Mewariskan Semangat, Melanjutkan Jejak Cinta Kasih
Sebanyak 205 relawan Tzu Chi dilantik menjadi relawan abu putih logo (calon Komite) pada momen Pelatihan Relawan Komite dan Abu Putih Logo di Tzu Chi Center, PIK (10/3/ 2024). Keyakinan mereka akan jalan cinta kasih Tzu Chi tertanam dengan dalam, tekad mereka membawa hati mereka teguh demi menjalankan visi misi Tzu Chi.
Relawan yang bergabung ke Tzu Chi mempunyai jalinan jodoh yang berbeda-beda. Mereka kemudian membawa tekad dan ikrar menjadi satu, kemudian mempraktikkannya sejalan dengan visi misi Tzu Chi. Berawal dari keyakinan, timbul ikrar, dilanjutkan dengan praktik nyata, itulah Dunia Tzu Chi.
*****
Jessica Salim tak dapat menahan haru ketika Liu Su Mei, Ketua Tzu Chi Indonesia menyematkan nametag di seragamnya pada Pelatihan Relawan Komite dan Abu Putih Logo di Tzu Chi Center PIK, 10 Maret 2024. Jessica pun resmi menjadi relawan abu putih logo atau calon relawan komite, satu jenjang sebelum menjadi seorang relawan komite.
“Saya menangis karena mengingat bahwa orang pertama yang paling senang dengan apa yang saya jalani ini adalah mama dan papa,” ujar Jessica yang tak sangka bisa menjalankan harapan orang tuanya bersamasama berjalan di Tzu Chi. Jessica merupakan putri dari Alex Salim dan Ng Sui Tju, relawan Tzu Chi Komunitas He Qi PIK.
Dulu, Jessica sama sekali tak terpikir untuk menjadi relawan Tzu Chi. Karena usia masih sangat muda, ia fokus mengembangkan bisnis dan usaha. Ketika ayahnya sakit, barulah ia paham tentang ketidakkekalan.
“Ketidakkekalan itu sungguh dekat dengan kita, muda maupun tua, tak bisa menghindari. Makanya saya sadar bahwa kita tuh nggak bisa berpikir bahwa kita masih muda, waktu masih panjang, sehingga kita bisa menundanunda untuk berbuat kebajikan. Sebaliknya, selama masih muda, kita justru masih punya banyak kekuatan, banyak keterampilan, sehingga kita bisa bersumbangsih dan bernilai buat orang lain,” tutur Jessica.
Berikrar Menjadi Murid Master Cheng Yen yang Sesungguhnya
Selain Jessica Salim, relawan yang bergabung ke Tzu Chi karena terinspirasi orang tua adalah Willey Eliot, relawan Tzu Chi dari Kota Medan. Ia masuk Tzu Chi karena mitra bajiknya yang tak lain adalah sang mama, Bao Bing. Saat itu tahun 2004, Willey masih menjadi mahasiswa kedokteran yang tengah menjalani koas (program profesi mahasiswa kedokteran) dan ikut dalam Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi.
“Kemudian setelah saya tamat kedokteran, saya menikah dan saya pulang kampung ke Medan. Jadi perjalanan batin saya vakum selama 15 tahun,” ungkap dr. Willey.
Ternyata kesan mendalam yang ia rasakan ketika berkegiatan Tzu Chi, serta berbagai kisah inspiratif yang telah dijalani sang ibu membuatnya ingin bergabung kembali. Di tahun 2019, dr. Willey, memutuskan bergabung kembali ke Tzu Chi melalui Tzu Chi International Medical Association (TIMA) di Medan.
“Saya sudah yakin berjalan bersama Tzu Chi, kemudian saya juga berikrar untuk menjadi relawan komunitas juga. Jadi di tahun 2019 saya juga menjadi relawan komunitas dan kemudian saya praktikkan hingga sekarang,” katanya bangga. Dokter Willey pun tak sendiri, karena sang suami juga akhirnya ikut bergabung menjadi relawan Tzu Chi.
Sempat menghadapi beberapa kendala, akhirnya tahun 2024 ini ia bisa dilantik menjadi relawan abu putih logo bersama suaminya. Baginya ini adalah jodoh yang luar biasa karena sebelumnya ia gagal dilantik karena satu dan lain hal.
“Terus terang saya sangat sedih, kecewa karena nggak jadi dilantik di tahun lalu padahal saya berjanji dengan beberapa anggota TIMA untuk dilantik sama-sama. Namun dibalik kejadian selalu ada hikmah, jadi tahun 2024 ini saya dilantik bersama dengan Shixiong (suami) saya. Kami berikrar akan bersama menjadi murid Master Cheng Yen yang sesungguhnya yaitu menjadi relawan komite di tahun depan,” ungkap dr. Willey dengan suara bergetar dan penuh semangat.
Berikrar untuk Terus Berada di Jalan Tzu Chi
Sementara itu Sri Haryati (47) merupakan seorang ibu dengan dua anak. Ia mengenal Tzu Chi dari kerabat yang merupakan relawan di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Karena sang suami saat itu bekerja di Singapura, ia pun merasa tak punya waktu jika harus ikut berkegiatan Tzu Chi.
Namun suatu hari ia melihat para relawan Tzu Chi di Singapura tengah berkegiatan pelestarian lingkungan. Sri Haryati tergerak untuk menjadi relawan. Ia lalu menelepon nomor yang tertera dan menyatakan keinginannya menjadi relawan. Tahun 2019, Sri Haryati menjadi relawan Abu Putih di Tzu Chi Singapura dan aktif di Misi Amal.
Pada 2021 sang suami pindah kerja ke Kota Medan, ia pun mencari tahu tentang Tzu Chi di Medan dan menjadi relawan Tzu Chi Medan. Di tahun 2023, Sri Haryati didiagnosa kanker stadium 3. Namun itu tak menghalanginya untuk terus bersumbangsih di Tzu Chi. Pada Pelatihan Relawan Komite dan Abu Putih Logo yang digelar di Tzu Chi Center PIK, 10 Maret 2024, ia hadir dan dilantik menjadi relawan berseragam abu putih logo. Ia berikrar untuk terus berada di jalan Bodhisatwa.
“Saya ingin sekali menggenggam waktu saat ini, saya Ingin melakukan sesuatu dan bermafaat bagi semua makhluk hidup selama sisa hidup saya,” ungkapnya.
Usia Bukan Halangan untuk Terus Bersumbangsih
Adapun Susanna (78) merupakan relawan Tzu Chi Aceh. Jalinan jodohnya dengan Tzu Chi bermula ketika ia menyaksikan para relawan Tzu Chi membantu korban tsunami pada tahun 2004. Kala itu ia bertemu dengan relawan dari Jakarta, Supandi, yang akhirnya menetap di Banda Aceh dan menjadi salah satu pionir mengembangkan Tzu Chi di sana.
“Akhirnya saya mengikuti beberapa kegiatan baksos bersama Supandi Shixiong dan saya senang. Pada saat kunjungan ke Jakarta 2012 bertemu dengan Like Shijie dan juga memberikan arahan, ‘nanti pulang ke Banda Aceh jangan lupa ajak kawan dan cerita tentang Tzu Chi’,” kata Susanna.
Di usianya yang sudah tidak muda lagi Susanna tetap semangat melakukan kegiatan Tzu Chi. Setiap kegiatan ia selalu membawa kendaraan sendiri walaupun ke daerah pelosok-pelosok. “Saya tetap di jalan ini karena Tzu Chi merupakan yayasan yang bagus, suka menolong, di mana ada orang susah atau bencana pasti suka pergi membantu dan hal ini itu merupakan berkat, jika saya tidak ada uang saya bantu pakai tenaga,” ungkapnya.
Membawa Manfaat Bagi Masyarakat Luas
Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei turut bersukacita menyambut para relawan yang baru saja menapaki jalan baru di Tzu Chi. Ada tiga hal yang ia ingatkan: pertama bahwa Tzu Chi membawa relawan untuk membuka pintu kebajikan, yang mana Tzu Chi adalah organisasi untuk berbuat baik sehingga relawan yang datang bertujuan untuk membantu Tzu Chi.
“Sebenarnya kita datang ke Tzu Chi hari ini, kita mendedikasikan pikiran dan tenaga, serta membawa manfaat untuk masyarakat luas. Kita berharap di Tzu Chi kita semua bisa berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain,” kata Liu Su Mei kepada seluruh relawan.
Kedua, relawan Tzu Chi harus paham tentang arah dan tujuan, yang mana ‘Saya adalah insan Tzu Chi, saya mencintai Tzu Chi, saya menjalankan Tzu Chi; Saya menyetujui filosofi dan semangat Tzu Chi, Master Cheng Yen adalah guru pembimbing jiwa kebijaksanaan saya. Dengan cinta kasih, saya bersumbangsih tanpa pamrih.’
“Jadi dengan dilantik hari ini sebenarnya kita semua sudah menemukan tujuan hidup. Selanjutnya kita harus melanjutkan ke perjalanan yang berikutnya,” lanjut Liu Su Mei.
Ketiga, Tzu Chi merupakan jalan pelatihan diri yang mana para relawan diharapkan mampu memegang teguh kewajiban, mendedikasikan hati dan kekuatan untuk masyarakat, menempa diri dengan masalah yang dihadapi, terlebih memliki jalinan jodoh baik dan berkah untuk masuk ke Tzu Chi. Mendengar Dharma, menyebarkan Dharma, juga bersama-sama menapaki Jalan Bodhisatwa.
“Kita semua menapaki jalan pelatihan diri Tzu Chi, jadi kita harus mempunyai pemkiran bahwa ‘saya bergabung di Tzu Chi untuk belajar, dengan demikian baru bisa bertahan lama di Tzu Chi. Dalam perjalanan di Tzu Chi, kita semua adalah mitra bajik satu sama lain. Kita harus saling menyemangati dan mendukung,” pesan Liu Su Mei.
Teks: Metta Wulandari, Henny Yohannes (He Qi Utara 2)
Fotografer: Zhen Shan Mei Indonesia