Mettayani
Menghimpun Niat dan Tekad Menjadi Kekuatan
Jalinan jodoh dengan Tzu Chi dan Master Cheng Yen membuka mata saya akan makna hidup yang sesungguhnya: berguna bagi sesama.
Dunia Tzu Chi telah menjadi bagian dari hidup saya sejak tahun 2007. Saat itu, saya diajak oleh Hong Thay, relawan Tzu Chi Pekanbaru untuk ikut bersumbangsih di Tzu Chi. Saya pun tertarik dan bergabung di misi pendidikan. Selang satu tahun kemudian, saya dipercaya sebagai penanggung jawab Misi Pendidikan Tzu Chi Pekanbaru. Bagi saya memegang tanggung jawab di misi pendidikan tidaklah mudah. Pasalnya, pendidikan menyangkut pembentukan karakter seorang anak yang membutuhkan proses panjang.
Selain itu, waktu yang terbatas sering membuat saya merasa kurang maksimal dalam bersumbangsih. Setiap harinya, pukul 03.30, saat sebagian besar dari kita masih terlelap, saya sudah terjaga. Setelah melakukan kebaktian pagi, saya mengerjakan pekerjaan rumah lalu bersiap bekerja sembari mendengarkan ceramah Master Cheng Yen. Sayangnya, ceramah Master Cheng Yen ini tak pernah bisa saya saksikan sampai habis karena pukul lima kurang 15 menit, saya sudah harus berangkat dengan bis dari Pekanbaru menuju Perawang, tempat saya bekerja. Saya mulai bekerja dari pukul tujuh hingga lima sore, dan tiba di rumah pukul tujuh malam.
Namun, satu hal yang membuat saya terus bersemangat bersumbangsih di Tzu Chi adalah saya berkaca dari Master Cheng Yen. Beliau bangun begitu pagi dan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Sebuah pertanyaan melintas dalam benak saya, kita yang lebih muda, kenapa tidak bisa? Ketika saya lelah, saya selalu melawan rasa lelah itu dengan semangat di dalam diri kita. Saya ingat Master Cheng Yen pernah mengatakan bahwa jika kita memiliki niat dan tekad maka kita akan punya kekuatan untuk melakukannya. Kata-kata inilah yang terus menjadi penyemangat saya kala lelah menerpa.
Meski memegang tanggung jawab di misi pendidikan, tak jarang saya menangani pasien kasus, terutama yang berlokasi di Perawang. Waktu istirahat siang kadang saya gunakan untuk menyurvei calon pasien kasus yang berada di Perawang. Salah satu pasien kasus dari Perawang adalah seorang anak kelas tiga SMP yang mengalami kebocoran ginjal. Saat saya bersama beberapa relawan lain mengunjunginya, dia tengah terbaring dengan perut membengkak karena penuh dengan cairan. Namun, ada hal lain yang mencuri perhatian saya. Di samping tempat anak itu berbaring, bertebaran soal-soal ujian. Itu benar-benar menyentuh hati saya. Seorang anak yang meskipun dalam kondisi sakit masih memiliki semangat untuk belajar. Akhirnya, kasus ini kita terima dan anak itu sudah sembuh sekarang.
Jalinan jodoh dengan Tzu Chi merupakan berkah yang luar biasa karena saya dapat belajar banyak di Tzu Chi. Salah satunya adalah tentang rasa berbakti. Ibu saya telah meninggal sejak saya masih di bangku sekolah menengah pertama. Belum lama ini, mama mertua yang sudah saya anggap sebagai mama saya sendiri juga meninggal dunia. Sebelumnya, beliau terbaring di tempat tidur selama empat tahun terakhir. Di Tzu Chi saya belajar mengenai rasa berbakti. Masih segar dalam ingatan saya, mama mertua membantu saya merawat anak-anak sehingga saya dapat tetap bekerja. Maka, ketika beliau terbaring sakit, itu adalah satu kesempatan bagi saya untuk berbakti. Saya juga selalu menyempatkan waktu tiap hari libur untuk mengunjungi ayah saya.
Semua ini karena saya berada di Tzu Chi dan dapat berjodoh dengan Master Cheng Yen. Tanpa mengenal ajaran Master Cheng Yen dan jalan Tzu Chi, mungkin saya tidak kuat menjalani hidup dan terpuruk dalam penyesalan. Bagi saya, Master Cheng Yen lebih dari seorang guru. Beliau tidak pernah keluar dari Taiwan namun dapat menginspirasi begitu banyak orang dan muridnya tersebar di seluruh dunia. Satu hal yang ingin saya teladani dari beliau adalah tekad untuk melakukan yang kita bisa lakukan. Dan hal ini ingin saya terapkan untuk menambah panjang barisan Bodhisatwa dunia di Tzu Chi Pekanbaru.