Menyumbangnya dengan Tulus, Senangnya tak Terputus
Dengan penuh kegembiraan, relawan menuangkan uang hasil pengumpulan celengan.
Relawan Tzu Chi komunitas He Qi PIK sejak pagi-pagi betul sudah bersiap dengan seragam relawan mereka masing-masing. Agenda mereka kali ini adalah mengunjungi pasar di wilayah PIK, Fresh Market namanya. Bukan untuk belanja, tapi hari itu mereka akan mengumpulkan celengan bambu yang ada di setiap kios di sana.
Tak hanya Tina, terhitung ada 18 relawan yang datang untuk “mengutip” celengan bambu untuk kesekian kalinya di Fresh Market, Jumat (21/6/24). Di sana mereka membuka stan penuangan celengan di lantai basement, tapi mereka tak hanya diam di sana. Ke18 relawan ini dibagi menjadi 10 tim dan berkeliling tiga lantai di Fresh Market untuk menjemput bola.
“Karena mereka (pedagang) kan sibuk jaga kios, jadi kami yang keliling untuk mengambil celengan masing-masing,” jelas Tina Lee, relawan He Qi PIK dengan ramah sebelum relawan berkeliling.
Relawan lainnya pun sama antusiasnya karena tak sabar melihat para pedagang berbagi kisah tentang celengan mereka. “Ada banyak pedagang yang selalu rajin isi celengannya. Bahkan ada satu pedagang sayur yang ketika kami datang ambil celengannya, dia masih tambahin uang yang ada di kasir,” tutur Seri, relawan He Qi PIK dengan semangat. “Nanti kita samperin dia yaaa…,” lanjutnya menggebu.
Pernah Merasakan Hidup Susah
Setelah berpisah dengan relawan lainnya, Seri langsung menepati janjinya. Dia mengajak kami menyambangi bagian sayuran di lower ground untuk bertemu satu pedagang yang ia ceritakan sebelumnya. Di lantai ini, ada puluhan lapak buah-buahan dan sayuran menyambut.
Lokasi lapak dagang yang dimaksud Seri ada di satu pojok lantai lower ground ini. Susi, pemiliknya menyambut kehadiran Seri dengan sumringah. Seperti kata Seri sebelumnya, Susi langsung meraup uang yang ada di laci kasirnya, mengepalnya tanpa dihitung, dan memberikannya kepada suaminya yang ada di luar kios. Susi juga merogoh kantong celananya. Sekilas ia lihat masih ada uang sepuluh, dua puluh ribu di sana. Kembali ia berikan untuk ikut dituangkan.
“Maaf ya Bu, celengan sudah penuh. Ini (uangnya) nggak bisa dimasukin lagi,” kata sang suami dengan senyum ramah.
“Ini uangnya sudah disiapin, Bu. Memang buat celengan, tapi kepenuhan,” imbuh Susi tertawa dari tempat duduknya di tengah kios.
Sementara itu, relawan mengambil dua buah celengan yang ditempelkan di tiang kios. Rata-rata semua kios mengikat celengan mereka di tiang agar tidak lupa menaruh atau hilang. Nah, Susi yang punya dua kios ini, memang punya dua buah celengan pula dan keduanya sudah penuh sejak jauh hari.
Susi Sulani menempelkan dua celengan bambunya ke tiang warung sayurnya setelah suaminya menuangkan celengan bambu yang rutin dilakukan tiga bulan sekali di pasar Fresh Market. Celengan yang terpasang di sana juga memudahkan pembeli yang ingin ikut serta bersumbangsih.
Susi mengaku bangga dan senang karena bisa berpartisipasi menyumbang sebagian dari rezeki yang ia dapat. “Walaupun enggak besar tapi mudah-mudahan bermanfaat,” katanya singkat penuh senyum.
Sekitar 10 tahun lalu, Susi mulai berjualan di Fresh Market. Tak lama setelah itu, ada relawan berkunjung dan menawarkan celengan kepadanya. “Ya saya mau aja karena kalau ada rezeki untuk kita artinya ada sebagian rezeki orang lain juga. Tapi ya kalau untuk sedekah itu tergantung dari masing-masing diri kita ya, kalau saya ya memang mau berbagi.”
Alasan Susi terus memenuhi celengannya karena di masa lalu, ia pernah merasakan susahnya menjalani kehidupan karena ketidakcukupan ekonomi. Maka dari itu, kini setelah perekonomomiannya membaik, ia ingin bisa berbagi sesuai dengan kemampuannya. Tak hanya dari celengan, ia juga menjadi donatur bulanan Tzu Chi.
“Tadinya saya dan suami merintis bener-bener dari nol. Banyak hutang sana sini, jadi harus kerja keras. Berangkat malam jam 03.00, jam 04.00, itu udah belanja, majang sendiri, jualin sendiri, sekarang Alhamdulillah udah punya karyawan tujuh. Semua keadaan yang membaik ini pasti berkat doa orang banyak, doa karyawan juga, jadi sering-sering lah berbagi,” lanjut Susi tersipu. “Makanya saya setuju dengan kata-kata di celengan ini: dana kecil amal besar. Nanti amal ini yang akan bawa kita, karena walaupun sedikit mudah-mudahan diterima,” imbuhnya senang.
Senangnya Mengajak Orang Berdonasi Seperti Kasir Minimarket
Selain Susi, ada juga Lie Lee, pemilik kios makanan yang ada di lantai Ground, yang dengan senyum merekah menyambut relawan yang tengah berkeliling mengambil celengan.
“Halo Ibu Lie Lee…, sehat ya hari ini?” kali ini bagian Tina yang menyapa pedagang.
“Puji Tuhan, sehat,” jawab Lie Lee menyunggingkan senyum.
“Amitofooo…” sahut Tina, “Ibu, celengannya sudah boleh dituang?”
“Oh tentu... silakan. Gan en yaaa,” timpalnya dengan tawa tulus penuh kehangatan.
Lie Lee menyambut kehadiran relawan dengan sangat sukacita. Ia mendukung penuh aksi ini hingga kerap mengajak pelanggannya untuk ikut mengisi celengan, berbuat kebajikan bersama-sama.
Senyum hangat Lie Lee menunjukkan bahwa hubungannya dengan relawan Tzu Chi sudah demikian dekatnya karena memang sudah 9 tahun ia mempunyai celengan bambu dan rajin mengisi serta menuangkannya.
“Ya sama sekali nggak terganggu, malah senang bisa ikut bantu banyak orang,” ucapnya. “Dulu tuh saya dikasih tahu tentang Tzu Chi sama mas yang jualan di kios sebelah. Katanya: ‘ikut (donasi) aja, Ci. Tzu Chi itu banyak membantu orang susah.’ Makanya saya jadi ngerti sampai akhirnya saya pikir ini kan semua berbuat kebaikan, ya saya mau ikut,” kisah Lie Lee.
Selain itu, Lie Lee merasa sejauh ini ia sibuk dengan kesehariannya dalam berdagang hingga susah sekali mencuri waktu untuk ikut berkegiatan di luar pasar, apalagi untuk kegiatan amal. Melalui Tzu Chi khususnya celengan bambu, ia bisa menjadi perpanjangan relawan dalam menggalang cinta kasih banyak orang lainnya.
“Walaupun nggak banyak, tapi saya suka cerita tentang celengan ini kalau ada yang beli makan. Ya siapa tahu mereka mau menyumbangkan uang atau mungkin kembaliannya belanja ke celengan kan? Ya buat bantu banyak orang,” katanya tak sungkan. “Kita belajar jadi seperti kasir di mini market itu lho, ‘kembaliannya mau disumbangkan nggak, Ka?’ gitu kan?” selorohnya terus tersenyum.
Rindu Bekerja Sosial
Di lantai yang sama, di bagian agak belakang, ada juga yang sungguh antusias melihat kehadiran relawan. Warungnya bernama Adi - Kedai Kopi Nusantara, dengan pemilik bernama Nia Soraya.
“Rasanya penuh sukacita, lihat para relawan ini juga senang,” katanya sambil mengaduk kopi pesanan pelanggannya. “Gimana nggak senang? Dengan memberi itu, kita mendapatkan satu kepuasan. Semoga bermanfaat ya, karena saya tahu di luar sana banyak yang membutuhkan,” lanjutnya.
Dulu, Nia juga aktif berkegiatan sosial melalui berbagai kegiatan di gerejanya sehingga ia tahu betul bagaimana kehidupan nyata di luar sana: banyak orang susah dan membutuhkan bantuan. “Tapi sekarang sudah tidak pernah lagi karena gembala kami telah berpulang ke rumah Tuhan. Itulah mengapa saya ikut senang lihat banyak relawan.”
Jiwa sosial Nia sudah mulai tumbuh sejak ia masih remaja, pasalnya untuk menjalani hidupnya dulu, ia juga dibantu banyak orang. “Sejak tahun 1985, saya sudah menjadi anak yatim karena bapak meninggal. Sementara saya ada tujuh bersaudara dan ibu termasuk miskin sekali,” ingat Nia. “Jadinya saya berjanji, ‘kalau nanti suatu hari Tuhan berkati saya, saya akan memberi makan orang yang kekurangan.’ Itu janji saya, jadi sebisa mungkin saya lakukan. Makanya terima kasih juga karena Tzu Chi kasih jalan lewat celengan ini,” lanjutnya tenang.
Menggenggam Berkah untuk Bersumbangsih
Ketulusan hati para pedagang itu membuat Tina salut. Di balik kerja keras mereka, ada kisah yang ternyata membangkitkan niat baik untuk bersumbangsih. Sejauh ini, ia menuturkan relawan hanya menjadi perpanjangan tangan dalam menularkan kebaikan dari satu orang menjadi tak terhingga. Sebuah syukur apabila kebaikan itu terhimpun menjadi kekuatan yang bisa membantu banyak orang.
“Kami selalu bilang tiap hari kita berniat baik, setiap hari adalah hari baik. Setiap hari kita bisa berdana atau bersedekah itu karena berkah kita sendiri. Ada uang untuk berdana, juga ada kesehatan untuk bekerja, itu semua adalah berkah kita sendiri. Jadi kami, relawan mencoba mencerahkan hati kita pribadi juga mencerahkan hati orang banyak,” jelasnya bersemangat. Tina pun sungguh senang karena hari itu ada 145 buah celengan yang berhasil dikumpulkan dan dihimpun dananya. Lebih lanjut Tina menambahkan, relawan akan terus menggalang hati masyarakat karena dalam berbuat kebajikan mereka tidak bisa melakukannya hanya sendirian atau sekelompok orang tapi harus banyak orang.
Dengan antusiasme yang besar dari masyarakat, Tzu Chi kini berinovasi dalam penggalangan dana untuk mengakomodasi dan memudahkan para donatur yang kini sudah terbiasa menggunakan transaksi cashless, yakni menambahkan kode QR pada setiap celengannya. Berdonasi kini menjadi semakin mudah dengan proses yang sangat praktis dan efisien.
“Wah, kalau dengan QRIS, pasti lebih menyebar ke masyarakat. Bisa juga menjangkau yang lokasinya jauh dari kita. Ini sangat memudahkan. Yang pasti semakin banyak masyarakat yang berdonasi, semakin banyak pula masyarakat yang terbantu,” kata Tina senang.
Teks dan Foto: Metta Wulandari