Hadiah untuk Engellie
Bersekolah dan berkumpul kembali bersama teman-teman merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Engellie (11 tahun). Setelah beberapa bulan berjuang untuk sembuh dari sakitnya, kini ia dapat tersenyum lebar, belajar, dan bernyanyi bersama teman-teman di kelas barunya.
Suasana ramai anak-anak dan orang tua mewarnai hari pertama masuk sekolah di SD Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat pada Senin, 18 Juli 2016. Para orang tua ini beramai-ramai menyempatkan diri untuk mengantar buah hati mereka memasuki kelas baru dengan teman-teman baru pula .
Beberapa orang tua ada yang menemani sampai ke dalam kelas, dan ada juga yang hanya mengantar hingga di pintu gerbang sekolah saja. Sesuai anjuran Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Anies Baswedan (saat itu-red), mengantar anak di hari pertama sekolah dapat memberi dorongan semangat dan kepercayaan diri para siswa. Dan yang lebih penting, adanya ikatan dan komunikasi yang kuat antara orang tua dan guru bahwa mereka sejalan dalam mengupayakan pendidikan terbaik bagi anak-anak bangsa.
Di antara orang tua yang turut mengantar anaknya, tampak pula Tjhen Ji Fo, orang tua Engellie, murid kelas 5 SD Cinta Kasih Tzu Chi. Pada hari itu, ia menyempatkan diri untuk mengantar putri bungsunya untuk bersekolah kembali setelah sempat ”tertunda pendidikannya” akibat sakit yang diderita Engellie. Dan kebetulan proses kesembuhannya berbarengan dengan masa masuk tahun ajaran baru.
DUKUNGAN DAN PERHATIAN. Engellie pasca operasi di rumah sakit. (kiri). Relawan Tzu Chi terus memberi perhatian dan dorongan semangat kepada Engellie pada saat menjenguk di RS Satya Negara, Sunter, Jakarta Utara.Penyakit yang diderita Enggellie memang terbilang langka. Bagaimana tidak, di usia yang masih belia, 10 tahun, gadis mungil itu terkena stroke. Sejak lahir memang Engellie memiliki kelainan, pembuluh darahnya sangat tipis. Bukan hal yang mudah bagi anak bungsu dari pasangan Tjhen Ji Fo (50) dan Tjhin Siau Ling (42) ini untuk sembuh total dari penyakit yang dialaminya. Namun, semangat untuk sembuh serta keinginan untuk bersekolah dan berkumpul kembali bersama teman-temannya membangkitkan kekuatan dan tekadnya untuk kembali pulih seperti semula.
Jumat, 25 Maret 2016 merupakan hari yang akan selalu diingat oleh siswi kelas 4 SD Cinta Kasih Tzu Chi ini. Pada saat mandi pagi sebelum berangkat ke gereja, tiba-tiba tubuh mungil Engellie menjadi lemah tidak berdaya. Bagian kanan tubuhnya lemas dan mati rasa. Engellie pun ambruk. Padahal hari itu bertepatan dengan Hari Paskah, dan Engellie beserta keluarga berniat untuk mengikuti kebaktian di gereja.
Menurut Tjhin Siau Ling, ibunda Engellie, stroke yang menimpa putrinya bermula pada jam setengah 6 pagi. Awalnya, Tjhin Siau Ling membangunkan putri bungsunya itu untuk segera mandi karena akan pergi ke gereja pagi itu. Beberapa saat setelah masuk kamar mandi tidak terdengar suara, ia hanya mendengar suara “tak...tak...tak”, seperti suara sikat gigi jatuh 3 sampai 4 kali.
PEMERIKSAAN INTENSIF. Dr. Gunawan Susanto Sp.B.S, ahli bedah syaraf RS. Satya Negara menyarankan scan DSA bagi Engellie yang masih sangat belia. Hal ini agar posisi syaraf yang terputus dapat diketahui secara akurat sebelum operasi.
Tjhin Siau Ling pun mencoba memanggil, “Engel, kalau sudah selesai keluar.” Karena tidak ada respon dari Engellie, Tjhin Siau Ling kemudian mengetuk dan membuka pintu kamar mandi karena tidak tertutup rapat. Di dalam ia menemukan anaknya sudah dalam kondisi tidak berdaya. “Begitu saya lihat, dia berusaha bertahan dengan kaki kiri menahan ke pintu, dan dia sempat mengambil handuk untuk menutupi badannya,” ungkap Tjhin Siau Ling tentang kondisi saat itu.
Tjhin Siau Ling kemudian menggendong Engellie keluar dari kamar mandi dan membaringkannya di atas kasur. Setelah diperiksa, Tjhin Siau Ling melihat badan sebelah kanan putrinya tidak bisa bergerak. Setelah berdiskusi dengan Tjhen Ji Fo, ayah Engellie, akhirnya Engellie dibawa Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi untuk mendapatkan pertolongan. Kebetulan mereka memang tinggal di Rumah Susun di belakang Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.
Sampai di ruang Unit Gawat darurat (UGD) RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Tjhin Siau Ling menjelaskan kepada dokter kondisi putrinya saat itu. Dokter pun menyarankan untuk membawa Engellie ke rumah sakit yang lebih besar untuk mendapatkan penanganan yang lebih memadai karena di RSKB belum ada alat untuk mendeteksi secara pasti penyakit yang diderita Engellie. Menyadari kondisi ekonomi keluarga, Tjhin Siau Ling berpikir dua kali untuk membawa Engellie ke rumah sakit yang lebih besar, lengkap fasilitas dan pelayanannya. Ia kemudian membawa putrinya ke rumah sakit pemerintah, RSUD Cengkareng untuk mendapatkan perawatan. Di rumah sakit tersebut, Engellie diperiksa tekanan darahnya. Begitu juga dengan respon tubuh sebelah kanannya. Pemeriksaan selanjutnya adalah scan kepala. Dari hasil dari pemindaian kepala inilah diketahui jika ternyata ada pembuluh darah di otak kiri Engellie yang pecah. Dari sini analisa dokter semakin lengkap dan yakin jika Engellie positif terkena stroke.
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM. Engellie memperhatikan foto hasil scan DSA (Digital Subtraction Angiography) yang memperlihatkan posisi pendarahan dan syarafnya yang terputus di bagian kiri kepalanya.
Hikmah Kenangan Lama
Setelah mendapat penjelasan dari dokter tentang kondisi yang dialami putrinya, Tjhin Siau Ling seperti percaya tidak percaya. Ia seperti diajak kembali mengingat peristiwa 10 tahun silam, ketika dirinya kehilangan anak laki-lakinya (kakak Engellie) akibat penyakit yang menyerang bagian kepala saat berusia 5,5 tahun. Keadaan yang menimpa putrinya membuat Tjhin Siau Lin sampai tidak mau masuk ke dalam ruangan tempat Engellie berada. “Di luar saya hanya berpikir, kenapa terulang kembali masalah yang sama, terkena penyakit di kepala?” ungkapnya lirih.
Tjhin Siau Ling mulai stres dan merasa tidak sanggup menghadapi masalah yang menimpa Engellie. Di rumah sakit, dokter pun sudah memasang infus dan perlengkapan medis lainnya. Teman-teman Tjhin Siau Ling yang berada di gereja saat kebaktian kemudian menyusul menuju rumah sakit setelah kegiatan Paskah selesai. “Mereka menguatkan saya dan meyakinkan akan ada jalan keluar untuk Engellie,” kata Tjhin Siau Ling, mengingat momen saat teman-teman di gereja menemaninya di ruang IGD RSUD Cengkareng, Jakarta Barat.
Tjhin Siau Ling dengan setia menunggui putrinya, sambil berdoa dan berharap ada “mukjizat” datang membawa kesembuhan bagi putrinya. Minimal kondisinya membaik. Setelah hampir 9 jam di ruang IGD, tiba-tiba kaki kanan Engellie bisa bergerak, menekuk, dan kemudian menyusul lidahnya bisa menjulur keluar. Beberapa saat setelah itu, perawat memberitahukan jika Engellie harus kembali dipindahkan ke RS lain karena ia membutuhkan perawatan di ruangan khusus. Tjhin Siau Ling sempat putus asa kembali karena harus memindahkan Engellie ke rumah sakit lain.
BELAJAR DI RUMAH. Agar dapat mengejar pelajaran di sekolah, Engellie dengan penuh semangat mengikuti pelajaran sekolah dari rumahnya. Sunarjo, walikelas Engellie di kelas 4-D, SD Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng dengan sabar membimbing dan mengajar Engellie setelah jam pelajaran di sekolah selesai.
Pesan Berantai yang Membawa Kesejukan
Tjhin Siau Ling pulang ke rumah untuk menyiapkan perlengkapan menunggu Engellie di malam hari karena belum ada keputusan pemindahan Engellie. Karena prihatin, Robert, salah seorang teman dari keluarga Engellie berinisiatif mengirimkan pesan WhatsApp (WA) kepada Kepala SD Cinta Kasih Tzu Chi, Freddy, bahwa salah satu murid di sekolahnya ada yang terkena stroke (pendarahan di kepala) dan membutuhkan bantuan. Reaksi kepala sekolah kaget mendengar kabar tersebut, kemudian menyebarluaskan info tentang Engellie. Kabar tersebut semakin meluas hingga sampai ke relawan-relawan Tzu Chi.
Relawan Tzu Chi yang mendapat pesan berantai ini salah satunya adalah Johnny, yang kemudian berkoordinasi dengan relawan-relawan lain. Kemudian Lulu Jong, relawan Tzu Chi lainnya, kebetulan kenal dengan dr. Gunawan Susanto, Sp.BS, ahli bedah saraf di Rumah Sakit Satya Negara, Sunter, Jakarta Utara. Berkat pesan berantai tersebut, pukul 7 malam, Robert mendapatkan telepon dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bahwa Engellie akan diberikan bantuan. Kabar baik tersebut segera disampaikan kepada Tjhin Siau Ling. Tanpa menunggu waktu lama, keluarga segera membawa Engellie ke Rumah Sakit Satya Negara, Sunter, Jakarta Utara.
Tjhin Siau Ling beserta keluarga sangat bersyukur mendapatkan kabar tersebut. Dengan dukungan dari Tzu Chi, harapan untuk menyembuhkan Engellie semakin terbuka lebar. “Saya sangat bersyukur, Tuhan membuka jalan untuk Engellie melalui Yayasan Buddha Tzu Chi,” ungkap Tjhin Siau Ling menggambarkan suasana hatinya saat itu. Malam itu juga Engellie langsung mendapatkan perawatan secara intensif di Rumah Sakit Satya Negara dan di bawah penanganan dr. Gunawan Susanto, Sp.Bs.
Kemudian Johnny menghubungi relawan Tzu Chi lainnya, Hendra, untuk melakukan survei terhadap kasus Engellie dan keluarganya. Akhirnya pada Minggu, 27 Maret 2016, Hendra bisa berjumpa dengan Engellie dan pihak keluarganya di Rumah Sakit Satya Negara, Sunter. Setelah survei selesai, Hendra kemudian melaporkan hasilnya kepada relawan-relawan Tzu Chi lainnya untuk menentukan bantuan apa saja yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan Engellie.
MERAJUT ASA. Engellie bersama relawan Tzu Chi, Hendra, yang sejak awal mendampingi dan memberinya semangat, mulai dari pra operasi hingga pasca operasi. Hendra secara rutin juga mengunjungi dan memantau kesehatan Engellie di rumahnya.
Diagnosa dan Penanganan
Dr. Gunawan Susanto, Sp.BS, yang menangani Engellie menceritakan awal pertemuannya dengan pasien stroke di usia belia ini. “Saya dipanggil oleh pihak rumah sakit karena ada pasien yang menderita stroke dan membutuhkan pemeriksaan,” terangnya. Saat pertama kali bertemu, kondisi Engellie dalam keadaan tidak sadar. Diam dan mata tertutup. Dari hasil pemeriksaan medis, diketahui ada kelemahan di eksternitas bagian kanan dan juga adanya pendarahan di bagian otak kiri. Pendarahan ini cukup luas sehingga diperlukan minimal dua kali operasi: pelepasan batok kepala sebelah kiri serta pengangkatan darah dan operasi pemasangan batok kepala. Dokter Gunawan juga menjelaskan penyebab utama dari stroke Engellie ini karena kualitas pembuluh darahnya yang tidak baik dan rapuh. “Penyebabnya beragam, mulai dari kelainan sejak lahir, pola hidup yang kurang sehat, kurang tidur, ataupun stres,” jelasnya.
Proses penanganan stroke pada anak-anak yang memiliki kelainan pembuluh darah ini memerlukan deteksi khusus sebelum operasi. Persiapannya pun berbeda. Pengalaman dokter Gunawan dalam menangani pasien stroke pada anak-anak memunculkan keraguan saat akan melakukan operasi karena Engellie berumur 10 tahun. Pasien terakhir yang pernah beliau tangani dengan penyakit yang sama sudah berusia 14 tahun. Setelah berkoordinasi dengan para dokter yang akan mengoperasi Engellie, dan berbekal hasil scan kepala yang menyatakan bahwa pembuluh darah Engellie bersilang, akhirnya disarankan untuk tes Digital Subtraction Angiography (DSA) untuk lebih menjangkau ke bagian kecil pembuluh darah yang bermasalah. Senin, 28 Maret 2016, Engellie menuju Rumah Sakit Husada untuk melakukan scan DSA.
SEMANGAT UNTUK BELAJAR. Walaupun masih dalam masa penyembuhan, semangat besar Engellie menghantarkannya mengikuti kegiatan belajar di kelas 5-A, SD Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.
Keputusan melakukan operasi memang disarankan dan harus dilakukan oleh pihak rumah sakit karena ada pendarahan di dalam kepala. Orang tua dan keluarga juga menghadapi dilema dalam memutuskan operasi ini karena dokter juga tidak bisa menjamin Engellie akan pulih seutuhnya. Tjhin Siau Ling akhirnya menyerahkan semua yang terbaik kepada para dokter. “Saya pasrahkan semua kepada dokter, (saya) hanya berharap yang terbaik buat Engel,” tegasnya, “berdoa dan berdoa terus kepada Tuhan.” Akhirnya pada hari Kamis, 31 Maret 2016, operasi pengangkatan batok kepala sebelah kiri dan gumpalan darah di otak dilakukan oleh tim dokter dari Rumah Sakit Satya Negara yang dipimpin oleh dr. Gunawan Susanto selama lebih dari 3 jam.
Atas rekomendasi dr. Gunawan Susanto, pada hari Sabtu, 2 April 2016, Engellie sudah bisa pulang setelah satu hari diisolasi di ruang khusus. Untuk menghindari infeksi, batok kepala Engellie diinkubasi di dalam perutnya sampai saatnya operasi pemasangan batok kepala. Sebulan kemudian, akhirnya pada hari Selasa, 17 Mei 2016 dilakukan operasi pemasangan batok kepala. “Kondisi kepalanya sudah cekung ke dalam dan siap dipasang kembali batok kepalanya,” kata dr. Gunawan.
SENYUM BAHAGIA. Kebahagiaan Engellie dan ibunya, Tjhin Siau Ling setelah menerima rapor kenaikan kelas.
Semangat untuk Sembuh
Dalam masa penyembuhan selama rentang waktu bulan April - Mei 2016, Engellie menjalani fisioterapi dan terapi bicara di RS Satya Negara selama beberapa minggu dengan didampingi Hendra, relawan Tzu Chi. Selama masa pendampingan, Hendra terus mengamati perkembangan Engellie pasca operasi. Semangat serta kemauan untuk segera pulih dari stroke terus ditunjukkan gadis mungil yang tegar ini. “Banyak kemajuan, dari suara yang lebih keras hingga kini sudah bisa berjalan,” kata Hendra menceritakan pengalamannya mendampingi Engellie.
Dalam masa penyembuhan ini, Tjhin Siau Ling juga menanyakan kepada putrinya apakah masih mau bersekolah atau tidak. Tanpa diduga Engellie mengiyakan. Hanya saja ia mengajukan syarat, “Mama, Engel mau sekolah lagi, tapi langsung kelas 5. Aku nggak mau tinggal kelas, malu sama teman-teman,” kata Tjhin Siau Ling saat menirukan jawaban Engellie waktu itu. Walaupun masih terdapat kekurangan pada tangan kanannya (sulit menulis), Engellie tetap bersikeras meminta pelajaran susulan dari sekolah. Tjhin Siau Ling kemudian menghadap Kepala SD Cinta kasih Tzu Chi, Freddy, untuk menyampaikan keinginan Engellie. Pihak Sekolah Cinta Kasih (SCK) Tzu Chi juga memberikan kemudahan bagi Engellie untuk melanjutkan pelajarannya di rumah. Sunarjo, wali kelasnya di kelas 4 datang ke rumah Engellie untuk memberikan materi pelajaran setiap hari. “Sebelum sakit (Engellie) secara akademis tidak masalah. Motivasi belajarnya juga tinggi,” ungkap Sunarjo.
Selama mengikuti pelajaran dari rumah, Engellie diberi tugas-tugas lanjutan untuk mengejar ketertinggalannya. Namun porsi pelajaran yang diberikan tetap disesuaikan, mengingat Engellie masih dalam masa penyembuhan. Beberapa guru yang mengajar pelajaran khusus seperti bahasa Mandarin dan Inggris juga ikut datang ke rumah Engellie. Melihat kesiapan dan kemampuan belajarnya, akhirnya pihak sekolah memutuskan Engellie untuk bisa mengikuti ujian kenaikan kelas dari rumah. “Pihak sekolah mengapresiasi keinginan Engellie agar bisa naik kelas,” tambah Sunarjo.
Berkat semangat dan keinginan yang kuat dari Engellie, pada hari Rabu, 22 Juni 2016. Tjhin Siau Ling menemani Engellie ke sekolahnya untuk mengambil rapor kenaikan kelas. Di ruang kelas 4-D, Engellie mendapatkan hadiah dari usaha kerasnya belajar dengan naik ke kelas 5. Sukacita dan kebahagiaan dirasakan oleh Tjhin Siau Ling dan Engellie. Setelah melewati hari-hari dengan susah payah, akhirnya Engellie berhasil dalam menyelesaikan pelajarannya dengan nilai yang baik. “Kami sangat bersyukur karena Tzu Chi telah membantu keluarga kami, khususnya (pengobatan) Engellie,” ungkap Tjhin Siau Ling. Ia juga mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada tim dokter yang telah menangani Engellie sampai sembuh.
Masa liburan sekolah pun telah berakhir. Senin, 18 Juli 2016, Engellie untuk pertama kalinya masuk sekolah. Di bangku kelas 5-A, SD Cinta Kasih Tzu Chi, Engellie kini sudah siap kembali menuntut ilmu dan mengejar cita-citanya: menjadi seorang Chef (koki) di masa depan.
Jurnalis : Arimami Suryo A
Fotografer : Arimami Suryo A, Hendra(He Qi Barat)