Benny Salim: Relawan Tzu Chi Jakarta
Mewariskan Nilai Luhur dan Semangat Tzu Chi


“Hidup terasa sangat berlimpah setelah mengenal Tzu Chi dan bersyukur setiap harinya.”


Saya tumbuh besar di lingkungan keluarga Tzu Chi, di mana kedua orang tua saya merupakan relawan Tzu Chi, sehingga banyak sekali nilai-nilai luhur dan ajaran Jing Si yang ditanamkan di dalam keluarga saya sedari muda.

Di tahun 2008, perkenalan saya dengan Yayasan Buddha Tzu Chi dimulai pada masa kuliah karena saat itu kami masih tinggal di Medan. Awal mula saya mengenal Tzu Chi dari kedua orang tua, yaitu Alex Salim dan Ng Siu Tju, yang telah lebih awal aktif sebagai relawan Tzu Chi. Kedua orang tua saya merupakan role model dan panutan bagi saya karena mereka selalu mengajarkan tentang pola hidup sederhana, cinta kasih terhadap sesama tanpa memandang status, dan juga tentang arti kebijaksanaan.

Setelah melalui beberapa ajakan dari mama (Ng Siu Tju), saya pun akhirnya mencoba mengikuti kegiatan pembagian kupon sembako yang diadakan di area sekitar Medan pada saat itu. Sewaktu mengikuti kegiatan bagi kupon sembako, saya sangat kagum dengan bagaimana cara seluruh relawan di-briefing terlebih dahulu sebelum kegiatan dimulai, dan juga relawan-relawan dibimbing untuk selalu mengutamakan budaya humanis selama berkegiatan dan mencari informasi yang jelas sehingga kupon sembako yang dibagikan akan tepat sasaran.

Dari kegiatan bagi kupon sembako ini, lantas menguatkan niat saya untuk terjun sebagai relawan Tzu Chi. Pada awal saya bergabung, saya banyak mengikuti kegiatan di misi amal dan juga pengobatan, karena pada saat itu Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia di Kota Medan sering mengadakan baksos umum keluar kota, seperti Kota Asahan, Kabanjahe, Tebing Tinggi, hingga ke Pematang Siantar.

Di dalam misi pengobatan inilah saya banyak belajar mengenai arti dari kerja sama tim, saling menghormati dan menghargai, serta kasih sayang terhadap sesama. Setiap melakukan kegiatan pengobatan, terutama baksos umum, hati saya penuh dengan sukacita terutama ketika melihat senyum tulus dari para pasien atau penerima bantuan yang mendapat pemeriksaan kesehatan maupun bantuan obat-obatan dari baksos kesehatan umum tersebut.

Mewariskan Semangat Tzu Chi di Dalam Keluarga
Di tahun 2017 setelah menetap di Jakarta, saya merasakan perasaan sukacita yang makin mendalam, karena pasangan hidup saya, Luana juga bergabung sebagai relawan Tzu Chi. Kala itu juga, Luana mengikuti kegiatan membersihkan rumah salah satu kediaman penerima bantuan Tzu Chi, yaitu Opa Erwin di daerah Grogol. Seperti prinsip Tzu Chi di mana pada saat membersihkan rumah, itu ibarat kita juga membersihkan batin kita dari noda-noda batin.

Hingga saat ini, saya dan istri selalu mewariskan semangat Tzu Chi kepada anak kami, Cello, di dalam kehidupan sehari-hari keluarga kecil kami. Kami berusaha hidup secara sederhana, yaitu tidak berfoya-foya, dengan prinsip melestarikan lingkungan, berbudaya humanis serta beretika terhadap sesama, sehingga sangat bahagia rasanya ketika melihat Cello tumbuh sebagai pribadi yang proaktif, periang, dan selalu berlaku sopan terhadap orang tua karena itu merupakan hal yang utama bagi saya maupun Luana.

Hidup terasa sangat berlimpah ketika mengenal Tzu Chi dan bersyukur setiap harinya telah diberi kesempatan untuk bisa menjalani kehidupan, selalu mewariskan semangat Tzu Chi kepada sesama dan juga dapat mewariskan kepada anak di dalam keluarga. Di dalam hati kami selalu tertanam ajaran dari Master Cheng Yen yaitu “Ada dua hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan yaitu: berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan.”

Seperti yang dituturkan kepada: Erli Tan
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -