Meretas Trauma Pada Anak Pascabencana


Bencana banjir bandang yang menimpa Desa Bena di Toninunu, Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT mengakibatkan banyak kerugian baik secara fisik maupun mental. Trauma yang dialami oleh anak-anak adalah contoh kerugian non material.

Pascabanjir bandang di Desa Bena, sebagian dari korban adalah anak-anak. Mereka mengalami trauma sehingga kondisi mental dan psikologisnya terganggu. Trauma ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena bisa berdampak pada kondisi mental anak.

Serupa seperti wilayah lainnya, Desa Bena diterjang banjir bandang dari luapan Sungai Noelmina yang sangat kuat. Luapan banjir bandang yang berlangsung beberapa jam itu langsung menghanyutkan berbagai bangunan rumah tinggal, lahan pertanian, dan perkebunan warga. Sontak saja orang-orang berhamburan berlari ke daratan yang lebih tinggi. Namun tidak sedikit ibu-ibu dan anakanak bertahan di atap rumah sambil menjerit histeris meminta pertolongan.

“Saat banjir datang, kejadiannya sangat cepat. Namun, banjir kemarin rasanya baru beberapa saat saja air sudah setinggi dada orang dewasa,” kata Epafrodintus Liunese, Sekretaris Desa Bena.

Anggota tim medis TIMA menghibur anak-anak pengungsi Gereja Jemaat Bethel Toinunu, Bena. Selain itu Tzu Chi juga membuka posko kesehatan bagi pengungsi Gereja Jemaat Bethel Toinunu. Penyakit yang sering muncul pascabencana banjir di pengungsian seperti penyakit ISPA, gatal-gatal dan luka-luka ringan.


Bencana banjir bandang ini meninggalkan trauma fisik maupun kejiwaan. Salah satunya, ketakutan akut pada anak-anak. Rumah tempat mereka tumbuh dan berkembang rusak berat dan ada yang hanyut terbawa banjir. Sekolah tempat mereka belajar dan bermain juga roboh atau tergenang lumpur pascabanjir. Anak-anak harus beradaptasi dengan lingkungan baru di posko pengungsian.

Menurut Epafrodintus, anak-anak yang tinggal di posko pengungsian (gereja) masih takut dengan keadaan pascabajir bandang. “Ada suara gemuruh atau hujan lebat mereka langsung bangun dari tidurnya.”

Sementara itu posko pengungsian bukanlah arena berlibur dan bisa jadi justru tak ramah anak. Dalam keadaan darurat, anak-anak harus menerima dan mengalami suasana yang serba tidak pasti. Melewati banjir bandang dan tinggal di posko pengungsi meninggalkan pengalaman dan ingatan yang kurang baik. Dalam kondisi seperti itu, anak-anak perlu pendampingan untuk meninggalkan luka trauma akibat bencana banjir bandang.

Anak-anak pengungsi di Desa Bena bernyanyi bersama tim medis Tzu Chi sebagai salah usaha menghilangkan trauma pada anak-anak yang membutuhkan proses berkesinambungan.


Dari sana, relawan Tzu Chi bersama Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia memberi dukungan dan pendampingan kepada anak-anak sebagai wujud tanggap bencana untuk mengurangi gangguan psikologis yang dialami korban banjir bandang. Mereka memberikan penyuluhan yang diselingi dengan terapi bermain (play therapy) dan selfmotivation yang syarat akan muatan edukasi.

Kegiatan yang dilakukan TIMA ini sebagai usaha penanganan trauma pada anak-anak pascabanjir bandang yang membutuhkan proses berkesinambungan. Pendekatan yang dapat dilakukan dengan cara bermain, bernyanyi, menari, dan bercerita bersama anak-anak di lokasi pengungsian.

Peristiwa bencana seperti banjir bandang atau gempa bisa jadi bagian dari pembelajaran terbaik bagaimana menyiapkan diri dari fenomena alam ini karena bantuan tidak hanya medis dan logistik saja. “Penanganan traumatik pada anak juga sangat penting,” kata Zr. Weni Yunita, anggota TIMA Indonesia yang membuka posko pelayanan kesehatan di Desa Bena.

Sekumpulan anak sedang berteduh di tenda yang didonasikan oleh Tzu Chi di Desa Takari Kab. Kupang. Anak-anak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka di pengungsian.


Sambil melayani pengobatan pada warga yang mengungsi, TIMA bersama relawan Tzu Chi menghibur anak-anak untuk bernyanyi bersama serta memberikan makanan sehat khusus untuk anak-anak pengungsi di Desa Bena. “Anak-anak butuh hiburan selama tinggal di posko pengungsi,” kata dr. Dharma, anggota TIMA Indonesia.

Hiburan bukan berarti anak-anak bisa bermain sesuka hati. Mereka bisa juga menikmati proses pembelajaran tentang mengapa terjadi bencana seperti banjir bandang. Penanganan trauma adalah cara agar mental maupun fisik anak-anak kembali normal. Mereka bisa kembali beraktivitas dalam suasana terbebas dari rasa takut sekaligus siap dan mampu memetik pembelajaran dari perisitiwa yang terjadi.

Penulis dan Fotografer: Anand Yahya
Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -