Tak Akan Mengecewakan Orang tua
Tri Aji Santoso tak pernah menyangka jika dirinya akan mengenyam pendidikan di Sekolah Atlet Ragunan yang nantinya akan dipersiapkan menjadi seorang atlet. Dalam benak Aji tak pernah tebersit pikiran untuk menjadi seorang atlet, meskipun ia sendiri sangat menyukai olehraga. Bagi Aji menjadi atlet adalah sesuatu yang mustahil karena tingginya biaya dan kerasnya cara berlatih. Maka Aji pun menjalani hari-harinya selayak remaja seusianya— pergi sekolah, belajar, menunaikan ibadah, dan olah raga sebagai hiburan semata. Tri Aji Santoso merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara pasangan Abdul Kahfi dan Rosmini. Ia dan keluarganya mulai tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi sejak tahun 2003. Sebagai seorang siswa, prestasi Aji di bidang akademik maupun olahraga bisa dibilang biasa-biasa saja. Sampai pada suatu sore yang hangat di tahun 2009 di tepi lapangan olahraga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Aji yang sedang duduk memperhatikan sekumpulan siswa sedang bermain sepak bola dipanggil oleh Ahmad Damanhuri sang guru yang memimpin permainan itu untuk bermain bersama. Kesempatan itu jelas tidak disia-siakan oleh Aji. Dengan penuh semangat ia berlari ke tengah lapangan untuk bergabung. Namun di saat permainan sedang bergulir, tiba-tiba Aji terjatuh dan salah satu lengannya terkilir. Melihat demikian, Ahmad segera menghampiri Aji dan langsung mengurutnya. Tak cuma itu, pada hari-hari berikutnya Ahmad terus memberikan perhatian kepada Aji sampai kondisi Aji benar-benar pulih. Dari hubungan sederhana inilah akhirnya Aji merasa tersentuh, dan mulai mengungkapkan kepada Ahmad kalau ia tertarik untuk mengikuti pelatihan atletik yang rutin diadakan Ahmad setiap sore. | |
MERAIH IMPIAN. Tri Aji Santoso (belakang, tengah) saat berada di podium usai memenangkan salah satu nomor lari mixed ralay (4x100m) estafet tingkat Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta 2010. Hari-hari pun berlalu, Ahmad pun mulai memberikan pelatihan atletik kepada Aji sedari awal. “Saat pertama kali latihan kondisi Aji belum mumpuni. Larinya masih belum lurus dan kondisi fisiknya juga masih belum tegar,” kata Ahmad. Karena Ahmad selalu memberikan semangat dan dukungan penuh kepada Aji, akhirnya Aji menjadi termotivasi untuk berhasil dalam bidang Atletik. Meskipun awalnya Aji sempat ragu ketika Ahmad mendorongnya untuk berkarir di dunia atletik, namun karena dukungan penuh, Aji menjadi yakin akan jalur yang ia tempuh. "Saya bertekad membuat prestasi di bidang Atletik," ungkap Aji. Kondisi keluarga yang kurang sempurna juga menjadi motivasi tersendiri bagi Aji. "Saya ingin membuat orang tua bangga dan menjadi orang yang berguna," ungkap Aji menambahkan. Maka sejak Aji bertetapan hati menekuni bidang atletik, ia rutin menjalani latihan lari setiap sore di lapangan perumahan walaupun tanpa alas kaki. Dari semangat latihan setiap hari itulah Ahmad menemukan bakat Aji. Ia lalu menginstruksikan kepada Aji untuk mengikuti berbagai perlombaan lari tingkat remaja. Sebagai hasilnya, pada tahun 2009 Aji berhasil meraih juara 2 Lomba Lari Estafet di Kejuaraan Nasional Antar Pelajar. Kemudian disusul dengan meraih juara 1 lari 400 M di Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta, dan juara 1 Lari Mixed Relay Estafet kejuaraan Tingkat DKI Disorda. Walaupun begitu, jalan yang ditempuh Aji tidak semulus jalan tol. Ia pernah juga mengalami kekalahan beberapa kali, bahkan pernah gagal dalam audisi penerimaan siswa di Sekolah Atlet Ragunan. Tetapi Ahmad yang berperan sebagai seorang pelatih sekaligus sahabat terus memberikan dorongan moral kepada Aji. Di masa-masa kejatuhan itu Ahmad selalu menasehati Aji, bahwa kekalahan adalah awal dari sebuah kemenangan. Ahmad juga selalu mengilustrasikan kepada Aji bahwa tinggal di Sekolah Atlet Ragunan tak jauh berbeda dengan tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Bila di Sekolah Atlet tempat tinggal, sekolah, dan lapangan saling berdekatan, maka tak ada bedanya dengan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang juga memiliki sekolah dan lapangan di dalam satu kompleks. Alhasil, Aji pun kemudian memiliki ketegaran mental dalam menerima kekalahan dan kemenangan berikutnya adalah buah dari usaha Aji dalam menyikapi kekalahan. Berkat banyak kemenangan yang diraih oleh Aji, akhirnya ada salah satu sahabat Ahmad yang berprofesi sebagai pelatih di Sekolah Atlet Ragunan mulai memerhatikan Aji dan berniat memasukkan Aji di sekolah itu. Setelah melalui tahapan administrasi, Aji langsung diterima di sekolah itu sebagai siswa berprestasi di bidang olahraga atletik dan mendapatkan beasiswa 100%. Dengan demikian Aji yang baru duduk di kelas 3 Sekolah Menengah Pertama Cinta Kasih Tzu Chi pun kemudian pindah ke Sekolah Atlet Ragunan tanpa audisi pada akhir Desember 2010. “Dulu saat tidak lolos audisi Aji sempat patah semangat, tapi pada akhirnya atas kerja kerasnya ia berhasil diterima di sekolah itu dengan jalan yang berbeda,” terang Ahmad. Mendengar prestasi yang dicapai oleh Aji kedua orang tuanya pun langsung terharu meski merasa berat hati melepaskan Aji tinggal di asrama. Bagi Aji prestasi yang diraihnya tak lain adalah hasil dari doa dan bimbingan orang-orang yang ia cintai terutama kedua orang tua dan Ahmad. Jika dahulu Aji lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermain dan melupakan tanggung jawab belajarnya, kini ia telah berubah menjadi anak yang tahu bersyukur dan bertanggungjawab dalam menjalankan semua kewajibannya. Karena itu kerasnya latihan di Sekolah Atlet tak mengendurkan semangat Aji untuk memberikan yang terbaik bagi orang tuanya dan mewujudkan janjinya – menjadi anak yang berguna. “Saya ingin memberikan yang terbaik untuk orang tua dan tidak mengecewakan pak Ahmad,” ungkapnya. | |