Home of Arzu: Secercah Harapan Bagi Pencari Suaka Jakarta
Husain Rasooli (baju putih), sesaat sebelum pergi dan menetap di Australia setelah permohonan suakanya diterima di negeri Kanguru. Husain merupakan salah satu anak yang tinggal di Home of Arzu, sebuah rumah tinggal yang disediakan Tzu Chi untuk para pengungsi asal negara Timur Tengah ini.
“Saya
terpisah dari orangtua dan saudara saya. Betapa saya merindukan ibu saya saat
ini,” ungkap Bismillah Joia, seorang anak yang saat ini masih berusia 14 tahun
yang kini tercatat sebagai pengungsi di Indonesia.
Bismillah
Joia tidak sendiri. Ia bersama delapan temannya terpaksa meninggalkan tanah
kelahiran mereka di Afghanistan untuk mencari kedamaian dan ketenangan di
Indonesia. Konflik bersenjata di Afghanistan membuat lonjakan jumlah pengungsi
mencapai 1,2 juta orang. Angka ini melonjak pesat dibandingkan di tahun 2012
yang mencapai 500.000 pengungsi.
Joia
dan para pengungsi lainnya semakin terperangkap dalam konflik Afghanistan yang
kian memburuk saat Taliban menggencarkan serangan musim semi tahunan mereka.
Menurut Bismillah, tembakan bersenjata menjadi pemandangan sehari-harinya kala
ia masih berada di Afghanistan.
Penduduk
Afghanistan tak punya pilihan lain, selain mencari kedamaian di negara lain. Perjuangan
Joia untuk pindah dari Afghanistan menuju Indonesia juga sangat berliku. Ia
terbang dari negara asalnya menuju India dengan menggunakan pesawat, setelahnya
ia kembali terbang menuju Malaysia. Dari Malaysia menuju Indonesia, Joia menggunakan
kapal.
“Saat
itu saya takut sekali. Saat hendak ke kapal, saya harus berjalan sekitar 30
meter dan suasana pada saat itu sangat gelap sekali. Dari kapal kecil, saya
dipindahkan ke kapal yang lebih besar. Saya menutupi wajah saya dengan kain sehingga
saya tak melihat air di laut dan ombak yang besar,” kenang Joia dengan mata
yang berkaca-kaca.
Kondisi para pengungsi yang sangat memprihatinkan. Karena keterbatasan tempat dan sumber daya dalam membantu mereka, para pengungsi ini harus tidur di belakang Kantor United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Sesampainya
di Indonesia, perjuangan untuk hidup tenang dan nyaman pun masih terasa
panjang. Saat Joia dan kedelapan temannya sampai di Jakarta, mereka tak
memiliki tempat tinggal. Dua bulan lamanya mereka tidur di pinggir jalan,
beralaskan aspal jalan, diterpa dinginnya malam dan panasnya terik di kala
siang hari.
Rasa
lapar pun sering menghampiri. Mereka tak punya pilihan lain selain menunggu
belas kasihan warga Jakarta yang tak sengaja lewat di tempat mereka
menghabiskan siang dan malam, tepatnya di belakang kantor United Nations High Commissioner for Refugees atau UNHCR di kawasan
Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Saat itu tanda tanya besar pun memenuhi ruang-ruang di hati dan kepala mereka. Dimanakah kedamaian yang sesungguhnya itu berada?
Hong Tjhin, relawan Tzu Chi yang merasa prihatin dengan kondisi para pengungsi ini kemudian berinisiatif untuk memberitahukan kondisi ini kepada relawan Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas. Sejak itu, sebuah rumah yang nyaman menjadi tempat bernaung para pengungsi ini.
Pelangi Sehabis Badai
Akan
ada pelangi sehabis badai. Seperti itulah gambaran kehidupan Joia dan kedelapan
teman-temannya yang kini terpisah ribuan kilometer dari keluarga yang mereka
cintai.
Tepat
di bulan Mei 2016 menjadi bulan berseminya harapan bagi Joia dan teman-temannya.
Kala itu, pembina Tzu Chi Sinar Mas, Shixiong
Hong Tjhin melewati ruas-ruas jalan dimana para pengungsi yang seluruhnya
adalah anak-anak di bawah umur sedang tidur di jalan. Segera dirinya memberi
kabar kepada seluruh relawan Tzu Chi Sinar Mas untuk bersama-sama memberikan
bantuan.
Tak
berselang lama, kesembilan pengungsi yang seluruhnya adalah anak di bawah umur
ini dipindahkan ke rumah yang disewa oleh Tzu Chi Sinar Mas sebagai rumah
tempat mereka tinggal, menghabiskan siang dan malam tanpa lagi takut merasakan
turunnya hujan.
Selama tinggal di Home of Arzu (Rumah Harapan) para pengungsi ini juga mendapatkan perhatian dari para relawan, baik dalam kesehatan maupun pendidikan non formal. Hal ini membuat benih-benih kebajikan juga tumbuh dalam hati mereka. Salah satunya ditunjukkan Husain Rasooli yang ikut mendonorkan darah.
Setelah
dipindahkan ke rumah yang diberi nama Home
of Arzu (Rumah Harapan), kondisi kehidupan kesembilan anak-anak ini
berangsur-angsur membaik. Mereka tak lagi merasa kelaparan dan tak lagi
merasakan dinginnya aspal jalanan di kala malam. Bahkan di Home of Arzu ini
mereka memiliki dua orang pendamping: yaitu Kamran Ali dan Hussain Rasooli yang
bertindak sebagai kakak sekaligus orang tua bagi Joia mereka.
Selain
memberikan sandang dan papan, di Home of Arzu, relawan Tzu Chi Sinar Mas juga
memberikan pendidikan bagi Joia dan teman-temannya. Mulai dari pelatihan bahasa
Inggris, bahasa Indonesia, kelas komputer,
hingga pelatihan skill sesuai
dengan pilihan mereka.
Joia
memilih kelas mekanik, sebab suatu
hari nanti ia ingin menjadi mekanik handal. Teman-temannya yang lain memilih
kelas yang berbeda sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Mulai dari
kelas mesin, elektrik, memasak, hingga hair-stylist.
Mereka menjalaninya dengan penuh rasa syukur dan bahagia.
Selain
mendapatkan pelajaran formal, mereka juga diberikan kesempatan untuk
berolahraga sehingga pikiran tak jenuh dan bosan. Olahraga yang rutin dilakukan
oleh Joia dan teman-temannya adalah voli, futsal, dan berenang. Aktivitas ini
tidak hanya membuat mereka gembira dan sehat, namun lebih daripada itu juga
mengakrabkan satu dengan yang lainnya.
Para pengungsi yang tinggal di Home of Arzu juga sering terlibat dalam kegiatan sosial Tzu Chi. Seperti saat memberikan bingkisan Lebaran kepada para pengungsi agar bisa merayakan hari raya dengan penuh sukacita.
Aktif dalam Kegiatan Tzu Chi
Memiliki
latar belakang sebagai korban konflik dan masa lalu yang kelam tak membuat para
pengungsi dari Afghanistan ini menjadi apatis dan pesimis. Kondisi hidup yang
saat ini jauh lebih baik, justru menggerakkan hati mereka untuk aktif dalam
kegiatan sosial, termasuk yang dilaksanakan oleh Tzu Chi.
Joia
dan teman-temannya tak pernah absen dalam kegiatan rutin Tzu Chi Sinar Mas
yakni donor darah yang dilaksanakan di Plasa Sinar Mas Land, Thamrin, Jakarta
Pusat. Mereka ikut dalam persiapan hingga pada saat kegiatan. Bahkan, beberapa
dari mereka ikut menyumbangkan tetesan demi tetesan darah mereka bagi orang
yang membutuhkan.
“Ini
adalah pengalaman saya pertama kali dalam mendonorkan darah. Awalnya sempat
takut, namun rasa takut itu saya coba
hilangkan. Saya hanya fokus bahwa darah yang saya sumbangkan ini akan berguna
bagi orang-orang yang sakit,” tutur Hussain Rasooli sesaat setelah mendonorkan
darah.
Kegiatan
Tzu Chi lainnya yang juga kerap diikuti adalah daur ulang. Dengan sigap Joia,
Hussain, Kamran, dan anak-anak lainnya membantu memilah plastik-plastik yang
siap didaur ulang. Walaupun kondisi di siang hari sangat panas dan keringat
membasahi baju, mereka tetap dengan senang hati membantu para shibo dan shiqu dalam melaksanakan misi pelestarian lingkungan.
“Saya
sangat bahagia dan selalu excited dalam
menjalankan kegiatan Tzu Chi. Bagi saya, kegiatan-kegiatan Tzu Chi itu sangat
indah sekali khususnya dalam hal kemanusiaan. Dan saya sangat bersyukur bisa
menjadi bagian dalam kegiatan ini,” tutur Kamran Ali yang sudah setahun
menjalani aktivitas sebagai guardian di
Home of Arzu.
Tak
jarang juga relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke Home of Arzu yang
berada di kawasan Kebon Nanas, dan memberikan motivasi serta sesi sharing antar relawan dan para
pengungsi. Kedatangan relawan ini menambah warna warni baru di hidup mereka.
Mereka sadar, walaupun mereka jauh dari keluarga yang mereka cintai, namun
mereka memiliki keluarga baru yang juga memberikan perhatian sehingga mereka
tak lagi merasakan kesepian dan sedih.
Rasa
bahagia serta haru memenuhi ruang hati dan pikiran relawan Tzu Chi Sinar Mas
yang dengan penuh kesabaran serta kasih sayang mendampingi kesembilan anak-anak
pencari suaka ini. Riani Purnamasari, misalnya. Sebagai relawan Tzu Chi yang
setia mendampingi anak-anak di Home of
Arzu, ia merasa sangat bersyukur dengan kondisi bangsa Indonesia yang
terbebas dari konflik perang dan kontak senjata.
Menurut
Riani, saat ini tak ada lagi sedih di wajah mereka seperti saat pertama kali
bertemu di dekat Kantor UNHCR Jakarta. Bahkan saat ini mereka tengah disibukkan
dengan kegiatan belajar-mengajar serta internship
untuk melatih skill mereka. Kemampuan
ini sangat diperlukan agar bisa menjadi bekal mereka saat hidup di negara yang
akan mereka tinggali kelak.
Riani
juga berharap banyaknya dukungan dari berbagai pihak terhadap anak-anak Home of Arzu ini agar apa yang saat ini
tengah mereka cita-citakan dapat direalisasikan. “Karena bagaimanapun, mereka (para
pencari suaka) ini berhak untuk mendapatkan hidup yang layak dan memiliki
harapan.”
Merajut
Mimpi yang Lebih Indah
Indonesia
memang hanya menjadi negara transit bagi Joia dan seluruh penghuni di Home of
Arzu. Pada akhirnya, UNHCR akan menunjuk mereka ke satu negara yang menjadi
negara tetap mereka.
Hussain
Rasooli, salah seorang anak yang tinggal di Home of Arzu kini telah
meninggalkan Indonesia untuk terbang dan tinggal tetap di negeri kangguru, Australia.
Tepat di tanggal 17 Mei 2017, Hussain meninggalkan teman-teman di Home of Arzu
dan juga para relawan Tzu Chi yang udah ia anggap seperti keluarga dan kembali
merantau ke negeri orang.
“Lakukan
yang terbaik, jangan malas, dan jangan mengeluh,” pesan Hussain Rasooli kepada
para penghuni Home of Arzu sesaat sebelum ia lepas landas ke Australia.
Kamran
Ali yang bertugas sebagai guardian di
Home of Arzu juga tengah menunggu pengumuman dari UNHCR untuk diberangkatkan ke
Kanada. Berbagai proses termasuk wawancara telah ia jalani. Dan dengan penuh
kesabaran ia menunggu dan akan segera mengikuti jejak Hussain Rasooli untuk
kehidupan yang lebih baik.
Tidak
hanya bagi para guardian, Joia dan
kedelapan teman-temannya juga mengharapkan hal yang sama. Mereka ingin tinggal
di sebuah negara yang pasti, yang secara legal mengizinkan mereka untuk
menempuh pendidikan dan juga bekerja. Walaupun mereka sudah merasa nyaman di
Indonesia, namun mimpi tidak berhenti sampai di sini saja.
Keberanian,
optimisme, dan kekuatan. Tiga hal ini dapat kita petik sebagai pelajaran dari
perjalanan panjang Bismillah Joia dan teman-temannya. Dalam usia yang masih
sangat belia, menjadi korban peperangan, dan dengan bermodalkan keberanian
mereka memutuskan untuk terbang ke negeri orang.
Badai
telah mereka lalui. Kini Bismillah Joia dan teman-temannya menemukan sandaran
batin. Walau rasa rindu terhadap keluarga sering menghampiri, namun dengan
aktivitas dan teman-teman yang ada di sekitar mereka, mereka dapat melalui itu
semua.
Bismillah Joia juga memberikan kita pelajaran penting bagi hidup, yakni Harapan. Itulah sebab, mereka tinggal di rumah yang bernama Home of Arzu. Arzu yang berarti Harapan. Mereka adalah harapan, bagi diri mereka sendiri, keluarga, dan juga Tzu Chi.
Penulis: Ruth Putryani Saragih, Fotografer: Dok. Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas