Drg. Lynda Verniati
Dongeng Ala Sang Dokter
Kalau ibarat kata, saya itu seperti ikan ketemu air saat saya mengenal Tzu Chi pada tahun 1999 lalu. Bagaimana tidak? Saat mengenal Tzu Chi, saya diberikan satu fasilitas untuk memberikan penyuluhan kepada pasien melalui baksos kesehatan. Hal tersebut sudah lama saya dambakan. Dulu saya juga aktif dalam organisasi kemanusiaan lain, tapi saran saya untuk mengadakan penyuluhan tidak pernah tercapai.
Pada dasarnya saya memang suka mendongeng, tapi nyatanya lebih dari itu. Sejak dulu hingga sekarang, saya selalu ingin masyarakat Indonesia itu tidak semata-mata memperoleh pengobatan tapi juga mendapatkan pengetahuan untuk hidup sehat, karena itu lebih penting. Memperoleh pengobatan memang membantu, namun sifatnya temporary, kalau sakit berobat, sampai situ saja. Tapi, jika mereka tidak tahu cara hidup sehat maka akan tetap membuat biaya untuk pengobatan juga tinggi. Jadi untuk mendidik mereka dibutuhkan satu wadah. Melalui baksos Tzu Chi lah saya mulai banyak cuap-cuap seperti pendongeng atau “tukang obat”.
Menjalani Hobi
Kemudian sejak tahun lalu (2015), setelah komunitas relawan He Qi Pusat terbentuk, saya diberikan tanggung jawab sebagai penanggung jawab baksos degeneratif yang rutin digelar setiap sebulan sekali. Saya memang sudah tidak muda, usia saya sudah 63 tahun, tapi saya yakin kalau saya mempunyai pengetahuan lebih dari pasien-pasien yang nanti saya tangani yang kebanyakan juga sudah tidak lagi muda.
Dalam setiap sesi penyuluhan kesehatan, kendala yang saya hadapi selalu berbeda-beda karena para pasien datang dari berbagai lapisan masyarakat. Menurut saya memberikan penyuluhan kesehatan itu tidak sekadar membaca atau menerangkan Ppt (presentasi power point-red), tapi dia harus menguasai materi dan kelasnya serta membuat fokus semua orang itu terpusat pada pembicaraan. Karena itu, selama saya masih diberikan kesempatan, saya akan tetap bersumbangsih.
Ada pengalaman menarik yang saya dapat saat memberikan penyuluhan kesehatan. Satu kali saya sedang naik kendaraan umum dan bertemu satu laki-laki yang menyapa saya. Dia menyapa saya, “Dokter Linda ya?” Saya terdiam karena saya lupa dia siapa. Dia lalu berkata lagi, “Saya dulu anak yang ikut penyuluhan kesehatan sama dokter, di Papar.” Di situ saya ingat, saya dulu pernah juga memberikan penyuluhan kesehatan di Papar, Kediri, Jawa Timur. Cukup lama saya di sana dan saya tidak menyangka kalau apa yang saya lakukan sangat diingat oleh anak-anak yang waktu itu masih sangat kecil.
Pengalaman yang sama juga pernah saya dapatkan ketika saya sedang di pinggir jalan menunggu angkutan umum. Ada satu taksi yang berhenti di depan saya, sopirnya membuka kaca dan menawari saya taksi. Saya menolak karena saya lebih memilih angkutan umum lainnya. Tapi ternyata dia masih menawari saya, waktu itu sambil memanggil nama saya. “Lho kok dia kenal saya,” pikir saya heran. Ternyata dia juga murid sekolah dasar yang dulu pernah mendengar penyuluhan saya.
Berupaya Menjadi Teladan
Hal yang paling ingin saya tekankan tentang memberikan penyuluhan adalah bahwa saya tidak ingin dikenal, tapi mari bersama-sama belajar tentang kesehatan. Karena saya ingin masyarakat Indonesia itu minimal harus tahu sekaligus belajar bagaimana menjaga kesehatannya.
Selain belajar bersama pasien, di Tzu Chi pun saya banyak belajar. Sejak ditunjuk menjadi Sekjen (Tzu Chi International Medical Association) TIMA pada tahun 2002 hingga 2015 lalu, saya banyak belajar kesabaran dan semakin mendalami nilai kehidupan. Pendalaman nilai kehidupan itu semakin saya dapat ketika bertemu dengan Master Cheng Yen pada 2001 lalu. Ketika Kamp TIMA di Taiwan, saya bisa bertemu Master Cheng Yen dalam jarak yang cukup dekat karena saat itu anggota TIMA belum sebanyak sekarang. Saya belajar dari Master Cheng Yen bahwa meski beliau bukanlah seorang dokter dan tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, tetapi beliau memiliki kepedulian yang sangat besar pada misi kesehatan. Maka dari itu Misi Kesehatan Tzu Chi membutuhkan orang-orang yang benar-benar mau berkomitmen untuk bersama mengembangkan Tzu Chi dalam membantu sesama.
Saya selalu mempunyai ketakutan bahwa suatu saat saya tidak mampu lagi membantu orang lain. Tapi melalui Tzu Chi, ketakutan saya berangsur menghilang karena kini kapan saja saya bisa bersumbangsih dan membantu mereka yang membutuhkan. Sebagai insan Tzu Chi, saya juga mempunyai tanggung jawab untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan (sosial) Tzu Chi dan mempertahankan warnanya agar tidak mudah pudar sehingga bisa semakin menginspirasi orang lain.
Fotografer : Rianto Budiman (He Qi Pusat)