Angela: Relawan Tzu Chi Jakarta
Saya Ingin Terus di Tzu Chi
Kalau diizinkan terus, diberikan umur panjang, saya ingin terus di Tzu Chi. Saya merasakan suatu perubahan baik dalam diri saya. Hal yang baik yang bisa mengubah kita, kenapa tidak kita mempertahankannya.
Saya mengenal Tzu Chi dari tayangan DAAI TV. Ketika Taiwan dilanda musibah gempa, saya datang ke Kantor Tzu Chi di ITC Mangga Dua untuk berdonasi. Di sana saya juga diajak untuk bergabung jadi relawan. Namun waktu itu saya masih berprinsip, saya mau jadi relawan kalau sudah lansia (tua). Karena saya lihat di DAAI TV yang bersumbangsih di pelestarian lingkungan rata-rata berusia lanjut (lansia). Jadi ada niat menjadi relawan, tapi belum untuk saat itu.
Pada tahun 2015, saya dan anak-anak berlibur ke Taiwan. Karena ada sisa waktu, saya berkunjung ke Hualien, dan tak sengaja saya tanya kepada supir taksi apa tahu tempat tinggal Master Cheng Yen. “Tahu tidak, Pak tempat tinggal Master Cheng Yen yang sering ada di televisi?” tanyaku. “Oh tahu,” jawab sang supir. Lalu ia antar kami sekeluarga ke sana (Griya Jing Si) Hualien, Taiwan.
Sesampai di Griya Jing Si saya dan keluarga diajak tour Griya Jing si. Keesokan harinya saya kembali ke Griya Jing Si untuk ikut kebaktian. Di Griya Jing Si saya bertemu banyak relawan, mereka bilang di Indonesia Aula Jing Si nya sangat indah. Salah satu Shifu bertanya kepada saya, “Kamu ada waktu tidak menjadi relawan Tzu Chi?”
Sepulang dari Taiwan saya terus memikirkan hal ini, dan akhirnya di bulan Juli 2015 saya mendaftarkan diri menjadi relawan Tzu Chi di Jing Si books & Café Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cukup lama jodoh saya untuk menjadi relawan. Di bulan Desember 2015 saya baru ditelepon dari komunitas He Qi Timur untuk mengikuti sosialisasi menjadi relawan. Beberapa minggu kemudian saya langsung diajak berkegiatan Tzu Chi. Hal ini menjadi syarat untuk mengikuti traning relawan. Kebetulan sekali pada 10 Desember 2015 ada training Relawan Abu putih lalu saya ikut traning ini selama dua hari.
Semenjak ikut traning itu, setiap ada kegiatan Tzu Chi dan ada waktu, saya selalu ikut. Sekarang saya lebih fokus di Misi Pendidikan. Tugas saya sebagai Da Ai Mama. Kalau menurut anak saya, sifat pemarah saya kini mulai berkurang. Saya juga dulu orangnya tidak sabaran. Shijie-shijie yang berkegiatan dengan saya juga mengatakan saya banyak berubah. Jadi pengendalian diri saya bisa dikatakan lebih stabil.
Perubahan ini terutama karena saya terjun di Misi Pendidikan. Di kelas budi pekerti, di samping sebagai Pendamping anak-anak (Duifu Mama), saya secara tidak langsung belajar seperti anak-anak kelas budi pekerti. Saya dampingi anak-anak belajar Budaya Humanis Tzu Chi, sekaligus saya ikut belajar juga. Jadi tidak sengaja nilai-nilai humanis ini meresap juga ke dalam diri saya sendiri.
Saya kini juga lebih sabar terhadap anak-anak. Dahulu, anak itu harus selalu mendengarkan saya. Saya tidak peduli pendapat mereka. Tapi sekarang, setelah bergabung di Kelas Budi Pekerti Tzu Chi, saya memahami, walaupun saya sebagai orang tua, saya tetap harus menghormati pendapat anak saya.
Pada Ceramah Master Cheng Yen, beliau sering mengingatkan bahwa ada dua hal yang tidak boleh ditunda, yakni berbakti kepada kedua orang tua dan berbuat kebajikan. Saya sangat tersentuh sekali dengan nasihat ini karena kedua orang tua saya sudah meninggal. Jadi kesempatan saya cuma satu yakni berbuat kebajikan. Kata-kata Master Cheng Yen ini sangat menginspirasi saya. Saya sangat gembira ketika ikut berkegiatan di Tzu Chi.
Sekarang suami saya juga sudah menjadi relawan Tzu Chi. Saya juga ajak anak-anak saya masuk ke Tzu Shao Ban (kelas budi pekerti setingkat SMP dan SMU). Bahkan kakak kandung saya juga saya ajak jadi relawan Tzu Chi. Berikutnya kakak saya yang di Malaysia, saya coba kenalkan Tzu Chi kepadanya.
Kalau saya diizinkan terus, diberikan umur panjang, saya ingin terus dalam barisan Tzu Chi. Saya merasakan perubahan yang baik dalam diri saya. Hal yang baik yang bisa mengubah kita, kenapa tidak kita pertahankan dan tingkatkan agar lebih baik lagi.
Seperti dituturkan kepada Khusnul Khotimah.