Ahad Vidyaloka
"Belajar untuk Down to Earth"

Saya mengenal Tzu Chi dari siaran Da Ai TV Taiwan. Saya merasa Tzu Chi itu universal tanpa mengkotak-kotakkan dan kegiatan kemanusiaan Tzu Chi tidak hanya sekadar omongan saja. Namun saya belum dapat mengikuti kegiatan Tzu Chi karena jarak rumah yang jauh di Serpong, sedangkan kegiatan (Tzu Chi) lebih banyak dilakukan di Jakarta. Pada tahun 2008  saya pindah ke daerah Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta. Sejak pindah saya datang sendiri ke Jing Si Books & Café Pluit untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Salah satu hal yang juga membuat saya tertarik untuk bergabung dalam kerelawanan Tzu Chi adalah orang-orang yang begabung dengan Tzu Chi tidak memandang golongan tertentu saja, demikian juga saat membantu orang lain, semua dilakukan tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, maupun golongan.

Tzu Chi itu organisasi yang tidak menjanjikan sesuatu. Jika Tzu Chi ada menjanjikan sesuatu justru saya tidak akan mau  bergabung. Tzu Chi mengajarkan untuk melakukan sesuatu yang positif untuk orang lain, lingkungan, alam, dan lain-lain. Hal ini semua masuk akal dan tanpa dipaksakan. Saya teringat seperti yang disampaikan Master Cheng Yen, “Karena memang keluarga lebih penting jadi selesaikan dulu urusasn di keluarga, kemudian setelah punya waktu lebih baru digunakan untuk membantu orang lain.”  Saya belajar untuk turut bersumbangsih di Tzu Chi, namun tanpa meninggalkan kewajiban sebagai kepala keluarga. Sekarang saya mulai aktif di Tzu Chi. Keluarga mendukung apa yang saya lakukan di Tzu Chi. Orangtua memberikan dukungan, begitu juga dengan istri yang tidak pernah komplain dengan aktivitas apapun yang saya lakukan di Tzu Chi.

Belajar Memiliki Kerendahan Hati

Sejak tahun 2008 hingga kini, saya belajar mencoba untuk down to earth. Banyak yang saya pelajari dari Tzu Chi. Saya itu seorang yang memiliki emosi yang sangat luar biasa. Terakhir saja, saya sempat agak marah hanya karena masalah sepele. Begitu saya sadar, saya akan minta maaf. Jadi, di Tzu Chi saya banyak belajar, belajar untuk mengontrol emosi sehingga hati saya lebih damai.

Ketika Jakarta dilanda banjir pada awal tahun 2013 lalu, kebetulan waktu itu merupakan suatu kesempatan bagi saya untuk belajar, jadi saya turut bergabung dalam tali estafet Tzu Chi dalam menyalurkan bantuan kepada para korban banjir di Jakarta. Saya mengikuti kegiatan Tzu Chi tidak hanya pada saat acara seremonial saja, namun juga kegiatan-kegiatan baksos atau kegiatan sosial lainnya, seperti penyaluran bantuan pascabencana seperti ini.

Banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan selama terjun membantu menyalurkan bahan bantuan bagi para korban banjir. Saya melihat banyak kepedulian dari banyak pihak, namun di samping itu juga ada contoh keserakahan. Saya merasakan bahwa mereka yang kaya terkadang lupa untuk bersikap rendah hati, sementara yang kurang mampu selalu merasa tidak pernah cukup (serakah) atas berkah yang dimilikinya. Melihat kondisi demikian saya belajar untuk memahami bahwa jika dalam kondisi apapun kita jangan serakah dan sombong. Dalam kegiatan pembagian bantuan bagi korban banjir itu, saya melihat langsung kondisi kehidupan warga yang tinggal di pemukiman-pemukiman padat penduduk (kumuh). Dengan melihat kondisi mereka, saya merasa bersyukur karena ternyata hidup saya jauh lebih beruntung. Saya juga bisa belajar memahami ketidakkekalan (anicca), bahwa hidup ini tidak kekal dan terus mengalami perubahan. Yang kaya pada saat tertimpa musibah ternyata juga membutuhkan uluran tangan dari orang lain.

Meneladani Dharma Master Cheng Yen

Bagi saya Master Cheng Yen adalah sosok teladan dalam kehidupan ini. Beliau memiliki semangat yang sangat luar biasa. Setiap hari dan setiap detik beliau pergunakan dengan sangat berharga untuk melakukan kebajikan. Master Cheng Yen juga eorang inspirator yang sangat luar biasa. Ketika kita bermalas-malasan, ingatlah pada Master Cheng Yen yang meski sudah berumur namun masih tetap semangat menyebarkan cinta kasih. Hal itulah yang patut kita contoh. Selain itu, kepedulian beliau bukan hanya kepada manusia saja melainkan ditujukan kepada semua makhluk dan alam. Kita diajarkan untuk mencintai alam dengan menjaga dan melestarikan lingkungan.

Di Tzu Chi kita diajarkan tentang makna cinta kasih universal, berbuat kebajikan untuk menolong orang lain, dan mencintai alam. Kata-kata Master Cheng Yen yang membuat saya tersentuh dan selalu mengena di hati adalah: “Ada dua hal yang tidak dapat ditunda dalam hidup ini, yaitu berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan.” Dua hal ini menurut saya sangat penting untuk dijalankan. Master Cheng Yen mengajarkan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua yang telah berjasa melahirkan, merawat, melindungi, dan mendidik kita. Begitu pula kita juga diingatkan untuk memiliki cinta kasih universal, yaitu berbuat kebajikan kepada siapa pun yang membutuhkan bantuan. Di sini saya belajar untuk memberi dan melupakan, dalam arti sesungguhnya ‘memberi dengan tulus tanpa pamrih’.

(Seperti yang dituturkan kepada Yuliati)

Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -