Jie Tju Foeng: Relawan Tzu Chi Jakarta
Menemukan Hidup yang Seimbang dan Penuh Makna


“...Saya ingin menggunakan waktu saya dengan baik dan penuh makna sehingga kehidupan saya menjadi lebih indah...”

Saya mengenal Tzu Chi sekitar tahun 2012. Pada masa itu, masih hanya sekedar tahu saja. Itu pun tidak sengaja, karena mama saya menyukai tayangan DAAI TV. Ia selalu rajin menonton dan jika saya berkunjung ke rumah mama secara tidak langsung juga melihat tayangannya. Mungkin, karena mama tahu jika saya memiliki impian diwaktu senja ingin aktif di kegiatan sosial kemanusiaan.

Pada 2013, saya baru berkenalan dengan Tzu Chi melalui teman akrab saya yang sudah bergabung lebih dulu menjadi relawan. Dari dia, lalu diajak ikut kegiatan dan merasa Tzu Chi sangat bagus. Baru beberapa kali ikut kegiatan, mama jatuh sakit dan selama beberapa bulan terbaring tidak bisa beraktivitas dengan baik, akhirnya saya memutuskan vakum berkegiatan Tzu Chi dan merawatnya hingga akhirnya mama saya meninggal.

Ketika mama meninggal, ada rasa penyesalan di dalam diri. Mungkin mama, waktu itu tahu jika Tzu Chi bagus untuk saya, tetapi saya kenapa dulu ga serius mengenal Tzu Chi, sehingga beliau bisa lihat saya bergabung di Tzu Chi. Tetapi saya yakin, beliau juga tahu dan berbahagia melihat saya telah bergabung dan aktif di Tzu Chi.

Ketika kembali berkegiatan Tzu Chi, saya bergabung di misi amal dan berjumpa banyak relawan senior tapi masih aktif bersumbangsih di Tzu Chi. Melihat relawan senior seperti San Ing, Lian Hua Shijie yang di atas 70 tahun masih aktif di kegiatan amal dan juga buat catatan kegiatan amal begitu rapi. Itu memotivasi saya. Saya juga ingin seperti mereka, terus bersumbangsih. Saya juga merasa, berkembang selama bergabung di misi amal. Ketika bergabung, saya lebih suka diam dan tidak banyak bicara, sehingga komunikasi dengan relawan lain menjadi kurang. Lalu saya belajar untuk lebih terbuka dan berani mengungkapkan perasaan sehingga bisa tercipta interaksi yang baik dengan sesama relawan dalam berkegiatan.

Terus aktif di kegiatan amal, saya berkenalan dengan Xun Fa Xiang (mendengarkan Dharma di pagi hari). Pada awalnya sulit mendengar Xun Fa Xiang. Perlu nonton lima hingga enam kali baru bisa memahami apa yang disampaikan. Itupun terkadang masih suka lupa, makanya saya tulis ke dalam buku catatan saya dan ini yang menjadi pengingat ketika goyah atau merasa terpuruk. Mendengarkan Dharma sangat penting, karena ketika melakukan kegiatan Tzu Chi (keluar) perlu diimbangin dengan kerja ke dalam (menyerap Dharma) sehingga batin bisa seimbang. Maka dari itu, saya ikut bergabung dalam tim inti Xun Fa Xiang di komunitas relawan He Qi Pusat.

Pada 2018, saya bergabung menjadi relawan Komite Tzu Chi, karena dengan menjadi relawan komite Tzu Chi, berarti berkomitmen untuk menjadi seorang murid Master Cheng Yen. Kita yang memilih menjadi murid, maka sudah seharusnya mendengarkan setiap imbauan guru (mendengarkan Dharma dan bervegetarian). Apalagi mendengar sharing dari Shelly Shijie. Jadi vegetaris adalah pola hidup yang sehat untuk diri kita. Saya pun juga sudah menerapkan pola hidup vegetaris sesuai dengan ajaran guru untuk terus menjalin jodoh baik dengan semua mahkluk hidup.

Saya juga bersyukur dapat membagi waktu dengan baik. Seminggu hanya dua kali ke kantor sambil bekerja sampingan untuk kebutuhan sehari-hari. Sisanya saya gunakan untuk berkegiatan Tzu Chi, sehingga hidup saya lebih seimbang. Bahkan sekarang saya sudah atur 50 % waktu saya untuk fokus di Tzu Chi. Jadi saya ingin menggunakan waktu saya dengan baik dan penuh makna, sehingga kehidupan saya menjadi lebih indah.

Seperti dituturkan kepada Teddy Lianto, Foto Suyanti Samad (He Qi Timur)

Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -