Irawati Muljadi
Energi Positif dari Universitas Kehidupan
“Kecintaannya kepada anak-anak memberikan semangat tersendiri bagi Ira untuk terus konsisten di Misi Pendidikan Tzu Chi. Baginya, nilai-nilai dalam pendidikan budi pekerti adalah hal yang fundamental dan akan terus dibawa sebagai bekal seseorang sepanjang hidupnya.”
Berbicara Misi Budaya Humanis dan Misi Pendidikan Tzu Chi tidak akan lepas dari kelas budi pekerti. Kedua hal tersebut menjadi benang merah, dimana pendidikan menjadi pokok dari kecerdasan manusia dan budaya humanis sebagai cara untuk menerapkan nilai-nilai kecerdasan tersebut untuk kebaikan masyarakat.
Dalam Kelas Budi Pekerti Tzu Chi, para pembimbingnya pun berusaha menularkan hal-hal yang positif. Mereka berusaha mendidik anak-anak di kelas budi pekerti menjadi sosok yang berbudaya humanis serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hal tersebut juga dilakukan oleh Ira sebagai salah satu pembimbing kelas budi pekerti di wilayah He Qi Barat.
Mengawali Jodoh Sebagai Donatur
Irawati Muljadi atau yang akrab disapa Ira lahir pada 10 November 1968 di kota Medan, Sumatera Utara. Anak keenam dari tujuh bersaudara ini mulai mengenyam pendidikan sekolah dasar sampai kelas 5 di Medan.
Setelah itu, ayahnya kebetulan mendapatkan pekerjaan dari temannya di Jakarta. Dari sini, Ira beserta keluarga pindah mengikuti ayahnya. “Jadi ceritanya waktu itu ayah saya memiliki usaha di Medan. Karena sesuatu hal, usaha ayah saya tidak stabil dan akhirnya tutup,” ungkap Ira menceritakan awal mula pindah ke Jakarta.
Setelah itu Ira melanjutkan SMP dan SMA di Jakarta. Setelah lulus SMA pada tahun 1986, Ira sebenarnya berkeinginan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, namun karena beberapa hal, ia pun mau tidak mau harus menunda keinginannya tersebut. “Karena kondisi keluarga, saya memiliki ide untuk mandiri. Selepas SMA, saya bekerja dulu selama dua tahun untuk menabung dan memenuhi keinginan saya dalam hal kemandirian,” ungkap wanita yang dulu pernah bekerja sebagai guru les privat ini.
Setelah tabungannya mencukupi, Ira pun melanjutkan studi perguruan tinggi di ABA (Akademi Bahasa Asing) dengan jurusan Sastra Inggris di Cikini, Jakarta Pusat pada tahun 1988. “Dahulu keinginan saya ingin ambil jurusan psikologi, tetapi karena berbagai hal, saya mengambil jurusan ini (sastra Inggris) karena waktu itu bahasa asing menjadi hal yang sangat mendukung untuk berkarier di dunia kerja,” cerita Ira.
Setelah lulus perguruan tinggi, Ira pun bekerja di beberapa perusahaan. Di sinilah awal jalinan jodohnya dengan Tzu Chi. “Jadi di tempat kerja yang lama, ada salah satu teman kerja yang ibunya seorang donatur sekaligus relawan Tzu Chi. Ia pun banyak bercerita tentang Tzu Chi. Lalu saya ikut menjadi donatur,” kata Ira. Setelah menjadi donatur, ia mulai diajak berkegiatan di Tzu Chi. “Pertama suka ikut baksos kesehatan, karena di masa-masa awal, Tzu Chi banyak mengadakan baksos, dan itu kira-kira sebelum tahun 2005,” tambahnya.
Karena sering ikut baksos kesehatan dan berkegiatan di Tzu Chi, akhirnya Ira kenal dengan Se Ing shigu, Wakil Ketua He Qi Barat pada saat itu. Kemudian, ia juga kenal dengan Wang Shu Hui, relawan Tzu Chi dari Taiwan yang bisa dikatakan seperti seorang mentor bagi Ira. Karena Wang Shu hui senang sekali dengan isyarat tangan, Ira pun sering ikut dengan Wang Shu-hui untuk belajar isyarat tangan bersama. “Dari sini (dengan Wang Shu-hui), saya belajar lebih banyak tentang Tzu Chi dan mulai terus mengenal filosofi Tzu Chi,” pungkas Ira.
Membekali Budaya Humanis
Perjalanan Ira dalam barisan relawan Tzu Chi tidak hanya dalam kegiatan baksos kesehatan saja. Ia kemudian mulai melirik Misi Pendidikan Tzu Chi karena kecintaannya kepada anak-anak. Berbekal pengalamannya menjadi guru les privat, Ira pun mencoba berkecimpung dalam Kelas Budi Pekerti Tzu Chi.
Memang sudah jodoh, Ira merasa cocok menjadi bagian dari Misi Pendidikan Tzu Chi. Ia pun begitu menyelami dan konsen dalam bidang tersebut. “Saya melihat mendidik orang itu tantangannya lebih sulit daripada hanya membantu orang, karena mendidik orang itu bisa menjadi bekal seumur hidup. Nilai-nilai dalam pendidikan itu bisa diambil sepanjang hidup, jadi itu yang menjadi satu inspirasi juga kenapa saya tertarik dalam misi pendidikan,” ungkap Ira.
Berdasarkan pengalaman pribadinya dan saat mengajar, bagi Ira membimbing anak-anak dan menanamkan hal-hal positif khususnya budaya humanis akan membentuk pondasi yang kuat dalam diri anak-anak. “Zaman saya muda juga pernah merasa ada satu fase mencari jati diri, ada pergumulan,” kenang Ira. Pengalaman inilah yang menjadi semangatnya dalam mendampingi anak-anak. “Master Cheng Yen mengatakan bahwa pendidikan itu seperti akar dan harus kuat. Ibarat pohon yang besar, pondasinya akarnya pun harus kuat,” ungkapnya.
Walaupun suka, bukan berarti kiprahnya di misi pendidikan (kelas budi pekerti) berjalan lancar. Banyak hambatan yang sering ia temui dalam pelaksanaannya. “Kendalanya mengatur materi, kadang-kadang mencari materi yang benar-benar cocok buat anak-anak itu perlu banyak baca, perlu banyak tanya. Tapi sekarang banyak terbantu dengan Fungsionaris Pendidikan He Xin yang sudah membentuk tim, saling sharing dengan wilayah yang lain (He Qi di Jakarta) dan bisa saling bertukar materi,” kata Ira.
Ira pun harus menjadi orang yang kreatif saat memilih atau membuat materi yang menarik buat anak-anak. Bukan hanya itu, Ira bersama relawan pembimbing kelas budi pekerti lainnya juga melakukan pendekatan kepada para orang tua anak-anak yang mengikuti kelas budi pekerti. “Kami membagi tugas dengan teman di tim, ada yang mengurus anak-anak, dan saya fokus ke sharing dengan orang tuanya juga. Kelas budi pekerti juga kita isi dengan parenting,” cerita Ira.
“Walaupun ke depannya kita sebagai pengajar sudah tidak dikenang, setidaknya apa yang kita bagi kepada mereka seperti Dharma Master Cheng Yen, mereka ingat. Itu bisa jadi bekal buat mereka,” katanya. Ira pun merasa sukacita menjalankan minatnya di Misi Pendidikan Tzu Chi, bisa berbagi dengan anak-anak dan para orang tuanya.
Tempat Pelatihan Diri
Tidak hanya dalam misi pendidikan, berkat pengalaman dan sering ikut dalam kegiatan relawan Tzu Chi, Ira juga dipercaya menjadi bagian dari kepengurusan relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat. Ia pun mulai menjadi Ketua Xie Li (lingkup komunitas relawan kecil) pada tahun 2006.
Setelah menjadi ketua Xie Li, pada tahun 2012, Ira dipercaya menjadi ketua Hu Ai (lingkup komunitas relawan menengah) Cengkareng Barat (CB) yang masuk dalam wilayah He Qi Barat. Seiring berjalannya waktu dan pengalaman, pelatihan dirinya pun semakin diasah. Pada tahun 2015, Ira diberi tanggung jawab menjadi Wakil Ketua He Qi (lingkup komunitas relawan besar) Barat. “Waktu awal masuk masih gak terlalu susah koordinasinya. Sekarang tantangannya menjadi pengurus lebih tinggi karena relawan sudah semakin banyak,” ungkapnya. Ira pun memahami bahwa komunikasi merupakan hal yang penting, jika ada masalah antar relawan harus diajak berbicara dan mediasi.
Dengan tanggung jawab menjadi wakil ketua, sebenarnya saat itu Ira merasa agak berat karena kondisinya bekerja dan ada beberapa kegiatan yang ia jalani. Tapi semangat dari Sang Guru Master Cheng Yen membuatnya membuang jauh-jauh pemikiran itu. “Saat itu, saya teringat dengan Master Cheng Yen yang tidak pernah menyerah walaupun banyak masalah. Kalau kata Master, ‘Dengan mengemban tanggung jawab, baru kita belajar sesuatu’,” ungkapnya.
Karena sudah berkecimpung lama di Tzu Chi dan melihat Master Cheng Yen yang begitu teguh dan bersemangat, Ira menjadi termotivasi untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagi Wakil Ketua He Qi Barat. Ia merasa di sinilah tempatnya untuk bisa mengasah kebijaksanaan lebih baik lagi. Terlebih sosok Master Cheng Yen sangat menginspirasi baginya. “Bagi saya, Master Cheng Yen adalah seorang guru, kalau zaman sekarang bisa dibilang seorang guru yang sangat langka. Berkat Beliau juga, saya menjadi orang yang berani dalam mengambil keputusan,” katanya.
Sebelumnya, Ira dilantik menjadi relawan Komite Tzu Chi pada tahun 2011. Sejak masih menjabat menjadi Ketua Xie Li yang mencakup wilayah Citra Garden, Kalideres, Daan Mogot, dan sekitarnya, Ira memang sudah mempersiapkan diri untuk menjadi relawan komite bersama beberapa relawan lainnya. “Dulu waktu masih di Xie Li kita masih takut-takut dan merasa nggak siap. Takut tidak bisa menjadi murid yang baik,” ungkapnya.
Seiring perjalanannya sebagai relawan, Ira mendengar penjelasan dan bimbingan dari beberapa relawan senior lainnya, hingga ia mulai berpikir jika sudah masuk dalam struktur kepengurusan relawan kenapa tidak sekaligus menjadi contoh untuk relawan-relawan yang lainnya. “Kalian pernah berpikir bagaimana yang belakang (relawan baru) nanti? Kalau ingin generasi penerus kita punya semangat yang lebih besar, ya sebagai relawansenior harus beri support, jangan malah jadi senior yang menghambat,” cerita Ira saat sharing bersama relawan senior Tzu Chi saat itu. Begitu pula, Ira terus berusaha belajar menjadi murid Master Cheng Yen setelah menjadi relawan Komite Tzu Chi.
Menyelami Dharma Master Cheng Yen
Bukan hanya berkegiatan, Ira juga melatih dan mengembangkan diri di Tzu Chi. Perubahan sifat dan sikap dalam dirinya banyak dirasakan Ira setelah memahami filosofi-filosofi Tzu Chi. Pedomannya adalah salah satu Kata Perenungan Master Cheng Yen: “Kebijaksanaan dan kerisauan bagaikan neraca timbangan. Jika kerisauan bertambah maka kebijaksanaan akan sedikit berkurang, sebaliknya jika kerisauan berkurang maka kebijaksanaan akan sedikit bertambah.”
Berada di Tzu Chi membuat Ira menjadi tidak gampang risau terhadap masalah sepele dan fokus kepada solusi saat menemukan masalah dalam hidup. “Saya terus menyelami apa itu San Jie, Bao Rong (Penuh Pengertian, Berlapang Dada),” pungkasnya. Dahulu, Ira memiliki pribadi yang selalu merasa pemikirannya paling benar dan kurang bisa menerima pendapat orang lain. Setelah benar-benar memahami tentang Tzu Chi, ia pun belajar banyak untuk memahami orang lain. “Kalau sekarang, kita harus terus belajar mendengar baru bisa memahami sudut pandang orang lain.” Selain itu juga harus Gan En Zhun Zhong, Ai (Bersyukur, Menghormati, Cinta Kasih),” ungkap Ira.
Selama bergabung dengan Tzu Chi, Ira memiliki saudara se-Dharma yang sudah seperti saudara. Karena bukan hanya berkegiatan di dalam dunia kerelawanan saja, tapi bisa bepergian bersama-sama juga. “Sukacita, memang susah digambarkan dengan kata-kata. Ada perasaan yang begitu bahagia saat berjalan bersama Tzu Chi,” ungkap wanita yang hobi mendengarkan musik dan membaca ini.
Ira pun menyadari bahwa energi positif akan menjadi vitamin penguat dalam hidup dengan berjalan bersama Tzu Chi serta menyelami Dharma Master Cheng Yen. Ia juga memahami bahwa Tzu Chi itu seperti universitas kehidupan, yang bisa melatih diri manusia secara keseluruhan. Bertemu teman-teman se-Dharma, dari yang tidak kenal menjadi kenal dan dekat seperti saudara. “Selama masih bernafas dan ada jalinan jodoh saya akan tetap di Tzu Chi. Karena Tzu Chi adalah bagian dari hidup saya, lingkungannya di sini, tumbuh di sini, happy di sini, suka dukanya di sini. Saya tumbuh menjadi manusia yang punya karakter itu ya di Tzu Chi,” tegasnya.
Penulis: Arimami Suryo A
Fotografer : Arimami Suryo A, Dok pribadi