Beragam Manfaat Eco Enzyme
Johnny Chandrina, relawan Tzu Chi yang juga koordinator Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Indonesia, memeriksa salah satu cairan Eco Enzyme yang dibuat oleh relawan Tzu Chi. Cairan Eco Enzyme sendiri dibuat dari limbah organik yang memiliki segudang manfaat.
Bukan rahasia lagi jika cairan Eco Enzyme memiliki banyak sekali manfaat. Mulai dari menyuburkan tanaman, sebagai pembersih lantai, mencuci piring, dan berbagai kegunaan lainnya. Cara pembuatannya pun relatif mudah yaitu dengan memanfaatkan sampah organik. Apalagi di masa pandemi ini, membuat dan memanfaatkan Eco Enzyme bisa menjadi solusi untuk mengisi waktu selama di rumah.
*****
Setiap hari manusia akan menghasilkan sampah. Salah satunya adalah sampah organik dari sayuran atau buah-buahan. Jangan dibuang! Ternyata sampah organik ini bisa diolah menjadi sebuah cairan yang memiliki banyak manfaat. Eco Enzyme, itulah nama cairan yang dihasilkan dari proses fermentasi pencampuran sampah organik, gula, dan air yang pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand.
Bagi relawan Tzu Chi, keberadaan Eco Enzyme sudah tidak asing lagi. Dalam sosialisasi Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi di beberapa komunitas relawan, salah satunya diisi dengan materi cara membuat Eco Enzyme. Beberapa relawan juga sudah mulai membuat Eco Enzyme untuk mengurangi sampah organik yang dihasilkan dari rumah tangga.
“Secara data, sampah organik mencapai 55% dari keseluruhan sampah rumah tangga. Harusnya bisa lebih optimal mengurangi sampah organik jika 30-35% bisa dimanfaatkan untuk membuat Eco Enzyme,” jelas Johnny Chandrina, Fungsionaris He Xin (koordinator) Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Indonesia.
Lebih lanjut Johnny juga menerangkan bahwa sampah organik yang dibiarkan di alam dapat membahayakan bumi. “Karena jika sampah organik terbuang di alam, terkena hujan dan sinar matahari maka akan menghasilkan gas metan yang berbahaya bagi bumi. Jadi tujuan utama membuat Eco Enzyme adalah mengurangi sampah organik dari rumah ke TPA,” ungkap relawan yang semenjak tahun 2010 sudah mengenal Eco Enzyme ini.
Membuat Eco Enzyme tidaklah sulit. Dengan sampah organik dari rumah tangga, kita bisa mengubahnya menjadi cairan yang bisa dimanfaatkan untuk mencuci piring. Relawan Tzu Chi, Juny Leong membuat Eco Enzyme dengan sampah organik yang dicampur dengan air dan molase (tetes tebu) dalam puluhan wadah.
Setelah mengetahui cara membuat serta manfaat dari Eco Enzyme, Johnny juga mulai berbagi pengetahuan tentang Eco Enzyme dengan para relawan Tzu Chi lainnya. “Banyak mengajak teman-teman di Tzu Chi. Sekarang mereka banyak ikut membuat, bukan hanya dari Jakarta, tapi dari Medan, Pekanbaru, dan kantor-kantor Tzu Chi di daerah lainnya. Dengan adanya beragam manfaat, mereka jadi mau membuat Eco Enzyme,” jelasnya.
Menurut Johnny, semakin banyak orang membuat Eco Enzyme, maka semakin bagus. Karena semua bagian dari Eco Enzyme bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. “Kalau dahulu taunya hanya untuk mengepel lantai dan mencuci piring. Kalau sekarang pemanfaatan Eco Enzyme bisa untuk pegobatan, pupuk tanaman, penjernih air, pengharum udara, detoks, dan lain sebagainya,” ungkap Ketua Tzu Chi Tangerang tersebut.
Kehadiran Eco Enzyme tentunya selaras dengan Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi karena tujuannya memang untuk menyelamatkan bumi dan kebaikan. Cara pembuatannya juga tidak sulit karena sudah ada skala perbandingan untuk bahanbahannya. “Harapan saya karena ini memang ada kaitannya dengan pelestarian lingkungan, tentunya relawan harus ikut membuat. Jika kita sudah dapat pengetahuan tentang cara membuatnya, tentunya kita bisa berbagi agar semua orang juga bisa membuat Eco Enzyme,” kata Johnny.
Mengolah Sampah Organik
Beberapa relawan Tzu Chi yang sudah mempraktikkan langsung membuat dan memanfaatkan Eco Enzyme juga berbagi pengalamannya. Salah satunya adalah Juny Leong, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 1. Semenjak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, Juny mulai mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap di rumah supaya tidak terpapar Virus Covid-19.
Sejak bulan Februari 2020, ia pun mulai fokus untuk membuat Eco Enzyme untuk mengisi waktu selama berada di rumah. Banyak pengalaman selama satu tahun membuat dan menggunakan Eco Enzyme. “Kalau membuat Eco Enzyme pernah gagal juga. Entah tutupnya kurang rapat dan sebagainya. Tapi kalau sukses ya happy banget,” ungkap Juny.
Di rumah, Juny juga menggunakan Eco Enzyme untuk beberapa keperluan. “Kalau di rumah bisa buat detoks, mengepel, cuci piring, bisa juga diaplikasikan ke tanaman untuk menunjang pertumbuhan tanaman,” jelasnya. Menurutnya, membuat Eco Enzyme begitu mudah. Apalagi banyak sekali informasi yang ada tentang cara sederhana membuat Eco Enzyme sendiri.
“Tidak memerlukan biaya mahal untuk membuat Eco Enzyme. Untuk tempat kita bisa menggunakan wadah bekas, sampah organik dari rumah sendiri, sisanya yang mengeluarkan biaya hanya untuk membeli gula merah atau molase (tetes tebu) saja,” jelas Juny.
Setelah satu tahun membuat Eco Enzyme, Juny pun tidak memakainya sendiri. Beberapa juga dibagikan kepada teman, dan sesama relawan Tzu Chi lainnya. “Membuat banyak bukan untuk sendiri, tapi untuk dibagi juga. Selain mengurangi sampah organik, juga terasa manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari,” pungkas Juny.
Selain Juny Leong, manfaat mengunakan Eco Enzyme juga dirasakan oleh Irawati, relawan Tzu Chi Tangerang. Sekitar 2009, ia mulai tertarik dengan Eco Enzyme. “Dahulu membuat hanya dari kulit buah saja karena wangi. Pemakaian juga terbatas hanya untuk ngepel saja,” kenang Ira.
Awal ketertarikannya dengan Eco Enzyme karena memiliki andil besar dalam pelestarian lingkungan. “Dengan membuat Eco Enzyme kita bisa mengurangi sampah dan terutama ada manfaatnya juga. Kita juga coba menghindari penggunaan bahan kimia,” kata Ira. Setelah menggunakan Eco Enzyme dan tahu manfaatnya banyak, sekitar dua tahun belakangan ini Ira mulai memperbanyak pembuatan Eco Enzyme.
Bahan-bahannya pun ia dapatkan dari rumah sendiri, dari pasar, dan dari tetangga di sekitar tempat tinggalnya. “Kadang dari pasar kalau ada tukang buah nanas yang ngupas suka saya minta sampah kulitnya. Beberapa tetangga juga suka kasih. Jadi ya saya tampung,” jelas wanita yang bergabung menjadi relawan Tzu Chi tahun 2007 ini.
Salah satu manfat Eco Enzyme adalah membantu pertumbuhan tanaman. Relawan Tzu Chi, Irawati juga memanfaatkan Eco Enzyme sebagai pupuk untuk akar dan daun supaya tanamannya menjadi subur.
Saat ini di rumahnya yang berada di Gading Serpong, Tangerang, Ira memiliki sekitar 100 liter Eco Enzyme yang sedang dalam proses fermentasi. Semuanya ia tempatkan di galon bekas dan ember dengan waktu pembuatan yang berbeda-beda. “Jadi tidak langsung saya panen sekaligus, tetapi saya jeda karena lebih lama lebih bagus hasilnya,” jelasnya.
Hal ini dilakukan karena dalam keseharian Ira telah menggunakan Eco Enzyme dalam berbagai aktivitas. “Tujuan utamanya untuk mengurangi sampah, ternyata manfaatnya banyak. Contoh sederhananya untuk tanaman, ampasnya bisa untuk pupuk tanaman besar. Sedangkan cairannya bisa untuk semprot daun tanaman kecil,” ungkapnya.
Ira pun merasa senang dapat membuat Eco Enzyme karena manfaatnya telah ia rasakan sejak lama. “Kalau saya pribadi dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih hemat. Pokoknya saya senang, bisa berbagi. Setelah dicoba ada hasilnya. Terakhir ada korban banjir, pernah saya bagi. Biasanya kalau banjir ada kecoa, tapi setelah dibersihkan dengan Eco Enzyme tidak ada lagi,” jelas Ira.
Selain dimanfaatkan sendiri, Ira juga berbagi pengalaman serta cara membuat Eco Enzyme dengan para tetangga di sekitar rumahnya. Beberapa orang pun sudah aktif membuat dan memanfaatkan Eco Enzyme. Di masa pandemic Covid-19 saat ini, beberapa tetangga Ira juga mulai membuat Eco Enzyme untuk mengisi waktu selama berada di rumah.
Merasakan Manfaat Eco Enzyme
Salah satunya adalah Sundari Halim (51) atau yang akrab dipanggil Loan, warga Gading Serpong, Tangerang. Ia sempat diajarkan cara membuat Eco Enzyme 5 tahun yang lalu oleh Irawati bersama dengan ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya. Tetapi karena belum ada waktu dan keinginan, saat itu Loan sendiri mengurungkan niat untuk membuat Eco Enzyme.
Relawan Tzu Chi menuangkan cairan Eco Enzyme ke danau di lingkungan Tzu Chi Hospital. Eco Enzyme sendiri dipercaya dapat membantu memperbaiki kualitas air jika dituangkan dalam jumlah yang telah disesuaikan dengan volume air, terjadwal, serta berkala dalam waktu tertentu.
Walaupun belum berkeinginan membuat, tetapi Loan menyimpan dua botol kecil Eco Enzyme pemberian Irawati. Ia pun juga sempat urung menggunakannya. “Awalnya sempat ragu, karena tidak pernah pakai,” kata Leon. Keraguan ini muncul karena bahan-bahan untuk membuat Eco Enzyme berasal dari sampah organik. Suaminya juga sempat melarangnya menggunakannya.
Namun diam-diam Leon ingin membuktikan sendiri manfaat dari Eco Enzyme. Dari dua botol Eco Enzyme yang ia simpan, kemudian sebagian digunakan untuk mengepel lantai. “Saya punya binatang peliharaan. Biasanya ada bekas kotoran yang tersisa dan dibersihkan oleh ART setiap hari. Ia juga mengepel lantai 2 kali karena terkadang baunya tidak hilang. Lalu suatu hari saya coba campurkan Eco Enzyme tanpa sepengetahuan suami. Setelah itu, cukup sekali saja mengepelnya sudah tidak bau lagi,” cerita Loan.
Setelah itu muncul keinginan Loan untuk membuat Eco Enzyme setelah merasakan manfaatnya. Selama masa pandemi, Ia pun memanfaatkan waktu di rumah dengan mencoba membuat Eco Enzyme dari limbah organik pada November 2020. Kemudian pada bulan Februari 2021, Loan mulai memanen cairan Eco Enzyme. “Saya mulai coba buat karena melihat hasilnya bagus. Awalnya saya pikir akan bau, makanya saya taro di teras samping rumah. Ternyata nggak bau, tapi wangi. Jadi sekarang saya taro di dalam,” kata Loan.
Selain untuk mengepel lantai, Loan juga menggunakan Eco Enzyme untuk membersihkan sisa kotoran minyak di dapur. Setelah membuktikan sendiri di rumah, Leon dan keluarganya pun mulai rutin menggunakan Eco Enzyme yang terbuat dari limbah organik. “Keluarga ya mendukung setelah tahu beragam manfaatnya,” tutupnya.
Penulis: Arimami Suryo A.
Fotografer: Dok. Tzu Chi Indonesia