Dr Hengky Ardono & Dr Ruth O. Anggraeni: Relawan Tzu Chi Jakarta
Satu Misi dengan Tujuan Mulia
Berprofesi sebagai dokter, pasangan suami-istri ini sebenarnya sudah cukup sibuk, namun dengan niat dan semangat yang kuat, mereka bersumbangsih sebagai relawan Tzu Chi International Medical Association (TIMA). Terbentuknya TIMA Indonesia tahun 2002 juga tidak lepas dari peran aktif keduanya.
*****
Sejak masih mahasiswa, Dokter Hengky Ardono (66) sudah suka dengan kehidupan berorganisasi. Karena itu saat ia dan istrinya, Dokter Ruth O. Anggraeni (61) diajak mengikuti bakti sosial (baksos) kesehatan yang diadakan Tzu Chi tahun 1999 di daerah Pademangan, mereka langsung mengiyakan.
Walau masih sebagai pengamat, diam-diam mereka sudah terkesan dengan keindahan budaya humanis Tzu Chi. “Kegiatan waktu baksos itu demikian kompak, demikian bekerja dengan hati, sehingga membuat kami ingin bergabung juga,” kenang Ruth.
Saat itu Hengky kagum dengan besarnya baksos dan amal yang dilakukan Tzu Chi. Namun ia mengamati ada celah yang harus diperbaiki. Dirinya yang berprofesi sebagai dokter sangat memahami hal tersebut. Beberapa relawan Tzu Chi yang bertanggung jawab di misi kesehatan saat itu seperti Oey Hoey Leng, Awaluddin Tanamas, dan Suang Ing pun menanyakan solusi padanya.
“Mereka antusias. Nah saya dan Dokter Ruth ini memang seneng mengenai operasional, kami tertarik. Lalu saya bilang bagaimana jika saya buat konsep jangka pendek, menengah, dan jangka panjang untuk baksos. Mereka senang sekali. Setelah itu kita kayak udah masuk ke dalam, tiap Kamis kami meeting di ITC Mangga Dua (Kantor Pusat Tzu Chi saat itu),” cerita ayah dua anak ini.
Dokter Hengky (kedua dari kiri) merasa perjalanannya di Tzu Chi bisa demikian lama karena banyak nilainilai positif yang bisa didapatnya. Tzu Chi mengajarkannya bahwa dengan bersumbangsih, bisa memberi kebahagiaan kembali untuk dirinya.
Untuk mengenal dunia TIMA lebih jauh, pada Desember 2000 mereka pun diajak ke Taiwan untuk mengikuti konferensi TIMA di Hualien. Mereka juga mengunjungi Rumah Sakit Tzu Chi di Taiwan. “Saat di sana kami baru ngerti apa itu TIMA. Dari situ mulai punya bayangan, oh Tzu Chi itu seperti itu,” kenang Hengky. “Kami jadi lebih tahu apa visi misi Tzu Chi, kami banyak ngobrol sama dokter-dokter di sana dan anggota TIMA dari negara-negara lain. Nah di situlah baru terurai semuanya,” timpal Ruth.
Pulang dari Hualien, Dr. Hengky dan tim lalu ditugaskan untuk membentuk TIMA Indonesia. Setelah berbagai persiapan maka TIMA Indonesia pun berdiri tanggal 10 November 2002, dengan Dr. Budiono Sp.B sebagai Ketua, dan Dr. Hengky sebagai Wakilnya. Sedangkan Dr. Ruth memegang tanggung jawab sebagai koordinator bidang sosial yang mencakup baksos kesehatan.
Merasakan Asam Manisnya Baksos
Selama menjalankan misi kesehatan Tzu Chi, Ruth dan Hengky berkontribusi penuh pada Baksos Kesehatan Tzu Chi dari tahun ke tahun. Menurut Hengky baksos pada masa awal itu tidaklah mudah, karena sumber daya manusia dan peralatannya serba terbatas. Pada masa itu baksos diadakan di RS Cinta Kasih Tzu Chi (RSCK) Cengkareng, yang statusnya masih poliklinik.
“Itu baksosnya dialokasikan untuk wilayah luar Jakarta juga, ada yang dari Indramayu, Cianjur, Bandung, dan lainnya. Dua hari baksos itu jumlah pasiennya bisa 300-400 orang, di situ suka dukanya mulai timbul, karena (mengurus) bagaimana mereka tidur, mandi, dan makan,” kata Ruth. Meski mendapat dukungan dari relawan Tzu Chi, namun menurutnya hal ini membutuhkan atensi khusus.
Bertahun-tahun aktif di berbagai kegiatan sosial yang berhubungan dengan berbagai pihak seperti pemerintah, TNI, rumah sakit, warga setempat, pasien, relawan, dan lainnya membuat dokter Ruth (kiri) terasah menjadi orang yang lebih bijaksana dan berpengertian.
Selain itu juga harus mengurus izin setiap kali mengadakan baksos, termasuk izin dokter-dokter TIMA dari luar negeri yang saat itu datang untuk membantu. Hengky menyadari dukungan anggota TIMA dari luar negeri seperti Taiwan, Singapura, dan Filipina saat itu amatlah membantu. Namun seiring waktu ia juga berupaya mengajak dokterdokter Indonesia untuk menjadi bagian dari TIMA Indonesia.
Tahun 2000-an Tzu Chi mulai berkembang di berbagai daerah maka baksos pun mulai menjangkau daerah-daerah di luar Jakarta. Namun itu juga tidak mudah, karena Tzu Chi saat itu belum terlalu dikenal sehingga terkadang terjadi penolakan-penolakan dengan berbagai alasan.
asan. “Intinya ya dinikmati ajalah semuanya (apapun suka dukanya -red),” kata Ruth sambil tertawa. “Yang penting kami dengan relawan bergandengan tangan. Saya anggap itu air mengalir dalam kehidupan yang memang harus dijalani, misi saya dalam dunia ini mungkin di situ, jadi saya enggak stres,” lanjutnya sambil tersenyum. Ia pun ingat dengan kata-kata Master Cheng Yen yang sudah menjadi pegangan hidupnya: Di dunia ini tidak ada yang tidak kukasihi, tidak ada yang tidak kucintai, dan tidak ada yang tidak kumaafkan. “Dasarnya itu, karena perbedaan kita demikian tajam, di Kalimantan dengan Jawa aja beda, itu dasarnya, kami harus benar-benar ikhlas,” katanya yakin.
Tekad dan Harapan
Pasangan yang menikah tahun 1986 ini lalu memutuskan untuk dilantik menjadi Komite Tzu Chi pada tahun 2009. “Tzu Chi mengajarkan saya bahwa memberi bisa memberi kebahagiaan kembali untuk kita. Dulu kalo kita pikir rasional, setiap kali memberi maka milik kita akan berkurang. Tapi di Tzu Chi, tidak. Dengan memberi, saya bisa bahagia dan milik kita tidak berkurang,” ungkap Hengky gembira.
Demikian pula Ruth, ia merasa bahagia karena bisa berkontribusi membantu sesama melalui Baksos Kesehatan Tzu Chi. “Terutama mereka yang benar-benar nggak mampu, mereka sudah ‘buta’ (tidak bisa melihat –red) lama karena katarak, begitu dioperasi, bisa melihat wajah istrinya yang sudah lama tidak dilihat. Juga ada penjaja es yang selama jualan dituntun anak-anaknya, setelah dioperasi dia kembali jualan. Anakanaknya kembali ke sekolah,” cerita Ruth. Melihat kebahagiaan para pasien yang sembuh karena baksos, membawa kebahagiaan yang amat dalam pada dirinya.
Dokter Ruth merasa bahagia karena bisa berkontribusi membantu sesama melalui Baksos Kesehatan Tzu Chi. Melihat para pasien yang sembuh karena adanya Baksos Kesehatan Tzu Chi, membawa kebahagiaan yang amat pada dirinya.
Sementara itu Hengky tidak menyangka dirinya bisa bertahan di Tzu Chi hingga 21 tahun. Pengalamannya di Tzu Chi telah membangkitkan cinta kasih dan memberi kekuatan baginya untuk bersumbangsih. “Dulu saya punya pemikiran bahwa untuk berorganisasi cukuplah 3 atau 4 tahun. Tapi di Tzu Chi ini perjalanannya bisa begitu panjang, karena dalam perjalanan ini ada nilai-nilai yang bisa saya ambil,” terangnya.
Ia teringat dengan ucapan Master Cheng Yen yang ia dengar langsung saat mengunjungi Hualien tahun 2000, ”Kata Master, dokter dan perawat ibarat setengah dewa yang mengurangi penderitaan orang. Kalian orang yang berbahagia, bisa menjadi dokter dan perawat. Hidupmu saat ini adalah buah kebajikan yang kamu lakukan di masa lampau. Kalau mau melihat masa depanmu, lihatlah apa yang kamu lakukan sekarang. Saya sangat tersentuh. Itu salah satu landasan hidup saya setelah bertemu beliau,” katanya.
Selama menjalani misi di Tzu Chi, Ruth dan Hengky mengaku sering berbeda pendapat, namun selalu diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Ruth sendiri juga merasakan perubahan dalam dirinya, “Perubahan kebijaksanaan dan pandangan hidup. Kalo orang bilang lebih semeleh, lebih ‘ya udah jalani aja seperti air mengalir’,” ucapnya santai.
“Saya lihat Dokter Ruth ikut Tzu Chi jadi lebih sabar dan toleran. Beliau kan memang banyak di lapangan, lebih streng dulunya, tapi sekarang lebih sabar, lebih bijak, dan lebih mau mengerti orang,” imbuh Hengky. Sedangkan di mata Ruth, suaminya juga berubah lebih sabar, lebih pengertian, dan lebih bisa membagi waktunya untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri saja. “Lebih bisa menikmati kan, seperti ini bawa cucu, ha..ha..ha,” sela Hengky sambil terbahak. Saat diwawancarai Tim Redaksi Majalah Dunia Tzu Chi, Hengky dan Ruth mengajak serta cucunya.
Dokter Ruth maupun Dokter Hengky berharap bisa terus berkontribusi di Tzu Chi dan makin banyak generasi muda maupun organisasi lain yang ikut menjalani misi mulia ini.
Penulis: Erli Tan, Fotografer: Dok. Tzu Chi Indonesia