Niat Baik Si Calon Dokter

Melawan stereotipe “anak kampung” yang katanya tidak bisa berkembang – dari masyarakat sekitarnya. Meri tidak lelah dan putus asa. Berasal dari sebuah Desa Adat Suku Dayak di Kecamatan Kongbeng, Kalimantan Timur, perjalanan Meri meraih mimpi memang tidak mudah karena dihantui biaya dan stigma. Namun keluarga besar dan Tzu Chi Sinar Mas menjadi tumpuannya untuk meraih asa. Kini dia bisa berjalan dengan kepala menengadah penuh percaya diri dan rasa bangga karena cita-cita menjadi dokter bukan hanya mimpi semata.

***


Halo…! sapa gadis yang usianya baru 20 tahun itu di koridor kampusnya. Langkahnya pasti dan penuh percaya diri. Meri Utari Susanthy hari itu begitu bahagia, pasalnya citacitanya menjadi seorang dokter sejak di bangku sekolah dasar tak lama lagi akan terwujud. Tak ada yang menyangka “anak kampung” itu akhirnya dapat melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi negeri, bahkan menjadi mahasiswi di fakultas kedokteran.

Meri dan keluarga besarnya merupakan warga asli Desa Miau Baru, sebuah Desa Adat suku Dayak di Kecamatan Kongbeng, Kalimantan Timur. Hidup jauh dari kemajuan pendidikan di wilayah perkotaan, tidak membuat sulung dari empat bersaudara itu tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri,. Kepercayaan diri yang ditanamkan ayahnya sejak kecil membuat Meri mudah beradaptasi dan aktif dalam pergaulan. Meski berasal dari sebuah desa yang cukup jauh dari Kota Samarinda, Ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Meri dapat beradaptasi dengan berbagai macam orang dari berbagai latar belakang.

Sejak kecil Meri juga sudah terlihat aktif mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Tak heran berbagai prestasi pun diraihnya. Keinginannya untuk menggapai cita-cita pun terus menyala. Namun, perekonomian yang serba pas-pasan membuat kehidupan yang dijalani keluarganya penuh dengan tantangan, termasuk ketika ia ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dokter.

Mimpi Anak dari Ayah yang Tak Lulus SD
Untuk menafkahi keluarga, Whedison, ayah Meri bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit Sinar Mas di wilayah Muara Wahau, Kalimantan Timur sebagai pekerja lapangan. Walaupun tidak lulus sekolah dasar, Whedison terus bekerja keras dan berjuang demi menyekolahkan anak-anaknya.

“Karena keadaanlah sehingga saya putus sekolah. Kalaupun saya tidak lulus sekolah, saya harus pastikan anak-anak ini harus bisa (lulus),” tegas Whedison.

Perjuangan seorang ayah untuk mengubah nasib anak-anaknya menjadi pintu harapan Meri. Sejak kecil Meri telah dibelikan ayahnya mainan yang berhubungan dengan alat-alat kedokteran. Dukungan tak henti-hentinya dari orang tua, terutama ayahnya, membuat Meri memiliki karakter yang berwawasan, aktif, dan supel.

Berkat kegigihannya belajar, selepas SMA, Meri memiliki kesempatan baik untuk dapat memilih melanjutkan studi ke universitas manapun. Ia dinyatakan lulus di berbagai pilihan ujian masuk perguruan tinggi yang ia ikuti, termasuk di Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Namun, karena biaya masuk dan kuliah di Fakultas Kedokteran yang sangat besar, Meri dan keluarga sempat gentar.

Rasa pesimis yang disampaikan keluarga besar kepada Meri membuatnya sedih dan berniat menenggelamkan mimpinya.

“Ketika saya bilang saya lulus di fakultas kedokteran, saya malah nangis. Bahkan ada yang datang bukan untuk mendukung tapi membuat saya down. ‘Apa sih kamu, orang tuamu kerja apa? Emang kamu yakin bisa? Biaya dari mana? Waktu itu pokoknya benar-benar tidak tahu harus bagaimana karena biaya ini,” ungkap Meri sambil meneteskan air mata.


Meri bersama ayahnya, Whedison dan ibunya, Mariam di depan Balai Basar Miau Baru. Dukungan dari keluarga menjadi kunci semangat dan kesuksesan Meri.

“Kita punya Tuhan yang Maha Kaya. Tuhan sudah mengizinkan kamu masuk, berarti Tuhan sudah membukakan jalan itu, walaupun kita masih belum tahu harus bagaimana,” cerita Meri mengingat bagaimana sang ayah menyemangatinya meskipun belum menemukan jalan keluar.

Meri dan keluarga kadung sudah gentar terlebih dahulu, padahal mereka belum tahu informasi yang jelas mengenai biaya masuk dan perkuliahan. Namun, keyakinan Meri perlahan bangkit kembali ketika ayahnya memperoleh bantuan dari rekan-rekan kerja dan atasannya.

“Bapak dan saya udah tebal muka waktu itu. Kita sempat keliling kesana-kemari buat minta bantuan. Berkat keyakinan dan kegigihan Bapak, saya pun semangat dan puji syukur kami dapat bantuan biaya pendaftaran kala itu. Jadi ini bantuan yang tidak kita sangka-sangka, orangorang dari kebun tempat Bapak kerja ngumpulin uang buat kami,” ujar Meri terharu.

Setelah harapan mulai terbuka, Meri semakin memiliki keberanian untuk mencari informasi lebih lanjut dan mendaftarkan dirinya.

Mewujudkan Bersama Tzu Chi
Wilayah perkebunan tempat Whedison bekerja merupakan wilayah komunitas relawan Tzu Chi Sinar Mas Xie Li Kalimantan Timur 1. Mendengar kabar ini, para relawan yang juga bekerja di perkebunan tersebut bergerak mendatangi mereka untuk berdiskusi perihal pengajuan beasiswa Tzu Chi untuk Meri. Kabar ini disambut dengan penuh rasa syukur oleh Meri dan seluruh keluarga.

“Setelah dibantu uang pendaftaran dari rekanrekan kerja di kebun. rupanya masalah kami ini disampaikan ke Tzu Chi Sinar Mas sehingga dari awal kuliah biayanya terus dibantu. Luar biasa!” ujar Whedison.

Minimnya kesempatan anak-anak di sekitar wilayah tersebut untuk memperoleh pendidikan tinggi membuat relawan dari Xie Li Kalimantan Timur memberikan perhatian khusus terhadap bantuan beasiswa dan pendampingan anak asuh. Hingga tahun 2019 ada lebih dari 140 anak asuh yang mendapatkan bantuan.

“Di sini anak asuh kita dari SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Cukup banyak anak. yang mendapatkan bantuan pendidikan di sini dan senang sekali melihat mereka bisa terus belajar,” jelas Suryanto Bun, Pembina Tzu Chi Sinar Mas wilayah Perkebunan Sinar Mas Kalimantan Timur dan Selatan.

Selain karena kisah perjuangan keluarganya untuk dapat menyekolahkannya di fakultas kedokteran, Meri juga dikenal oleh para relawan karena kegigihannya untuk berprestasi dalam kuliahnya.


Di masa-masa akhir perkuliahan, Meri kerap membantu tim medis melayani pasien baksos kesehatan umum Tzu Chi di Kecamatan Kongbe, Kalimantan Timur.

“Meri ini memang agak istimewa. Dia mendapat kesempatan untuk mengambil kuliah kedokteran dan sekarang sudah semester 7, nilainya bagus. Berkat beasiswa Tzu Chi sampai hari ini kuliahnya lancar dan sekitar dua tahun lagi kuliahnya selesai,” ungkap Suryanto Bun.

Syukur dan bahagia tidak hanya dirasakan Meri dan keluarga, tetapi juga para relawan. Melihat kesempatan baik yang didapatkan Meri, semakin menguatkan tekad relawan untuk terus mendampinginya hingga lulus. Masih minimnya masyarakat di Desa Miau Baru yang kuliah kedokteran menguatkan harapan para relawan agar Meri dapat kembali untuk melayani masyarakat desanya di masa yang akan datang.

Kembali Menyalurkan Kebaikan
Selain aktif dalam perkuliahan, Meri juga aktif berkegiatan sosial. Sudah dua tahun lebih Meri menjadi relawan dalam kegiatan bakti sosial kesehatan umum yang dilaksanakan oleh Tzu Chi Sinar Mas wilayah Kalimantan Timur. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Meri menjadi relawan di bagian penyerahan obat, kali ini Meri tampak berada di bagian pemeriksaan tensi darah.

Pendidikan kedokteran yang sudah dijalaninya lebih dari tiga tahun telah menjadi bekal yang sangat bermanfaat untuk dirinya dalam membantu relawan medis lainnya yang bertugas.

“Saya sangat bersyukur saya sudah dibantu. Ini merupakan salah satu wujud terima kasih saya kepada Tuhan, bagaimana orang lain berbuat untuk saya, sudah membantu saya, saya pun ingin berbuat demikian kepada orang lain,” ungkap Meri haru.

Jika dulu mimpinya dimulai ketika melihat kebaikan yang dilakukan oleh seorang dokter di saat membantu pasien, kini mimpi yang dimulainya sejak sekolah dasar itu tampak semakin nyata.

“Jika saya sudah lulus dan menjadi dokter, saya sangat ingin menyalurkan ilmu yang saya dapat untuk kemanusiaan. Bagaimana orang sudah mengasihi saya maka saya juga harus menerapkan kasih kepada orang lain,” tegas Meri berjanji.

Jurnalis: Moses Silitonga (Tzu Chi sinar Mas)
Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -