Mereka yang Istimewa di Tzu Chi Hospital
Laksmi Widyastuti menyapa para tim medis di Poli Kebidanan. Keberadaan relawan pemerhati menjadi penghubung antara tim medis dan pasien sekaligus menjadi salah satu keunggulan Tzu Chi Hospital.
Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi menuturkan bahwa relawan pemerhati bagaikan jembatan penghubung. Mereka memahami suara hati dan kebutuhan pasien serta keluarganya. Mereka menjembatani dan menjadi saksi bagaimana para dokter dan perawat melayani dengan penuh cinta kasih. “Ini dapat menghilangkan banyak kesalahpahaman. Para relawan menjadi jembatan yang sangat bermanfaat bagi pelayanan medis,” tutur Master Cheng Yen.
*****
Kesibukan di Tzu Chi Hospital terhitung sudah lenggang ketika Laksmi Widyastuti berkeliling dari lobi lantai 1 ke ruang Medical Check-up di lantai 6. Tidak seperti pagi hari tadi dimana Laksmi sudah aktif mondar-mandir membantu menyiapkan dan menyuguhkan menu makanan bagi para pasien yang sudah menjadwalkan diri untuk melakukan Medical Check-up. Di waktu-waktu tanggung ini, dia sengaja berkeliling untuk melihat apa ada hal lain yang bisa ia kerjakan.
“Iya, ini baru jam segini (10.00 WIB) aja, sudah ada enam ribu langkah,” katanya ramah sambil melihat jam pintar di tangannya yang mempunyai fitur penghitung langkah. Dari ribuan langkah itu, bisa dibayangkan betapa sibuknya Laksmi di hari itu.
Sejak pagi, Laksmi sudah berganti-ganti tugas, di lobi menyambut pasien, ke lantai 2 di poli, lantai 6 di MCU untuk melayani pasien dan juga mengelap meja, dan menyempatkan mampir ke lantai 3 di kebidanan untuk menata Buku Kata Perenungan Master Cheng Yen. Apa saja yang dibutuhkan, ia datang.
Memang, Laksmi adalah seorang relawan Komite Tzu Chi yang juga bersedia menjadi relawan pemerhati di Tzu Chi Hospital. Tapi Laksmi juga adalah pensiunan dokter gigi.
Dokter Laksmi, begitu orang-orang dekatnya memanggil, sudah praktik dokter gigi di Puskesmas Sleman, Yogyakarta di tahun 1983. Lalu ia pindah ke Jakarta di tahun 1985 dan pada bulan Oktober di tahun yang sama, ia mulai berpraktik di klinik DPR RI Senayan hingga tahun 2016. Di sana ia sempat menjabat sebagai Kasubag Pelayanan Kesehatan dan Kepala Bagian Pelayanan Kesehatan. Di tahun 2016, Laksmi dilantik menjadi Ketua Pokja IV – tim penggerak PKK Pusat, tapi tak lama ia memutuskan untuk pensiun. Namun begitu, di tahun 2020, masih di bawah DPR RI, Laksmi ditunjuk menjadi staf ahli bidang teknologi dan di tahun 2021 berganti menjadi staf ahli bidang kesehatan sampai dengan sekarang.
“Ya kenapa kalau saya mengelap meja di sini?” tanya Laksmi dengan sedikit tawa ketika disinggung dengan berbagai jabatan yang pernah diembannya. “Saya kan di rumah juga bersih-bersih, lap meja, nyapu. Sama lho sama ibu-ibu yang lain,” jawabnya renyah.
Ketika memutuskan untuk menjadi relawan, anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia ini sudah paham betul apa saja tugasnya. Gampangnya: apa saja, ayok! Ya ikut baksos, ya ikut sosialisasi, ya ikut mengisi seminar kesehatan, tak pernah ditolak karena semua bermuara pada kebajikan. Sehingga ketika Tzu Chi Hospital dibuka, drg. Laksmi yang sudah perlahan meninggalkan kesibukan kerjanya, mencari wadah lain untuk memperkaya batinnya dengan menjadi relawan pemerhati.
Penyambung Lidah
Di Tzu Chi Hospital, Laksmi bukan hanya sebagai relawan, namun ia juga menerima tanggung jawab sebagai Wakil Koordinator Relawan Pemerhati. Saat ini terdaftar 270 relawan pemerhati, dan setiap harinya ada 6 - 8 relawan pemerhati yang bertugas membantu pasien dan keluarganya. Mereka ada di lobi utama, poli lantai 2, ruang Medical Check-up, dan ICU.
Dari jumlah itu, belum semuanya bertugas karena waktu dan berbagai hal lainnya. Laksmi menjelaskan, untuk menjadi relawan pemerhati itu memang sudah relawan yang terpilih, sudah disaring karena ada beberapa kriteria, dan mengikuti berbagai pelatihan hingga siap membantu memberikan pelayanan untuk pasien.
Dari berbagai materi dalam training, Laksmi juga menjelaskan tentang berbagi tugas yang diemban oleh para relawan. Yang paling utama adalah menjadi jembatan antara pihak pasien dan rumah sakit. Seperti contohnya apabila ada pasien yang memberikan kritik dan saran, relawan bisa menampungnya dan kemudian menyampaikannya kepada pihak manajemen. Sehingga mereka sama-sama saling membantu dengan tujuan bisa mencapai pelayanan yang maksimal.
Halangan Itu Bernama Bahasa
“Kalau sekarang ini banyak pasien dari Tiongkok yang bekerja di sini, dimana tidak begitu mengerti bahasa Indonesia. Mereka sakit tapi ditahan-tahan nggak ke dokter karena nggak lancar bahasa. Jadi kalau sudah parah ya ke dokter tapi ketika dia mengeluh apa, dokter mungkin nggak ngerti, dan ketika dokter menjelaskan penyakit, dianya juga nggak ngerti. Jadi dengan adanya relawan pemerhati ini, bisa membantu proses penerjemahan dengan baik,” tutur Yang Pit Lu, relawan Tzu Chi, “Pasien senang sekali loh, banyak yang terharu karena seperti sedang berada di kampung halamannya sendiri. Sampai ada yang mau jadi donatur, mau jadi relawan.”
Yang Pit Lu membantu pasien dan keluarganya untuk berbagai kebutuhan, salah satunya sebagai penerjemah bahasa asing.
Selain Laksmi, Lulu, panggilan akrab Yang Pit Lu sejak pertama kali ada wacana pembentukan relawan pemerhati di Tzu Chi Hospital sudah sangat tertarik untuk menjadi satu di antaranya. Ia yakin, keberadaan relawan pemerhati akan membuat pelayanan rumah sakit menjadi lebih baik lagi karena selain tenaga medis, para pasien dan keluarganya mendapatkan dukungan lainnya dari para relawan. Seperti yang telah diceritakan oleh Lulu, para pasien dari luar negeri merasa sangat terbantu dengan kehadiran relawan yang mampu berbahasa Mandarin.
“Kalau ketemu dengan pasien yang berbahasa asing itu mereka sangat bersyukur sekali bisa bertemu dengan orang yang bisa bahasa mereka,” kata Lulu antusias. “Sampai pernah ada anak muda yang periksa ke sini bilang ke saya, ‘Terima kasih ya, Nek. Saya jadi merasa kayak ada nenek saya. Nenek saya memang nggak ada di samping saya, tapi saya kayak dikirimin satu nenek (Lulu) yang dampingin saya’.”
Di lain cerita, Lulu menuturkan pasien lainnya dengan penyakit jantung juga merasa sangat terbantu dengan adanya relawan pemerhati yang bisa mengerti bahasa asing. Kata Lulu, pasien ini sudah berobat ke berbagai rumah sakit tapi tetap tidak mengerti penjelasan dokter. Masalahnya bukan karena kompetensi dan pemeriksaan dari dokter, namun kendala bahasa adalah yang utama.
Para pasien asing ini sebenarnya juga tidak jarang membawa kerabat atau teman yang bisa berbahasa Indonesia, tapi untuk istilah kedokteran, pemahaman mereka masih samasama kurang. “Jadi pesan dari dokter nggak sampai karena bahasanya terbatas. Istilah kedokteran kan agak berbeda dengan bahasa sehari-hari ya. Jadi gimana mau sembuh kan?” papar Lulu.
Untuk itu, relawan senior Tzu Chi ini punya kuncinya. Sempat bekerja di Divisi Bakti Amal Tzu Chi Indonesia dan ikut menangani berbagai pasien serta keluhannya, Lulu sedikit banyak memahami dan mengetahui berbagai istilah medis dalam bahasa asing, terutama bahasa Mandarin.
Di waktu senggangnya, Yang Pit Lu menulis berbagai istilah medis dalam bahasa Mandarin dan Indonesia untuk memudahkan penerjemahan.
Dulu Lulu juga kerap berkonsultasi mengenai tindakan medis untuk para pasien dengan dokter di Taiwan. Sehingga di waktu senggangnya kini, ia rajin mencatat berbagai istilah medis yang sering dipakai. Lulu pun becita-cita, suatu saat iabisa membukukan hasil coretan itu.
“Semoga ke depannya bisa jadi buku saku ya. Haha…,” tutur Lulu berangan-angan, “karena relawan yang bisa bahasa Mandarin juga belum tentu tahu istilah medis. Makanya kalau ingat istilah, saya buru-buru catat biar nggak lupa.”
Para Relawan di Mata Pasien
Dari ketulusan dan kehangatan hati para relawan dalam memberikan pendampingan, begitu banyak ungkapan terima kasih yang disampaikan oleh pasien maupun keluarganya. Ada yang tiba-tiba membawakan makanan, ada yang membelikan roti untuk dibagi-bagikan, ada juga yang ingin memberikan tips namun langsung ditolak secara halus oleh para relawan. “Kami sampai nggak mau–nggak mau, karena kami ini relawan, kami saja menyumbang, kami donatur juga. Hahaha…, masa kami menerima tips, tidak,” kata Lulu tertawa.
Selain itu, ada pula ungkapan terima kasih yang dituliskan oleh seorang keluarga pasien untuk Lulu dan relawan pemerhati lainnya. Di bawah ini adalah ungkapan terima kasihnya:
“Para relawan pemerhati di Tzu Chi Hospital sangat membantu kami. Selama perawatan suami saya, kami merasa aman dan tenang. Ditambah dengan bantuan para relawan, kami yang awalnya seperti ikan yang kehausan di padang pasir merasa bisa kembali bertemu dengan air sungai.”
“Sebelumnya kami benar-benar tidak dapat berkomunikasi dengan para dokter dan kami tidak tahu apa yang satu sama lain bicarakan. Tentu saja dengan kendala bahasa ini, kami tidak tahu perawatan seperti apa yang paling baik yang bisa kami lakukan. Sebelumnya, hanya ada ketakutan dan kebingungan.”
“Kami bahkan tidak mengerti sistem rumah sakit di Indonesia sebelum dibantu oleh Lulu Shigu. Pergi ke rumah sakit itu adalah sesuatu yang berat bagi kami, karena kami sebelumnya juga memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan ketika memeriksakan diri ke dokter. Lagi-lagi kendalanya adalah karena perbedaan bahasa.”
“Sementara itu di Tzu Chi Hospital, saya dibuat nyaman dan saya memiliki kepercayaan kepada Tzu Chi. Saya merasa senang dan beruntung. Bahkan ketika Tzu Chi Hospital belum mengoperasikan peralatan medis tertentu, Lulu Shigu membantu kami mengatur pemeriksaan di rumah sakit lain. Beliau juga membantu mengantarkan kami, juga menulis tindakan apa saja yang perlu kami lakukan selanjutnya. Kami merasakan kehangatan dan harapan.”
“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh relawan! Anda semua seperti bara yang hangat, juga lilin yang menerangi jalan kami yang kebingungan, serta memberi harapan pada dunia. Apabila ada kesempatan, saya juga ingin menjadi relawan di Tzu Chi suatu saat nanti. Dan sebelum itu, saya akan belajar bahasa Indonesia dengan baik terlebih dahulu, maka saya dapat membantu lebih banyak orang seperti saya. Gan en – Zhang Yuting.”
Jalinlah Jodoh Baik di Setiap Kesempatan
Semua ungkapan terima kasih dari para pasien dan keluarganya dirasakan sebagai apresiasi sekaligus penyemangat bagi relawan pemerhati. Ketulusan dan kehangatan, itu yang selalu dibangun oleh mereka setiap harinya.
Begitu pula yang selalu dipesankan oleh Lulu bahwa kapan pun, relawan harus tulus memberikan pendampingan. Karena menurut Lulu, mereka tidak akan pernah tahu kapan orang lain akan terharu dan terinspirasi hingga tergerak hatinya.
“Saya pikir, bahwa setiap perbuatan kita itu bagaikan menanam satu benih cinta kasih ke hati orang lain. Mungkin dengan dia melihat apa yang kita lakukan, lain kali dia bisa berbuat yang sama kepada orang lain. Makanya kita harus selalu menghargai kesempatan yang ada untuk menjalin jodoh baik sama orang,” pesan Lulu, “kita harus mempergunakan kesempatan ini dengan baik karena ini adalah benih cinta kasih. Di sini tempat kita untuk belajar mengembangkan cinta kasih dan empati, juga menghormati orang lain.”
Teks dan Foto: Metta Wulandari