kata. Bersyukur banget,” kata Riyono senang.

Indah juga sudah mulai bisa mengenal bunyi-bunyi di sekitarnya. Begitu mendengar suara langgam Jawa dari handphone sang ayah, ia langsung menari dengan gemulainya. Melihat hal ini, dokter Oppy yang sejak awal menanganinya merasa senang atas perkembangan pasiennya. “Perkembangannya luar biasa, sudah mengenali suara,” ungkapnya.

Melatih Wicara Indah

Terapi masih terus dilakukan. Pada pertemuan kesepuluh pemeriksaan pada alat dengarnya, Indah mengalami peningkatan. “Tadi kita sudah melakukan evaluasi pendengaran dan memang pendengarannya sudah di area percakapan, artinya apa yang didengar Indah hampir seperti kita, berbicara normal seperti ini dia sudah mulai mendengar,” ujar Marsha Vionna, Clinical Support Med-El usai memeriksa Indah.

Kondisi pendengaran Indah yang awalnya berada pada level 100 desibel, telah jauh berkurang setelah pemasangan implan koklea. “Tadi sudah berada di 40 desibel,” ucap Marsha tersenyum. Indah harus melakukan pemeriksaan evaluasi kembali hingga mencapai level pendengaran normal yakni 30 desibel.


Indah melakukan terapi wicara yang sebelumnya dilakukan pemeriksaan Aided Free Field Test (FFT) sekali dalam seminggu. Kondisi pendengaran Indah semula berada pada level 100 desibel kini telah berada pada level 40 desibel.

Sepuluh kali melakukan pemeriksaan alat, sepuluh kali pula Indah menjalani terapi di Rumah Siput Indonesia (RSI) Foundation tiap minggunya. Lebih kurang satu jam, Indah didampingi terapis untuk melatih wicaranya dengan berbagai media peraga: mainan berbentuk sayuran, buah-buahan, maupun ikan. Ada pula alat-alat memasak, mewarnai gambar, boneka, dan lain-lain. Selama sepuluh kali terapi ini memang belum banyak kata yang bisa diucapkan Indah.

“Dipasang implan itu ibarat bayi baru lahir, dan sepuluh kali pertemuan berarti ibarat bayi berusia 2,5 bulan,” ujar Eka K. Hikmat, Program Manager RSI Foundation.

Meski belum banyak kata yang terucap, sebetulnya sudah banyak perubahan dan perkembangan yang dialami Indah. Sebelum menjalani operasi implan koklea, Indah memang sering sekali memukul mamanya jika tidak ada yang memahami keinginannya melalui gestur yang dilakukannya, bahkan kebiasaan memukul sang mama pun masih terbawa pada saat awal-awal terapi.

“Setelah 10 kali terapi ini selain rentang konsentrasinya bertambah, dia dari pukul-pukulnya nggak lihat selama sesi, dia juga sabar. Dulu (Indah) manggil orang tepuk-tepuk, sekarang vokalisasi,” ucap Mega Noer Cahyani usai memberikan terapi Indah.

Meski jadwal untuk terapi Indah tergolong belum usai, namun orang tua Indah memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Di kampung halamannya, Indah masih terus menjalani terapi wicara. Terapi pun dilakukan dengan cara teleconference bersama terapis dari RSI Foundation.

Selain terapi teleconference, Indah juga dititipkan (belajar) di TK Dharma Mulia yang tak jauh dari rumahnya dengan harapan bisa mengenal suara melalui interaksi bersama murid-murid di sana. Ternyata usaha yang dilakukan Purnaningsih membuahkan hasil. “Sangat bagus, Indah kalau dipanggil udah nengok. Dia juga mudah bergaul dengan teman-temannya,” ujar Purnaningsih senang. Perkembangan pendengaran Indah yang kian hari kian membaik telah mengubah kerisauan yang sekian lama telah dirasakan kedua orang tuanya.

Penulis: Yuliati

Fotografer: Yuliati, Erli Tan

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -