Ribuan Tangan yang Memulihkan Palu


Gempa dan tsunami yang melanda wilayah kota dan juga pantai barat Palu, Sulawesi Tengah itu memang telah menghabiskan semuanya, harta, benda, bahkan nyawa. Tapi ada cinta kasih yang sangat besar yang terlihat ketika tangan-tangan legam terbakar matahari ataupun kening penuh keringat para relawan Tzu Chi hadir membantu mereka. Sedikit demi sedikit perhatian kini tengah berproses menjadi senyuman yang menghapus duka.

Di balik kemudi, Sofian dengan rinci menjelaskan arah-arah jalan di Kota Palu. “Kalau mau ke Balaroa, dekat, Pak. Hanya lurus saja dari sini. Dia ada di dekat pasar impres. Nah itu rumah saya dulu di sana. Lalu kalau Petobo, juga dekat, tidak jauh dari bandara. Semuanya ada di pusat kota,” katanya kepada Johnny Chandrina yang duduk di sampingnya. “Kalau ke Sigi, sekitaran satu jam. Donggala, sekitar dua jam,” lanjutnya antusias seperti biasa.

Hari itu Johnny, salah seorang relawan Tzu Chi ingin melihat langsung bagaimana kondisi perumahan warga yang terdampak fenomena likuifaksi. Yang kata warga Palu, tanah di perumahan itu sudah lebur seperti di-blender. Termasuk rumah Sofian, salah satu sopir yang membantu relawan Tzu Chi berkeliling membagikan bantuan di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Rumahnya amblas tak ada sisa.

“Nah…, di sana, di dekat rumah walet itu,” katanya menunjuk satu-satunya bangunan yang ia ingat dan masih tersisa. “Dulu rumah saya ada di samping rumah walet itu. Tapi sudah tak ada itu sisanya,” ucapnya ringan dengan wajah tersenyum. “Saya sudah ikhlas, bersyukur keluarga saya semuanya selamat,” tukasnya melihat sekeliling wilayah Perumnas Balaroa.


Sofian (kanan) menemani Johnny Chandrina, relawan Tzu Chi Jakarta melihat langsung kondisi Perumnas Balaroa setelah terkena fenomena likuifaksi. Dulu, wilayah ini merupakan tempat tinggal Sofian dan keluarganya.

Saat ini Sofian tinggal di rental mobil tempatnya bekerja. Sementara istri dan kedua anaknya memilih pulang kampung ke Desa Pesona, Kec. Kasimbar, Kab. Parimo, Sulawesi Tengah. Di sana keluarga Sofian merasa lebih aman. Anak pertamanya pun bisa memulihkan kondisi setelah patah tulang karena menyelamatkan diri dari kejaran tsunami. Ia pun bisa tenang untuk melanjutkan hidup dengan tetap bekerja di Kota Palu. “Nggak mungkin kan kita ikut tenggelam dengan bencana, lumpur. Ingat-ingat rumah yang amblas juga nggak mungkin lagi, itu hanya membuat risau, stres,” ungkapnya optimis.

Semakin hari, Sofian merasa semangat dan sikap optimisnya semakin bertambah. Belakangan ia menuturkan bahwa energi itu ia dapatkan karena melihat para relawan Tzu Chi yang tidak hanya datang untuk membantu warga Palu, tapi juga menyemai cinta kasih dan menghapus rasa tak berdaya.

Perjalanan Panjang Distribusi Bantuan

Memang sudah satu bulan, terhitung sejak hari keempat pascagempa dan tsunami, 28 September 2018, relawan Tanggap Darurat Tzu Chi hadir di Palu. Saat itu hari Selasa, 2 Oktober 2018, relawan Tzu Chi Jakarta tiba di Makassar bersama 7 orang tim medis TIMA Indonesia untuk berkoordinasi tentang pemberian bantuan bagi korban gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Namun karena akses yang masih sulit, Rabu, 3 Oktober 2018, mereka baru bisa melanjutkan penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan menuju Palu, Sulawesi Tengah. Tim relawan Tzu Chi ikut dalam penerbangan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara. Dalam keberangkatan itu, mereka juga membawa 155 kg obat-obatan dan 4 tenda.


Relawan Tzu Chi Makassar dan Jakarta berkunjung ke 8 rumah sakit di Makassar yang menjadi rujukan para pasien korban gempa dan tsunami di Palu. Mereka memberikan perhatian dan membagikan uang pemerhati.

Kondisi penerbangan yang belum normal pascabencana mengharuskan relawan sedikit bersabar untuk memberikan bantuan. Bukan hanya itu, akses menuju Kota Palu, khususnya lewat jalur darat juga terganggu karena efek dari bencana. Semua bantuan dikirim melalui jalur udara dan laut. Akibatnya banyak bantuan yang akan masuk ke Kota Palu membuat antrean panjang di Lanud Sultan Hasanuddin Makassar, dan Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie, Palu. Bantuan obat-obatan Tzu Chi pun terhambat pengirimannya.

Walaupun terkendala dengan distribusi obat-obatan, Tim Medis Tzu Chi tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada para korban gempa dan tsunami yang mengungsi di kantor-kantor pemerintahan Kota Palu dengan membeli beberapa obat untuk penyakit yang umum diderita pascabencana. Di samping itu, relawan juga membagikan bantuan berupa uang pemerhati (dukacita) kepada para korban gempa dan tsunami yang dirawat di RS Wirabuana. Sejak 9 Oktober, distribusi bantuan logistik dan medis baru dapat berjalan dengan baik.


Walaupun bantuan obat-obatan sempat terhambat dalam proses pengirimannya, tim medis Tzu Chi tetap berusaha semaksimal mungkin menangani para korban gempa maupun tsunami di tenda-tenda darurat.

Di pekan pertama pascabencana, 1 Oktober 2018, relawan Tzu Chi sudah langsung menuju Makassar untuk memberi perhatian kepada para korban yang beruntung karena dapat dirujuk ke rumah sakit-rumah sakit di Makassar untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Ada delapan rumah sakit yang mereka kunjungi: RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, RSUD Kota Makassar, RS TNI AU dr. Dody Sarjoto, RSK dr. Tadjuddin Chalid, RS TK II Pelamonia, RS Stella Maris, RSUD Salewangan Maros, dan RSUD Labuang Baji. Di Makassar ini, sebanyak 141 pasien menerima uang pemerhati dari Tzu Chi.

Terus Bergerilya Membagi Kehangatan

Sementara itu di Taiwan, Master Cheng Yen menyampaikan rasa dukanya yang mendalam akan bencana yang terjadi di Indonesia. Tzu Chi Taiwan juga langsung menyiapkan bantuan. “Kita mengirim 10.000 helai selimut ke sana (Palu) untuk bantuan darurat. Warga korban bencana tidur di lantai karena mereka sudah kehilangan tempat tinggal. Mereka sangat menderita. Kita harus memberikan barang-barang yang mereka butuhkan sekarang atau sesuatu yang bisa membantu mereka.” Begitu kata Master Cheng Yen mengulas tentang bantuan Tzu Chi ke Palu dalam ceramahnya.

Menempuh jarak lebih dari 5.000 (lima ribu) kilometer, selimut hangat dikirim dari Taiwan menuju Jakarta dan selanjutnya dari Jakarta menuju Palu. Bersama dengan itu, ada 637 dus nasi Jing Si (Xiang Ji Fan) seberat 8,8 ton. Sambutan warga terhadap bantuan ini, mereka sangat bahagia.


Relawan Tzu Chi turut berbahagia melihat rona wajah bahagia para warga setelah menerima selimut Tzu Chi, berharap mereka tak kedinginan lagi saat malam hari.

Selimut adalah satu bantuan yang paling dibutuhkan oleh para pengungsi pascagempa dan tsunami di Palu, Sigi, dan Donggala. Khususnya bagi yang tinggal di dataran tinggi, sejak 19 Oktober 2018, relawan mulai membagikan selimut Tzu Chi ke posko-posko di berbagai wilayah di Palu. Salah satunya di posko pengungsian warga Desa Duyu, di kaki Gunung Gawalise.

Fauziyah (57) yang tinggal di tenda pengungsian bersama suami dan anaknya, selama ini menghalau rasa dingin dengan memakai dua lapis baju dan membungkus kakinya dengan sarung. Karena itu ketika relawan Tzu Chi membagikan selimut, ia sangat bersyukur. “Terima kasih kita ada sumbangan begini (selimut), empuk ini, tidak ada di sini ini. Ini memang sangat dibutuhkan, jam 12 malam itu sudah mulai dingin,” kata Fauziyah.

Bukan hanya selimut, kehangatan lain adalah adanya nasi Jing Si yang hangat. Lebih dari setengah bulan di pengungsian, warga jarang sekali merasakan makanan hangat.

“Sudah sekitar 17 hari kami di tenda, baru ini dapat bantuan nasi hangat. Rasanya enak. Saya senang sekali jadi di tenda kami tidak repot lagi masak,” kata Fitriani, warga Desa Duyu di Kecamatan Palu Barat, Senin, 15 November 2018.


Nasi Instan Jing Si (Xiang Ji Fan), menjadi primadona di tiap posko pengungsian. Relawan juga mengajarkan bagaimana cara memasak nasi siap saji asal Taiwan ini.

Untuk membagikan bantuan-bantuan tersebut, setiap pagi relawan berangkat dari posko di Wihara Karuna Dipa dengan membawa dua truk barang bantuan seperti nasi instan dan bantuan lainnya, seperti selimut, air minum kemasan, tikar, pembalut, popok bayi, mi instan, ataupun permen untuk anak-anak. Lalu mereka membawa pula tungku, gas, air galon, panci besar, juga wajan sebagai perlengkapan untuk memasak Nasi Jing Si. Mereka datang ke satu posko lanjut ke posko berikutnya, sesuai catatan pengajuan bantuan yang diterima dan telah disurvei oleh relawan sebelumnya. Hadir di sana, relawan Tzu Chi tidak hanya memberikan bantuan namun juga kegembiraan dan mengajarkan bagaimana memasak nasi instan Jing Si.

Sarana MCK, 3.000 Rumah, dan Limpahan Cinta Kasih

Selain mengamati kondisi warga, 25 Oktober 2018, relawan Tzu Chi melakukan serah terima satu truk kontainer berisi 600 kloset, 200 sak semen, 1.800 spandek (atap), dan dua kardus paku seng kepada Korem 132/Tadulako. Serah terima ini dilakukan di depan kantor Korem 132/Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah.

Sarana MCK merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh para pengungsi di posko-posko pengungsian. Kolonel Infanteri Agus Subiyanto mewakili Danrem 132/Tadulako Kolonel Infanteri Agus Sasmita menyambut dengan antusias bantuan yang diberikan oleh Tzu Chi. “Musim hujan akan segera datang sedangkan pengungsi masih di tenda. Maka dari itu kita harus cegah yang namanya second disaster yakni bencana penyakit yang kerap datang seperti ISPA, kolera, disentri, diare,” ujar Kol. Inf Agus Subiyanto.


Senyuman warga menggambarkan betapa salah satu bantuan yang paling mereka butuhkan adalah selimut. Setelah menempuh perjalanan panjang dari Taiwan ke Jakarta, dan akhirnya tiba di Palu, selimut Tzu Chi sampai ke tangan para warga di posko pengungsi.

Tanggal 15 Oktober 2018, di sela-sela pembagian bantuan di Palu, Tzu Chi Indonesia melalui kerja sama dengan TNI dalam rangka restorasi pascabencana di Sulawesi Tengah (Palu dan Donggala) dan Nusa Tenggara Barat (Lombok). Mereka menandatangani MoU yang berisi tentang kerja sama antara Tzu Chi dengan pihak TNI yang juga didukung PT. Indofood Sukses Makmur Tbk dan Sinarmas Eka Tjipta Foundation dalam pembangunan dan penyerahan 3,000 unit rumah kepada masyarakat di lokasi restorasi Lombok (Nusa Tenggara Barat), Palu, Sigi, dan Donggala (Sulawesi Tengah).

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, S.I.P, bercerita bahwa ia sudah melakukan inspeksi langsung ke lokasi bencana dan kondisinya sungguh sangat memprihatinkan dengan banyaknya korban dan kerusakan rumah yang cukup parah. Ketika itu, TNI langsung bergerak untuk mempercepat evakuasi serta menyalurkan bantuan umum dan kesehatan. Dirinya pun sudah melaporkan perencanaan pembangunan 3.000 unit rumah ini ke Menteri Sekretaris Negara serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Proses pencarian untuk lokasi yang aman dan strategis sedang berjalan.


Relawan Tzu Chi mulai menggalang dana pada tanggal 20-21 Oktober 2018 dalam rangka pembangunan 3.000 rumah untuk para korban gempa di Palu dan Lombok. Penggalangan dana dilakukan di seluruh kantor Tzu Chi di Indonesia.

Buntut dari MoU tersebut, relawan Tzu Chi di seluruh wilayah di Indonesia langsung mengadakan aksi galang dana serentak sejak 20 Oktober 2018. Seluruh relawan dari seluruh kantor penghubung, perwakilan, dan Kantor Cabang Tzu Chi dari Aceh sampai Papua dengan gencar mengajak masyarakat untuk bersama berdonasi demi membangun rumah di Palu dan Lombok. Mereka datang ke pusat-pusat perbelanjaan, mal, pasar tradisional, warung kopi, perumahan sekitar, juga ada instansi pendidikan yang mengundang Tzu Chi secara langsung untuk menerima donasi, perusahaan swasta juga banyak yang turut terlibat.

Pada intinya, semua lapisan masyarakat tengah berusaha memulihkan ketidakberdayaan warga pascabencana. Maka dari itu, warga di sana, termasuk Sofian tidak perlu khawatir. Ia dan keluarganya hanya perlu melanjutkan kesempatan hidup kedua yang diberikan oleh Tuhan dengan lebih baik. “Ya. Saya sudah mendapatkan pelajaran berharga dari relawan Tzu Chi, kasih sayang, kebaikan, semangat, rasa syukur. Semuanya. Semoga bisa saya manfaatkan dengan baik,” kata Sofian mantap.


Editor: Ivana / Hadi Pranoto

Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -