Lissa: Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun
Jika Ada Waktu dan Kesempatan Kenapa Tidak


“...Namanya berbuat baik (jadi relawan) ngapain mikirin hal lain...”
*****

Awal kenal dengan Tzu Chi itu tahun 2011. Saat itu saya dikenalkan oleh adik kandung saya Santoso Shixiong yang sudah lebih dulu menjadi relawan Tzu Chi di Batam. Dan kebetulan waktu itu Tzu Chi juga sedang mengadakan baksos kesehatan di Tanjung Balai karimun. Setelah dikenalkan dengan relawan-relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun, saya pun ikut bantu-bantu dalam kegiatan baksos kesehatan tersebut.

Setelah itu, saya mulai ikut kegiatan relawan yang salah satunya adalah misi pendidikan. Waktu itu di tahun 2012 ada satu relawan yang menjalankan kelas budi pekerti di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun dan saya ikut menjadi pendampingnya. Hingga akhirnya saya dipercaya menjadi penanggung jawab Kelas Budi Pekerti di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun.

Di kelas budi pekerti itu banyak sekali hal yang dapat dipelajari. Kita dapat berinteraksi dan mengajarkan anak-anak budaya humanis contohnya berbakti kepada orang tua dan lainlainnya. Jadi selain kita mendidik anak untuk berbudaya humanis, kita juga berharap orang tua dari para murid kelas budi pekerti juga menjadi relawan juga sehingga kelak tidak putus jalinan jodoh dengan Tzu Chi.

Kalau kendala ya pasti ada, tetapi tidak terlalu signifikan karena materimateri untuk kelas budi pekerti juga telah didiskusikan terlebih dahulu dengan tim relawan pendidikan di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun. Sedangkan untuk para siswanya kita juga ada pendamping (daai mama) jadi sebisa mungkin meminimalisir kendala-kendala yang ada saat kelas budi pekerti.

Selain aktif di kelas budi pekerti, saya juga rutin melakukan kunjungan kasih ke Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi). Dulu awalnya kaget, karena waktu itu belum tau kesulitan-kesulitan dan penderitaan orang lain, rasanya tuh sedih melihat mereka.

Tapi bersama relawan lainnya saya juga belajar bersyukur dari para Gan En Hu karena kita diberkahi kesehatan. Jadi kita ada kesempatan juga untuk membantu mereka. Sebelum menjadi relawan, tabiat buruk saya itu suka marah-marah. Namun sekarang perlahan-lahan tabiat buruk tersebut terkikis. Bukan tanpa sebab, semenjak menjadi relawan Tzu Chi itu kita sering di lapangan ya. Kita pun bisa melihat kehidupan orang-orang berbeda-beda begitu pula dengan sifatnya.

Dari situ saya menyadari bahwa kita nggak bisa memaksakan kehendak, kita nggak bisa egois dengan kemauan kita. Kata Master Cheng Yen sebelum orang lain merasakan, kita harus merasakan terlebih dahulu. Gimana posisi kita jika ada di posisi orang lain tersebut, begitu pula sebaliknya. Bagi saya, Master Cheng Yen itu sosok guru yang sangat bijaksana dan peduli terhadap dunia.

Saat dilantik menjadi relawan Komite Tzu Chi pada tahun 2017 di Taiwan, kalau kita melihat Master Cheng Yen itu bisa terharu dan meneteskan air mata, padahal kita nggak sering ketemu tetapi beda perasaannya saat bertemu. Ada dua hal yang tidak bisa ditunda di dunia ini yaitu berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan. Kata Perenungan Master Cheng Yen inilah yang terus menjadi pedoman saya.

Selain berkegiatan Tzu Chi saya juga bekerja menjadi staf yayasan di salah satu sekolah di Tanjung Balai Karimun. Kalau keluarga juga tidak ada masalah dan setuju kalau saya berkegiatan Tzu Chi. Intinya ya kita harus pintarpintar membagi waktu antara keluarga, pekerjaan, dan menjadi relawan Tzu Chi.

Dengan berbagai aktivitas dan menjadi relawan Tzu Chi saya tidak merasa capek. Namanya berbuat baik ngapain mikirin hal lain, jika ada waktu dan kesempatan kenapa tidak. Selagi bisa, saya akan terus menjadi relawan Tzu Chi. Apalagi kita (Tzu Chi Tanjung Balai Karimun) sedang membangun kantor baru, jadi harus lebih semangat lagi dan mudah-mudahan nanti di kantor baru bisa merekrut lebih banyak lagi barisan relawan Tzu Chi.

Seperti yang dituturkan kepada Arimami Suryo A.
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -