Sebuah Perjumpaan yang Indah, Kisah Agatta yang Kini Berdayaguna
E-sport telah membuka jalan bagi Agatta yang sebelumnya hanya bisa berbaring karena lumpuh, kini bisa menjadi tulang punggung keluarga. Sebuah kisah inspiratif bahwa selalu ada jalan jika kita berusaha dan berdoa.
*****
“Hello Guys, welcome back to my Youtube Channel, balik lagi sama aku Vanya di sini yang bakal live bareng kalian dalam fast tournament dari Esmeralda V. Ada 12 tim yang akan bertanding dalam tiga ronde ke depan. Jadi teman-teman semuanya jangan lupa pencet tombol like dan juga subscribe di channel Youtube aku dan share live streaming ini ke teman-teman kalian semua.”
Sepintas tak ada yang berbeda dari penampilan Agatta jika menonton Youtube Channelnya. Namun siapa sangka ia melakukannya di atas kursi roda. Profesi ini sudah ditekuni Agatta satu setengah tahun ini.
Industri E-sport atau olahraga elektronik terus berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Banyak atlet E-sport Indonesia yang berhasil menoreh prestasi di luar negeri. Tak hanya atlet, olahraga anyar ini juga menelurkan profesi seperti shoutcaster alias komentator.
Seperti yang tengah digeluti Agatta Meralda Stevanya (25), seorang penerima bantuan Tzu Chi. Ia menjadi shoutcaster di channel Youtube-nya sendiri, Esmeralda V. Ia juga menciptakan turnamen bagi para pemain Games. E-sport telah membuka jalan bagi Agatta yang sebelumnya hanya bisa berbaring karena lumpuh, kini bisa menjadi tulang punggung keluarga. Sebuah kisah inspiratif bahwa selalu ada jalan jika kita berusaha dan berdoa.
“Tadinya hobi main games. Jadi proplayer juga pernah. Trus ada yang ajak saya masuk E-sport, tapi (belakangan) karena handphone nggak mendukung jadinya di belakang layar, buat turnamen-turnamen itu,” jelasnya.
Ketika menjadi proplayer, Agatta beberapa kali menang dan mendapat hadiah. Sebulan, ia bisa mendapat 700-800 ribu rupiah. Namun terkendala smart phone, cara bermain Agatta pun tak maksimal.
”Jadi harus cari cara lain. Kemarin main games dapat duit tapi sekarang nggak bisa ya gimana caranya tetap harus cari duit. Jadi Agatta coba lihat orang lain yang buat event, trus ajak teman-teman juga coba buat event bareng, buat turnamen. Trus akhirnya jadi,” katanya.
“Oke dan kita langsung saja lihat finalis-finalis kita di sini yang sudah mulai bertempur, dari tim 1 dan juga tim 2 sudah ada yang tertebak nggak di sini guys?”
Agatta Sebelumnya
Pada 2016, Agatta saat itu berumur 19 tahun, merupakan mahasiswi universitas swasta di Jakarta. Untuk menyambut mahasiswa baru di kampusnya, Agatta dan teman-temannya dari organisasi pencinta alam melakukan atraksi repling (menuruni ketinggian dengan media tali). Tiga rekannya berhasil, sedangkan Agatta gagal karena miskomunikasi dengan teman lainnya yang mengakibatkannya lumpuh dari pinggang ke bawah.
Para relawan Tzu Chi saat mengantarkan bantuan ranjang untuk Agatta, 20 November 2017. Relawan Tzu Chi juga kerap mengunjungi Agatta untuk memotivasi dan mendampingi keluarganya.
Masa itu merupakan masa kelam bagi Agatta. Ia tak lagi punya semangat hidup, sedih, marah, kalut, dan tak terima dengan keadaan. Ia bahkan berkali-kali mencoba bunuh diri. Ditambah lagi dengan kondisi almarhum ayah Agatha saat itu yang baru didiagnosa leukemia, benar-benar memberi pukulan bagi keluarga Agatta.
Satu ketika, pada September 2017, Tzu Chi menggelar baksos kesehatan gigi di Gereja Santo Fransiskus Xaverius Jakarta Utara. Johan Kohar, relawan Tzu Chi diberitahu salah satu pengurus gereja bahwa Agatta, warga lingkungan Blasius, yang tak jauh dari paroki gereja, baru saja mengajukan permohonan bantuan ke Tzu Chi.
Pengajuan permohonan itu pun diproses, dan pada 20 November 2017, para relawan Tzu Chi mengantarkan bantuan ranjang. Secercah harapan dan semangat pun muncul di hati Agatta dan keluarganya. Sejak saat itu hingga kini, para relawan Tzu Chi terus memberi perhatian pada Agatta. Sejak tahun 2019, Tzu Chi juga memberi bantuan biaya hidup dan diapers untuk Agatta setiap bulannya.
Tadinya Agatta putus harapan, ia merasa paling di bawah karena tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu ia dapat pencerahan dari relawan Tzu Chi kalau masih banyak yang lebih kurang dari Agatha.
“Jadi saya berpikir, kalau mereka bisa kenapa saya tidak bisa. Saya mencoba untuk percaya kepada Tuhan, saya masih punya keyakinan sehingga merasa selama kita berusaha pasti ada jalan, selama kita mau berdoa Tuhan selalu kasih jalan. Tuhan pasti tidak pernah meninggalkan kita,” kata Agatta yang dikunjungi Johan Kohar, relawan Tzu Chi dan Tarsisius Eko, staf Bakti Amal di rumah kontrakannya di Marunda Baru, Jakarta Utara, 9 Januari 2022.
Sejak 2019 Agatta menerima bantuan biaya hidup dari Tzu Chi setiap bulannya. Kini ia sudah bisa mandiri. Dengan kemauannya sendiri, ia pun mengembalikan ATM Tzu Chi kepada Johan Kohar dan Tarsisius Eko karena di luar sana masih banyak yang lebih membutuhkan.
Kabar Baik dari Agatta
Di tahun 2022 ini, banyak perkembangan menggembirakan dari Agatta. Agatta sudah mulai bisa mandiri. Dari yang sebelumnya hanya berbaring di tempat tidur, kini sudah bisa naik turun dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya.
“Puji Tuhan sekarang sudah lebih baik dari pada yang dulu, beda jauh sama yang dulu. Tadinya cuma bisa tiduran, sekarang sudah bisa duduk, setelah itu sudah mulai cari cara biar bisa duduk di kursi roda,” kata Agatta.
Selain dari sisi fisik, Agatta yang dulu patah arang kini menjadi semangat. Dari yang lumpuh kini menjadi berdayaguna, ia bahkan telah menjadi tulang punggung keluarga.
“Waktu saya masih terbaring di tempat tidur, saya selalu berdoa supaya Tuhan kasih Agatta mampu bekerja dan bisa bantu keluarga. Lama banget itu berdoanya setiap hari sampai setahun lebih trus saya pikir kapan ini doanya dijawab. Ternyata waktu Tuhan selalu Indah. Dan akhirnya doa saya terjawab,” katanya sambil tersenyum.
Pada kunjungan kasih tersebut, Johan kohar dan Tarsisius Eko lagi-lagi dibuat haru. Siang itu, Agatta ditemani ibunya, Anni Pankey menuturkan bahwa bantuan biaya hidup yang telah diberikan Tzu Chi sejak 2019 sudah bisa dihentikan seiring kemampuan Agatta yang kini bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Agatta ingin bantuan biaya hidup itu diberikan kepada yang lebih membutuhkan.
Pada hari pertama menjalankan tugasnya ini, Agatta melihat sendiri ternyata banyak sekali orang yang dibantu Tzu Chi dengan berbeda-beda kesulitan hidup yang dialami. Dan meski memikul masalah, para Gan En Hu ini tetap besumbangsih, baik melalui celengan bambu atau menjadi donatur bulanan Tzu Chi.
“Saya bersyukur dan terima kasih untuk Agatta. Agatta sudah menjadi perpanjangan tangan Tuhan. Agatta mempunyai hati yang mau memberi, suatu sukacita yang luar biasa. Itulah yang diharapkan oleh Master Cheng Yen, membentuk manusia menjadi manusia yang berguna bagi sesama,” ujar Johan Kohar.
Agatta pun mengembalikan ATM Tzu Chi kepada Johan Kohar. Selain itu Agatta juga mulai menjadi donatur Tzu Chi setiap bulannya. “Saya merasa lebih bersyukur karena lebih diberkati. Meskipun saya seperti ini, saya masih bisa memberi kepada orang lain yang lebih membutuhkan, itu suatu yang indah,” kata Agatta.
Merupakan sebuah berkat bagi Agatta dapat dipertemukan dengan para relawan Tzu Chi yang dengan tulus mendampinginya yang kala itu ia sendiri hampir menyerah.
“(Peran dari para relawan Tzu Chi) berpengaruh banget, semenjak saya enggak bisa apa-apa sampai detik ini tidak pernah berhenti buat kasih dukungan, kasih bantuan. Saya sampai enggak tahu cara membalas, akhirnya hanya bisa berdoa mudah-mudahan suatu saat Agatta bisa diberikan kesuksesan supaya bisa jadi relawan juga, bisa membantu orang yang membutuhkan seperti saya,” tutur Agatta.
Agatta yang Kini Jadi Relawan Tzu Chi
Keinginan Agatta untuk menjadi relawan Tzu Chi akhirnya terlaksana pada Minggu 3 April 2022. Kegiatan pertama yang ia ikuti adalah Gathering Gan En Hu, atau pertemuan para penerima bantuan di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Pegangsaan Dua, Kelapa Gading.
Sebenarnya untuk menjadi relawan Tzu Chi, Ia mesti mengikuti sosialisasi dahulu, baru bisa mengenakan seragam Tzu Chi. Karena baru pertama kali, ia yang ditemani sang ibu, Anni Pankey pun mengenakan rompi Tzu Chi.
Pada pertemuan Penerima Bantuan Tzu Chi di komunitas He Qi Timur, 3 April 2022, Agatta memulai debutnya sebagai relawan Tzu Chi. Ini merupakan keinginan Agatta yang sudah lama namun terhalang pandemi Covid-19.
Tugas Agatta hari itu melayani para penerima bantuan Tzu Chi yang hendak menuangkan celengan bambu mereka. Ia juga membantu menyerahkan jatah bantuan Gan En Hu seperti susu maupun diapers. Pertama kali melakukan tugasnya, Agatta tak merasa kesulitan.
“Malah aku excited ingin tahu lebih dalam bagaimana relawan menjalankan tugasnya. Dan dari pas masuk lihatnya auranya sudah enak, seru, happy. Jadi saya juga terbawa langsung semangat jadinya,” kata Agatta berbinar-binar.
Untuk selanjutnya, Agatta mendapat tugas untuk memindahkan catatan tangan beberapa relawan sepuh saat menjalankan survei penerima bantuan Tzu Chi ke program Microsoft word.
Menyaksikan anaknya hari itu, Anna Pankey begitu bersyukur. “Ini memang keinginan dia, apa yang dia bisa berikan untuk Tzu Chi, bukan cuma menerima terus. Dan sekarang saatnya dia untuk memberi diri (bersumbangsih), membantu walaupun dalam keadan begitu. Saya yakin dia bisa. Dan saya lebih bahagia lagi, saya bangga,” tuturnya.
Tak hanya Anni Pankey yang bersyukur dengan kemajuan Agatta sekarang ini, kebahagiaan juga dirasakan para relawan Tzu Chi dari He Qi Timur yang selama ini mendampingi Agatta.
“Sangat-sangat bersyukur kami. Ajaran dari Master Cheng Yen kan, tidak hanya kita membantu secara materi saja. Tapi kita harus bisa mengarahkan mindset (penerima bantuan Tzu Chi) tadinya yang dibantu, kemudian mau mengubah diri, memanfaatkan yang ia bisa untuk orang lain,” ujar Anastasia Lili Suarti, relawan Tzu Chi.
Kehadiran Agatta hari itu juga memberikan inspirasi bagi para penerima bantuan Tzu Chi lainnya untuk lebih bersyukur, lebih ikhlas, dan lebih lebih bersemangat menjalani hidup.
Penulis: Khusnul Khotimah
Fotografer: Arimami Suryo A, Khusnul Khotimah, Suyanti Samad (He Qi Timur)