Menemukan Bakat Tiffany (Bagian II)
Tiffany saat memperagakan isyarat tangan bersama relawan Tzu Chi. Selama di Tzu Chi Tiffany gemar berlatih isyarat tangan. |
| |
Memasukkan Tiffany pada kursus melukis merupakan sebuah usaha yang didasari oleh coba-coba. Karena menurut informasi yang didapat oleh Meilissa, kegiatan melukis sangatlah baik untuk anak penyandang autis dan kebetulan ada sanggar melukis Cissie di daerah Sunter yang mau menerima anak berkebutuhan khusus. Maka Tiffany pun diikutkan kursus melukis di sanggar itu dengan keputusan “mencoba”. Setelah beberapa waktu mengikuti kursus, ternyata Tiffany memang memiliki bakat dalam melukis. Hal ini terbukti selama menjadi peserta kursus, lukisan Tiffany yang beraliran natural (lukisan hewan dan pemandangan) sering diikutkan lomba atau pameran yang diadakan di luar negeri seperti Korea, Polandia, dan Jepang. Selain itu, lukisan Tiffany juga sering diikutkan ke berbagai pameran yang diadakan oleh Yayasan Anak Autis Indonesia. Salah satunya di Senayan City pada acara Autism & Friends pada beberapa waktu yang lalu. Bahkan Yayasan Anak Autis Indonesia kembali mengundang Tiffany untuk memamerkan 10 lukisannya pada 17 – 18 April mendatang di gedung Sucofindo Jakarta.
Ket : -Tiffany begitu gembira ketika menerima buku perenungan Master Cheng Yen di salah satu acara yang diadakan oleh Tzu Chi. (kiri) Untuk meningkatkan kepekaan emosinya, Meilissa kembali mencari kegiatan yang dapat mengasah perasaan Tiffany. Dan pilihan itu jatuh pada musik. Berdasarkan informasi yang didapat maka Meilissa langsung mendaftarkan Tiffany pada salah satu sekolah musik bagi anak-anak berkebutuhan khusus. “Mulanya vokal lalu ganti keyboard,” ujar Meilissa. Kini setelah cukup lama berlatih musik, Tiffany sudah terampil bermain organ. Di sekolah musik ini, Tiffany juga pernah menyumbangkan lagunya ketika sekolah musiknya mengadakan rekaman untuk anak didiknya. Mengenal Tzu Chi Merasa isyarat tangan sebagai kegiatan yang baik untuk anak autis, Meilissa mulai giat membawa Tiffany ke Jing Si Book & Cafe untuk sekadar berlatih isyarat tangan dan mengenal budaya Tzu Chi. Lama-kelamaan, ibu dan anak ini pun jatuh cinta pada Tzu Chi. Meilissa bersama Tiffany mulai aktif mengikuti kegiatan relawan seperti kunjungan kasih atau kelas budi pekerti.
Ket : -Lukisan-lukisan Tiffany saat ikut pameran di Departemen Kesehatan. Menurut Meilissa, di Tzu Chi-lah Tiffany memperoleh keluarga kedua. Selain mendapatkan perlakuan yang sabar dari para relawan, Tiffany juga merasa kerasan setiap kali mengikuti kegiatan Tzu Chi. Bahkan selama mengenal Tzu Chi, Tiffany selalu rutin menyaksikan ceramah Master Cheng Yen di DAAI TV. “Setiap hari Tiffany selalu nonton DAAI TV. TV di rumah channelnya tidak pernah pindah dari DAAI TV,” aku Meilissa. Hal ini yang membuat Meilissa tersentuh hingga dirinya tak kuasa untuk menahan linangan air mata di hadapan para relawan. Melihat itu, Lim Ji Shou seorang relawan Tzu Chi langsung menyapa Meilissa, “Kenapa kamu menangis?” “Saya malu shixiong, anak sudah besar seperti ini masih mengamuk,” kata Meilissa. “Kalau kamu menangis seperti itu, berarti kamu tidak menganggap kita sebagai satu keluarga,” balas Ji Shou. Maka sejak saat itu Meilissa pun benar-benar memberikan komitmennya kepada Tzu Chi. Meilissa yang guru taman kanak-kanak ini kemudian ikut ambil bagian menjadi pengajar di Istana Dongeng Ceria (kelas budi pekerti) yang diadakan sebulan sekali. Setiap kali memiliki waktu luang, ia pun ikut serta dalam kegiatan kunjungan kasih. “Saya bersyukur di sini banyak relawan yang mengerti Tiffany. Bersyukur ada Tzu Chi yang mau menerima Tiffany. Saya merasa tidak boleh menerima saja, saya juga harus memberi. Karena itu saya komitmen untuk mengisi Istana Dongeng Ceria,” ungkap Meilissa.
Ket : -Salah satu lukisan Tiffany bergambar panda yang sangat diminati oleh salah satu perguruan tinggi. Selama bergabung di Tzu Chi, keterampilan Tiffany pun semakin terasah. Ia terampil mengikuti kesenian isyarat tangan. Ia tidak saja hafal menyanyikan lagu-lagu Tzu Chi tetapi juga terampil bernyanyi seraya memperagakan bahasa isyarat tangannya. Kekaguman Tiffany terhadap Master Cheng Yen ia tuangkan dengan melukis figur Bodhisatwa Avalokiteswara yang ia berikan saat Master Cheng Yen berulang tahun pada bulan April tahun 2009 lalu. “Tiffany memang berjodoh dengan Master. Saya ini keluarga Katolik tetapi Tiffany langsung cocok begitu melihat Master Cheng Yen. Ia juga hafal membaca mantra Maha Karuna Dharani tanpa saya kasih tahu sebelumnya. Ini memang sudah jodoh,” kata Meilissa. Meski Tiffany memerlukan perhatian khusus tetapi hal itu tidak membuat Meilissa merasa tertekan dibuatnya. Kini Meilissa justru merasa bangga atas bakat yang dimiliki Tiffany. Ia juga merasa bersyukur adanya pertemuan dirinya dengan Tzu Chi. Karena di Tzu Chi-lah Tiffany dapat menemukan orang-orang yang sabar dan peduli dengannya. Tak banyak harapan Meilissa terhadap Tiffany, salah satu harapannya itu adalah agar kelak Tiffany dapat menunjang dan menghidupi dirinya secara mandiri. Sebuah harapan yang sederhana dari ketulusan hati seorang ibu. Semoga dengan banyaknya kebajikan harapan itu dapat terlaksana. Selesai
| ||