Menggerakkan Roda Ekonomi Melalui Tzu Chi Peduli Tzu Chi Berbagi


Setidaknya ada 236 warung nasi yang dapurnya kembali mengepul, mendapat berkah dari program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi. Sebuah ikhtiar dari para relawan Tzu Chi membantu pemilik warung makan skala kecil yang limbung akibat pandemi Covid-19 untuk bangkit kembali.

*****

Lampu etalase di stan kecil bertuliskan WAROENG MENIK pagi-pagi sekali sudah menyala terang. Si empunya warung, Ibu Priasih yang lebih dikenal dengan Bu Menik sudah sibuk sejak subuh.

Pukul empat pagi, Bu Menik sudah berangkat ke pasar berbelanja semua kebutuhan untuk berdagang hari itu. Ditemani suaminya yang kebetulan sedang sehat, usai berbelanja ia langsung diantar ke Mall Taman Palem, Cengkareng, Jakarta Barat. Biasa kalau asam lambung dan asam urat suaminya kambuh, si ibu pergi sendiri atau ditemani anaknya. Predikat tulang punggung memang telah disandangnya sejak sepuluh tahun lalu.

Berkutat dengan kompor dan lain-lain, pagi itu Bu Menik selesai memasak semua menu sekitar pukul 8 pagi. Namun ia malah belum menyempatkan diri untuk sarapan. Cukup segelas teh manis hangat saja katanya. Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat pola makan Bu Menik acak-adut. Ia sempat dilanda stres dan sakit karena bingung sekaligus takut kalau-kalau usahanya tak bisa lagi menjadi tumpuan hidupnya. Itu juga yang membuat berat badan ibu berusia 53 tahun itu menyusut hingga10 kg.

“Sekarang orang kalau beli, suka bilang saya kurusan. Ya gimana, banyak stresnya,” timpalnya penuh canda.

Terletak di foodcourt Lt. 3 Mall Taman Palem, dulu Waroeng Menik memiliki 2 stan. Bu Menik bercerita penghasilan kala itu bisa menutup seluruh biaya sewa yang sebulan mencapai 2 jutaan per stan-nya. Ia juga punya 3 karyawan yang masing-masing digaji sekitar 2 juta setiap bulan. Penghasilannya juga masih bisa ditabung untuk persiapan hari tua.

“Coba nggak ada aneh-aneh (pandemi Covid-19) begini, Neng,” ucapnya mengeluh.

Pandemi Covid-19 nyaris membuat Waroeng Menik milik Ibu Priasih gulung tikar. Pesanan dari tim Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi turut membantu Waroeng Menik bangkit, mengembalikan perekonomiannya yang terpuruk, termasuk perekonomian karyawannya.

Diterpa pandemi sejak 2020 lalu, tak kuat rasa hati Bu Menik melihat warungnya sepi setiap hari. Makanan yang sudah ia masak selalu tersisa. Sayur yang basi dan tak bisa dibagikan kepada orang lain, terpaksa ia buang. Untuk lauk, ia bawa pulang dan dibagikan ke tetangga atau keluarga dekatnya.

Berbagai peraturan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 membuat keramaian di mall dan berbagai pusat perbelanjaan kala itu mulai dibatasi. Hanya sektor tertentu yang masih dibolehkan membuka usaha. Departement store besar pun ikut gulung tikar, ditambah lagi aktivitas mingguan di rumah ibadah yang ada di mall tersebut ditiadakan. Omzet Waroeng Menik turun drastis, tapi Bu Menik tak sehari pun menutup warungnya.

“Uang sewa jalan terus, Neng. Jadi tetap buka, siapa tahu besok ramai. Begitu aja doa saya. Mungkin hari ini lagi sepi, semoga besok ramai,” tuturnya.

Saat Covid-19 meluas, Bu Menik kemudian melepas salah satu stan jualannya. Tak kuat ia menanggung biaya sewa yang terus menunggak. Ketiga karyawannya juga terpaksa dirumahkan. Ia tak sanggup membayar gaji mereka. Sementara itu tabungan untuk hari tua menjadi bantalan untuk membayar sewa stan.

Bu Menik bekerja keras pontang panting mengurus warungnya dibantu tiga anaknya secara bergantian. Ia mengatakan saat itu rasanya seperti antara hidup dan mati, bingung, sekaligus ingin putus asa saja. Beruntung keluarga menguatkan dan mendukungnya. Ia tetap berjualan walau dengan kepasrahan.

Para pedagang yang ikut dalam program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi bersyukur mendapat pesanan dari Tzu Chi, terlebih hasil masakan mereka dibagikan kepada warga yang sedang kesusahan menghadapi pandemi.

Pada akhir Agustus lalu, saat Lily, seorang karyawan sekaligus relawan dari komunitas Xie Li Yayasan dan DAAI TV datang ke warung untuk bertanya-tanya dan berencana memesan makanan, Bu Menik menangis haru.

“Ya Allah, seneng banget. Kemarenkemaren kan dagangan sepi. Terima kasih mau bantu Ibuk. Terima kasih banyak sama Tzu Chi. Jadi bisa bantu buat bayar sewa atau lainnya,” ungkap Bu Menik penuh syukur.

Sejak 6-10 September 2021 itu, tim Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi dari Xie Li Yayasan dan DAAI TV memesan 100 porsi makanan vegetaris dari Waroeng Menik. Makanya sejak subuh Bu Menik semangat memasak. Seminggu itu pula, ia memanggil satu karyawannya untuk kembali bekerja.

Ada kelegaan yang terpancar dari mata Bu Menik. Ia yakin usaha yang dirintisnya dari nol itu akan kembali berjalan dan bisa mengembalikan perekonomiannya yang terpuruk, termasuk perekonomian karyawannya.

Ketika tahu masakannya akan dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan, Bu Menik makin antusias. “Semoga yang menerima makanan ini biar pada sehat selalu, dilindungi, rezekinya bertambah, berlimpah,” doanya.

Berawal dari Pemikiran Sederhana
Pandemi Covid-19 memang memukul perekonomian masyarakat menengah ke bawah, salah satunya pemilik warung nasi skala kecil. Sebelumnya warung nasi umumnya mendapat pemasukan dari para pekerja pabrik, pekerja konveksi, supir ojek daring yang biasa mangkal di tempat mereka, dan sebagainya.



Relawan Tzu Chi komunitas Xie Li Badan Misi Yayasan dan DAAI TV mengambil makanan yang sudah siap untuk dibagikan (atas). Wajah sumringah penerima makanan yang bersyukur bisa mendaparkan rezeki untuk makan siang (bawah).

Namun sejak pandemi kondisinya berubah. Banyak pabrik terpaksa tutup, konveksi yang gulung tikar, supir ojek daring yang sepi orderan. Kondisi ini praktis berdampak pada pemilik warung nasi. Omzet mereka turun drastis. Beberapa pemilik warung nasi menunggak bayar uang kontrakan, bahkan merumahkan karyawannya. Beberapa warung terpaksa tutup, para pemilik warung menggunakan tabungan mereka untuk menyambung hidup.

Inilah yang mengilhami para relawan untuk secara langsung membantu para pemilik warung nasi. Caranya dengan membeli makanan mereka dan membagikannya kepada warga sekitar warung yang juga kesusahan. Dengan demikian tak hanya pemilik warung yang terbantu, namun juga pihak lainnya.

Adalah Wylen Djap, relawan Tzu Chi dari Hu Ai Jembatan Lima yang memprakarsai ide ini. Wylen ingin ada sebuah aksi sosial yang bisa menggerakkan roda ekonomi masyarakat menengah ke bawah yang seret karena pandemi tak kunjung usai.

“Jangan hanya bertumpu pada sisi pengobatan atau yang lain, tapi sebenarnya mereka yang di bawah ini juga butuh sesuatu untuk pegangan mereka,” kata Wylen.

Wylen pun menyampaikan ide tersebut kepada Like Hermansyah, relawan senior Tzu Chi yang dulu mengetuai He Qi Pusat dan Ketua He Qi Pusat saat ini, Eva Wiyogo. Setelah disetujui, relawan di Hu Ai Jembatan Lima bergerak untuk mematangkan konsep dan melanjutkannya dengan proses survei, warung mana yang paling berhak untuk dibantu.

Wylen Djap, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat sekaligus koordinator kegiatan memberikan sosialisasi tentang hidup sehat dengan mengonsumsi makanan nabati sebagai persiapan pelaksanaan program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi di halaman Kantor Kelurahan Glodok, Jakarta Barat.

Diawali dari Hu Ai Jembatan Lima yang memulai program ini pada Senin, 23 Agustus 2021, gerakan ini kemudian diikuti oleh semua Hu Ai lain di komunitas He Qi Pusat, bahkan ke He Qi lainnya. Tak hanya warung nasi di Jakarta yang mendapat berkah dari program ini, namun juga di Bekasi, Cikarang, Tangerang, Surabaya, Pekanbaru, Lampung, dan Jambi.

Agar tepat sasaran, tim relawan menggandeng pihak kelurahan. Mereka yang paling paham mana warung yang paling berhak dibantu, juga mana warga yang paling berhak mendapat nasi kotak pesanan Tzu Chi ini. Pihak kelurahan sendiri sangat antusias. Dalam mendukung program ini, mereka menugaskan Kasi Kesra, Kader PKK, PPSU, dan juga Babinsa setempat.

“Dengan adanya bantuan ini Alhamdulillah dapat mendongkrak atau mengangkat bagi pengusaha dan pedagang kecil untuk bergerak lagi ekonominya,” kata Lurah Glodok, Dian Rahadian.

Apalagi, Tzu Chi Peduli Tzu Chi Berbagi, manfaatnya tak hanya dirasakan para pemilik warung saja. Kue ekonomi ini juga dirasakan manisnya oleh para tukang sayur di mana pemilik warung berbelanja, juga pengemudi bajaj atau tukang becak yang jasanya digunakan oleh pemilik warung.

“Jadi roda ekonomi bisa berputar cukup kencang lagi di bawah. Itu yang sebenarnya mau kami gerakkan. Walaupun tak kelihatan tapi sebenarnya ini berdampak luas,” tambah Wylen.

Meningkatkan Keterampilan Pemilik Warung Nasi

Relawan Tzu Chi Surabaya membagikan nasi kotak vegetaris dari Warung Tombo Luwe. Program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi terus meluas. Selain di Jakarta, gerakan ini juga sudah diikuti oleh relawan Tzu Chi luar kota seperti Tangerang, Lampung, Surabaya, Pekanbaru, dan Jambi.

Di lapangan, para relawan turun mendampingi para pemilik warung menyiapkan pesanan, hingga pesanan tersebut dibagikan pada warga sekitar yang kesusahan. Tak hanya pendampingan, relawan juga memberikan pembinaan.

Jessica, koordinator bidang konsumsi He Qi Pusat, dengan keterampilannya memadupadankan menu masakan, merasa terpanggil untuk turun langsung membantu, memberi saran kepada para pemilik warung. Ia juga berbagi resep masakan baru untuk mendukung pengembangan usaha mereka dan mengajarkan bagaimana meningkatkan kualitas makanan melalui standar kebersihan dan cara penyajian yang lebih menarik.

Jessica juga mengajarkan para pemilik warung untuk menghitung belanja yang diperlukan guna memenuhi pesanan. Para pemilik warung yang kurang cakap dalam menghitung kebutuhan ini biasanya karena mereka tak pernah terima pesanan dalam jumlah banyak.

Tim relawan juga mendapati banyaknya pemilik warung yang kurang pandai dalam mengatur keuangan. Seperti Bu Ipat yang sering rugi karena sering dihutangi dan tak dibayar oleh pembeli. Relawan pun mengajarkan pencatatan secara sederhana dan cara-cara penagihan agar kejadian tersebut tak terulang. Bu Ipat menerimanya dengan perasaan senang dan bahagia.

Para pemilik warung lainnya, termasuk Bu Ipat menghargai saran-saran dari Jessica dan tak ragu mempraktikannya. Pelan-pelan pelanggan baru pun berdatangan. Bu Ipat juga sangat bersyukur, dari pesanan Tzu Chi Peduli Tzu Chi Berbagi, kini ia dapat membeli kulkas bekas layak pakai yang selama ini menjadi impiannya.

“Saya sudah lama ingin mengganti kulkas saya yang rusak. Kalau ada kulkas saya bisa simpan sayur dan jual minuman dingin,” kata Ibu Ipat sambil tersenyum.

Masih Sangat Terkesan

Wijah sangat terkesan dengan manfaat dari program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi. Selain terbantu dari segi perekonomian, program ini membuat Wijah belajar banyak hal baru yang bisa ia gunakan untuk memajukan usaha warung makannya.

Sementara itu, spanduk Tzu Chi Peduli Tzu Chi Berbagi masih terpasang di depan warung nasi milik Wijah (39) di Kelurahan Duri Selatan, Jakarta Barat. Padahal sudah dua bulan berlalu sejak warungnya terpilih menjadi salah satu warung yang dibantu dalam program Tzu Chi Peduli Tzu Chi Berbagi.

Pada September 2021, Wijah menerima pesanan nasi dari Tzu Chi selama dua pekan dengan total 10 hari. Kegundahan hati Wijah yang sudah dua bulan tak berjualan akibat sepi pembeli seketika sirna. Apalagi sang sang suami, Wastari, mengalami pecah pembuluh darah di kepala.

“Baru pulang dari rumah sakit saya itu, baru mau mulai dagang. Alhamdulillah dapat bantuan dari Tzu Chi, bersyukur banget,” kata Wijah.

Dari pesanan Tzu Chi, Wijah bisa menabung 100.000 hingga 200.000 rupiah setiap hari. Ia pun jadi punya tambahan modal, bisa membeli obat yang tak di-cover BPJS untuk suami, dan juga mengirim uang untuk dua anaknya yang berada di kampung, Tegal, Jawa Tengah.

Selain mendapat tambahan modal, dari program ini Wijah mendapat banyak ilmu dan inspirasi. Tak heran, ia menjadi lebih kreatif dalam memasak.

“Kan saya diminta menu ini, menu itu. Jadi sekarang saya bisa memasak menu yang seperti kemarin, seperti telur rendang, sekarang banyak yang suka,” katanya senang.

Ungkapan Terima Kasih

Relawan memberikan makanan vegetaris kepada salah satu penarik becak angkutan barang di wilayah RW 04, Kelurahan Glodok. Melaui program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi ini, masyarakat yang membutuhkan di sekitar warung pun merasa sangat senang menerima nasi kotak dari para relawan.

Program Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi (Gerakan Membantu Pedagang Kecil) terus meluas. Sejak Bulan Agustus hingga 11 November 2021, sudah ada 32.876 kotak nasi yang terbagi untuk warga. Jumlah itu didapat dari sekitar 236 warung nasi.

Dari sekian banyak penerima, adalah Rosadi yang kesehariannya berjualan kopi di pinggiran Kali Cisadane, Tangerang. Ia mengaku sangat bersyukur bisa menerima sekotak nasi tiap harinya selama satu minggu di awal bulan September lalu. Sesampainya di rumah, ia tidak memakannya sendiri namun berbagi dengan sang istri, Siti Juriyah. “Cukup ini Neng buat berdua,” katanya sambil melahap nasi yang dilengkapi dengan telur balado, tempe goreng, dan urap sayuran sebagai lauknya.

Penghasilan Rosadi berjualan kopi memang sedang sangat terbatas. Sehari ia paling banyak membawa uang 15 ribu saja. Terlebih Abah Oos, panggilannya tidak bisa melakukan pekerjaan lain karena keterbatasan fisik akibat penyakit polio yang dideritanya saat masih kecil dulu. Selain karena pandemi, ia mengaku tidak mampu merombak gerobak kopinya menjadi lebih memadai sehingga bisa menarik pembeli. “Namanya dagang, kadang sepi, kadang rame. Sekarang banyak juga saingan yang dagang,” cerita ayah dua anak itu.

Dalam keadaan yang serba terbatas itu Rosadi dan Siti Juriyah tak banyak mengeluh. Mereka tetap menjalani kehidupannya dengan sederhana dan secukupnya. “Kita bawa enjoy aja, jangan dipikir-pikir, malah jadi penyakit. Mendingan kita susah senang dibawa happy aja lah, Neng,” timpal Siti Juriyah. “Tapi Alhamdulillah neng, banyak yang kasih bantuan. Kayak makanan hari ini. Terima kasih banyak,” imbuhnya.

Rosadi bergembira karena menerima makanan merupakan berkah untuknya dan keluarga. Sesampainya di rumah, ia menikmati makanan vegetaris dari Tzu Chi bersama istrinya, Siti Juriyah.

Penerima lainnya adalah, Nenek Mariati yang hidup sebatang kara di gubuk kecil yang tidak jauh dari tempat pengambilan nasi kotak di Cilincing, Jakarta Utara. Saat ini ia hidup sendiri karena seluruh saudaranya sudah tiada. Karena himpitan ekonomi, ia sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

“Cari duit sendiri, dari mulung sampah (daur ulang), kemasan botol/gelas minuman mineral, tutup botol plastik, besi tua, botol kaca. Dijual. Kadang dapatnya sepuluh ribu hingga lima belas ribu,” ungkap Mariati.

Lain halnya dengan Cardi (70) duda dengan lima orang anak yang bekerja sebagai penyeberang perahu eretan. “Satu penumpang bayar seribu rupiah. Biasanya bisa dapat seratus ribu rupiah setiap hari. Namun pandemi ini, hanya dapat 40 ribu, kadang 30 ribu,” tutur Cardi.

Carti (45), anak sulung Cardi sangat senang dan berterima kasih kepada relawan Tzu Chi yang sudah memberikan nasi kotak. “Alhamdulillah, saya dapat nasi kotak, waktunya jatah makan siang, bermanfaat banget,” ujar Carti sambil menemani Cardi makan siang.

Selain mengurus suami, dan dua anaknya, Carti juga mengurus kebutuhan Cardi. Carti menjual perabotan reject dari perusahaan sedangkan suaminya seorang buruh lepas untuk memenuhi kebutuhan dua anaknya.

“Kami sangat berterima kasih karena sering dibantu. Semoga Tzu Chi terus melakukan amal baik,” tutur Carti yang pernah menerima sembako dan beras dari Tzu Chi.

Teks: Tim Redaksi
Fotografer: Dok. Tzu Chi Indonesia
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -