Jika Hati yang Berbicara
“Makanya kita harus cepat cepat berbuat baik, takut nanti ga ada waktu,” ucap Mimy Suwaty seketika, saat mendengar berita di televisi tentang runtuhnya sebuah sisi bangunan Pasar Tanah Abang, Jakarta.Dengan penuh semangat dan sambil melayani, ia pun mulai mengajak para pelanggan kantinnya untuk peduli dengan keadaan dunia dan sesama.
Kehidupan Mimy memang telah berubah. Ibu dari tiga orang anak ini sudah tidak lagi menikmati kenikmatan duniawi yang dahulu sering dilakukannya, “Dulu saya tidak pernah susah. Waktu saya hanya diisi dengan belanja dan belanja.” Tetapi hal tersebut sudah tidak lagi dilakukannya sejak sang suami meninggal beberapa tahun yang lalu.
Sekarang, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Mimy menjalankan usaha warung makan Kantin Abi, yang berada di rumahnya di Green Garden Blok A14/22, Jakarta Utara. “Setelah suami sudah tidak ada, saya harus bisa mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak. Mereka harus tetap sekolah,” kenangnya.
Selain menjadi kepala keluarga, Mimy pun juga mulai sering mengikuti beberapa kegiatan keagamaan di wihara. “Sekarang saya mulai kembali ke agama dan sosial,” tambahnya. Bahkan setelah mengetahui DAAI TV dari salah satu temannya, ia pun mengaku menjadi rutin menonton acara Lentera Kehidupan yang menayangkan Ceramah Master Cheng Yen.
Dimulai dari Sampah
“Waktu melihat ceramah itu, hati ya langsung tersentuh. Apa yang Beliau katakan tentang kerusakan bumi, bencana alam, penderitaan manusia, semua itu benar. Kita memang harus sadar, dan mulai berbuat baik untuk sesama,” tandas wanita yang mengaku selalu mengawali harinya dengan menonton Ceramah Master Cheng Yen di DaaiTV ini.
Semenjak itu, Mimy langsung bertekad dalam hati untuk berbuat sesuatu bagi sesama, “Dari situ saya mulai mengumpulkan sampah untuk dipilah dan disumbangkan.” Bermula dari sampah yang berasal dari kantinnya sendiri, lama-kelamaan Mimy mulai mencari donatur sampah. Bahkan, pelanggan kantinnya pun tidak luput dari ajakannya untuk menyumbangkan sampah rumah mereka.
“Daripada di rumah buat penuh dan kotor, mendingan sumbang ke Tzu Chi bisa jadi dana untuk membantu orang lain,” ucapnya lantang. Menurut Mimy, mengajak orang bersumbangsih melalui sampah jauh lebih mudah dibandingkan dengan meminta sumbangan dalam bentuk uang. Awalnya mereka juga sempat ragu-ragu dan mengira saya akan menjual sampah-sampah tersebut dan mengambil keuntungan. “Saya selalu bilang kepada mereka (donatur sampah-red), apa yang Anda sumbang ini akan saya berikan ke Tzu Chi. Dan saya akan menjaga sumbangan kalian ini dengan baik, hingga Tzu Chi mengambilnya.”
DONATUR SAMPAH. Dari informasi yang beredar dari mulut ke mulut, Mimy sekarang berhasil mengumpulkan lebih kurang 40 keluarga yang berkenan menyumbangkan sampah daur ulang mereka ke posko mini miliknya.
Sebelum menerima sumbangan sampah daur ulang dari para donaturnya, Mimy terlebih dahulu melakukan sosialisasi tentang pemilahan sampah yang harus dilakukan. “Pertama kali sampah-sampah itu datang, saya bingung karena semuanya tercampur dan sangat kotor. Tapi setelah saya menjelaskan kepada merek acara pemilahan sampah yang benar, akhirnya kini mereka memberikan saya sampah yang sudah bersih dan telah dipilah,” ungkapnya sambil tersenyum.
Posko Daur Ulang
Hingga saat ini sudah ada lebih kurang 40 keluarga yang rutin menyumbangkan sampah nya kepada Mimy. Mulai dari tetangga di sekitar rumah, pelanggan Kantin Abi, hingga teman-teman terdekatnya. “Para donatur sampah itu tahu dari mulut ke mulut. Biasanya saya juga suka menceritakan tentang Tzu Chi kepada pelanggan di kantin, dan akhirnya banyak dari mereka yang tertarik untuk ikut menyumbang sampah, menceritakan lagi kepada teman atau kerabatnya,” katanya.
Kegiatan ini telah dijalani Mimy selama lebih kurang satu tahun. Namun karena setengah tahun belakangan ini jumlah sampah dari donatur yang dikumpulkannya semakin banyak, dan sudah tidak lagi memungkinkan untuk ditaruh di dalam rumahnya, akhirnya ia memutuskan untuk membuat posko daur ulang di depan kantinnya. “Dulu sebelum ada posko, lantai dua rumah saya penuh dengan sampah. Semakin lama rasanya semakin mengganggu, oleh karena itu akhirnya saya memutuskan kios kecil yang dahulu saya sewakan, saya gunakan jadi posko daur ulang sampah,” jelasnya.
Tadinya kios berukuran lebih kurang 4x2 meter ini biasanya disewakan oleh Mimy sebesar 750.000 rupiah per bulan. Namun setelah kios tersebut berubah fungsi, maka secara otomatis pendapatan Mimy pun berkurang. “Tidak apa saya tidak dapat uang sewa. Semua sudah keluar dari hati, jadi biar pendapatan berkurang tapi hati ini bahagia,” ungkapnya haru.
Tidak hanya sebagai tempat penyimpanan barang-barang daur ulang, posko mini tersebut juga dijadikan Mimy sebagai tempat berbuat kebajikan. Setiap hari Minggu, apabila barang-barang di dalam posko tersebut sudah penuh, maka Mimy mengajak anak-anak serta karyawan kantinnya untuk melakukan pemilahan sampah. Baik itu menginjak botol, me misahkan sampah pastik dan kertas, mau pun merapikannya, “Tadinya saya membayar karyawan untuk melakukan itu. Tapi sekarang, setelah dijelaskan mereka melakukannya dengan sukarela.”
Biasanya mobil posko daur ulang sampah datang ke tempat Mimy setiap satu minggu sekali, tetapi apabila sampah yang di posko sudah terlalu banyak maka bisa dua kali dalam seminggu. “Kalau sudah terlalu banyak, kadang saya khawatir nanti dibongkar orang (pemulung-red). Walaupun dikunci, tapi saya tidak tenang, makanya saya pasti menyuruh mobil daur ulang Tzu Chi mengambilnya,” katanya.
Mimy mengaku, semenjak mendengarkan Master Cheng Yen dan melakukan kegiatan daur ulang ini, hatinya menjadi lebih tenang dan bahagia. “Sebenarnya saya ingin sekali menjadi relawan Tzu Chi. Tapi karena saya masih memiliki kewajiban (menikahkan dua anaknya lagi-red), maka saya memilih untuk melakukan ini terlebih dahulu. Tapi saya berjanji, kalau kewajiban saya sudah selesai saya akan menjadi relawan Tzu Chi,” tutur wanita yang mengaku akan melakukan kegiatan daur ulang sampah seumur hidupnya ini.