Hong Thay
Bersyukur dan Berpuas Diri

Saya pertama kali mengenal Tzu Chi tahun 2003, ketika Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan sosialisasi di Pekanbaru. Namun, jalinan jodoh saya dengan Tzu Chi baru bersemi ketika Tzu Chi Singapura mengadakan baksos kesehatan di Pekanbaru di tahun 2005. Ini merupakan Baksos Kesehatan Tzu Chi pertama di Bumi Lancang Kuning, dan ketika itu saya juga menjadi relawan di bagian pengobatan hernia.
Jalinan jodoh saya terus berlanjut ketika pada tanggal 13 Desember 2006 Tzu Chi Indonesia kembali mengadakan sosialisasi di Hotel Jatra dan mulai membicarakan tentang rencana kegiatan, membentuk, dan mencari penanggung jawab Tzu Chi Pekanbaru. Tanggal 21 Januari 2007 saya menjadi relawan untuk baksos kesehatan di Libo, dan atas ajakan Tishe Shijie (Lutiana) saya menerima tanggung jawab sebagai koordinator relawan untuk Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-40 di RS Lancang Kuning Pekanbaru pada tanggal 14-15 April 2007. Sehari sebelumnya juga diresmikan Kantor Penghubung Tzu Chi Pekanbaru dan saya menerima tanggung jawab sebagai Hu Ai Pekanbaru bersama Tishe Shijie dan Honggara Shixiong. Sejak saat itu hampir setiap kegiatan Tzu Chi saya selalu berpartisipasi, mulai dari pembagian beras sampai menjadi koordinator pelaksana saat Tzu Chi mengadakan Baksos Kesehatan ke-65 di RS Lancang Kuning pada tanggal 20-21 Maret 2010.
Saya tertarik mengikuti kegiatan Tzu Chi karena saya merasakan hal-hal yang berbeda dari kegiatan-kegiatan sosial yang pernah saya ikuti sebelumnya, seperti di Tzu Chi setiap kegiatan selalu diawali dengan perencanaan dan survei, serta bantuan langsung diserahkan ke tangan penerima bantuan sehingga kita bisa merasakan sendiri apa yang dialami dan dirasakan oleh penerima bantuan. Dari situ kita belajar bersyukur dan berpuas diri atas keadaan kita saat ini. Selain itu, ada Kata Perenungan Master Cheng Yen yang memotivasi saya: “Yang paling bermakna dalam hidup adalah secepatnya bersumbangsih ketika memiliki kesempatan dan kemampuan”.

Kasus kedua adalah ketika saya mendampingi seorang penderita tumor. Tiga hari sebelum meninggal, saya mengunjunginya. Pasien tersebut berkata kepada saya, “Pak, tolonglah saya. Saya masih ingin hidup untuk menjaga dan berbakti kepada orang tua saya.” Kata-kata ini sangat menyentuh, di mana pada saat-saat penderitaan hebat ia masih ingat untuk membalas budi, sementara banyak orang yang sehat namun tidak memerhatikan kedua orang tuanya. Yang mengharukan, papa dari almarhum kemudian menjadi relawan Tzu Chi. Saat Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan di desanya tanggal 17 April 2011 lalu, ia sangat aktif membantu, mulai dari survei hingga baksos selesai. Pak Supriono juga sering menelepon untuk menanyakan kabar dan berdoa semoga saya sehat selalu. Beliau juga menyampaikan keinginannya untuk terus bersumbangsih jika Tzu Chi akan melakukan kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya.
Awalnya sangat sulit untuk membagi waktu antara pekerjaan dan tugas sebagai relawan Tzu Chi. Keluarga merasa khawatir akan kesehatan saya karena kesibukan saya yang padat, terlebih saat ini saya menjadi Ketua Tzu Chi Pekanbaru. Mereka juga keberatan jika waktu libur saya untuk keluarga terpakai untuk kegiatan Tzu Chi. Tetapi pelan-pelan keluarga saya dapat merasakan kegembiraan dan kebahagiaan saya setelah mengikuti kegiatan Tzu Chi. Meski begitu, di saat-saat tidak ada jadwal yang padat, saya memanfaatkan waktu untuk keluarga dan anak-anak.

Kita juga lakukan kegiatan skala besar, seperti Bazar Tzu Chi yang dihadiri lebih dari 2.000 orang dan perayaan Hari Waisak, Hari Tzu Chi, dan Hari Ibu Internasional.
Karena kesibukan dan jarak saya tidak bisa setiap saat bersama para relawan dan semua kegiatan namun saya sangat bersyukur ada Tishe Shijie dan Honggara Shixiong yang senantiasa mendampingi dan mem-back up. Kami senantiasa saling mengisi dan berbagi informasi. Saya bersyukur atas dedikasi, semangat dan pengertian para relawan Tzu Chi Pekanbaru yang bahu membahu, saling mengisi dan bersumbangsih bersama.
Seperti dituturkan kepada Hadi Pranoto
Foto: Hadi Pranoto