Nasandi
Keikhlasan dalam Menolong Sesama


Dengan menjadi anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) dan relawan Tzu Chi, saya bisa menjadi penghubung antara tim medis dengan pasien. Hal ini membuat pasien dapat merasakan bahwa ada orang yang mengasihi dan memberi perhatian kepada mereka, tanpa memandang suku maupun agama.

Awalnya saya mengenal Tzu Chi dari teman satu angkatan di perguruan tinggi, yaitu Mulyadi yang berprofesi sama dengan saya sebagai apoteker. Mulyadi sendiri mengenal Tzu Chi dari Atta Shixiong yang juga senior kami di kampus dan sudah menjadi anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) lebih dulu. Saat itu Mulyadi mengajak saya untuk ikut dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi di Rumah Sakit Polri dalam rangka HUT Bhayangkara di tahun 2008. Dari sini kemudian saya mulai aktif dalam setiap kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi.

Suatu ketika, Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Cengkareng, Jakarta Barat. Di sini saya kemudian bertemu dengan Iwan Shixiong, seorang relawan yang aktif di misi amal He Qi Selatan. Iwan Shixiong kemudian mengajak saya untuk ikut dalam misi amal Tzu Chi, menangani pasien pengobatan jangka panjang Tzu Chi. Saya kemudian mulai melakukan survei ke rumah-rumah calon pasien dan memberi perhatian secara rutin kepada pasien penerima bantuan pengobatan jangka panjang. Iwan Shixiong pula yang mendorong saya untuk mengikuti training relawan hingga saya kemudian dilantik menjadi relawan biru putih. 

Saya tertarik untuk menjadi relawan Tzu Chi karena awalnya saya sangat tertarik dan terkesan dengan kerapian Tzu Chi dalam mengadakan kegiatan, khususnya baksos kesehatan. Dari sini saya bisa  melihat dan merasakan ketulusan dan rasa kasih sayang relawan kepada setiap pasien dan keluarganya. Terlebih Tzu Chi juga berlandaskan cinta kasih universal, tidak memandang suku, ras, agama, maupun golongan dalam memberi bantuan. Dengan menjadi relawan Tzu Chi, saya juga bisa menjadi penghubung antara tim medis dengan pasien. Hal ini membuat pasien dapat merasakan bahwa ada orang yang mengasihi dan memberi perhatian kepada mereka, tanpa memandang suku maupun agama.

Meski sibuk bekerja dan juga aktif di Tzu Chi, hal ini tidak membuat saya lupa untuk selalu berkomunikasi dengan istri dan anak-anak. Pada awalnya istri saya sering protes karena merasa kurang mendapatkan perhatian. Namun karena saya selalu menjelaskan kepada istri bahwa saya pergi untuk bekerja dan juga membantu orang  (di Tzu Chi), maka istri saya perlahan-lahan pun mulai mengerti. Ia bahkan turut mendukung saya aktif di Tzu Chi.

Delapan tahun sudah saya menjadi relawan Tzu Chi, dan saya merasa Tzu Chi adalah tempat yang tepat bagi saya untuk menebar cinta kasih sekaligus melatih diri. Saat menangani pasien penerima bantuan, saya berlatih untuk bersabar dan memahami penderitaan mereka, dengan demikian saya menjadi lebih pengertian dan sabar dalam menghadapi mereka. Begitu pula saat berkegiatan, sebagai Ketua Xie Li terkadang saya sering menemui masalah yang memancing emosi, tetapi saya selalu berusaha menahan diri untuk lebih sabar dan bijaksana. Bisa jadi sebenarnya apa yang disampaikan relawan lainnya ternyata lebih baik, maka itu saya harus terima. Berbeda pendapat bukan berarti harus “bertengkar”, justru perbedaan itu yang membuat kita lebih kaya akan pengalaman dan pengetahuan.

Menjadi relawan Tzu Chi juga membuat saya menjadi orang yang lebih mensyukuri hidup. Melihat langsung kehidupan orang-orang yang kurang mampu dan membutuhkan pertolongan membuat saya merasa lebih beruntung dibanding dengan mereka. Hal ini yang memicu saya untuk terus berbuat kebajikan dan melakukannya dengan ikhlas dan penuh cinta kasih. Ini seperti kata perenungan Master Cheng Yen, “Tidak melakukan apa-apa sama sekali dalam hidup merupakan tindakan menyia-nyiakan kehidupan. Terus menerus bersumbangsih demi memberi manfaat bagi masyarakat merupakan sebuah kehidupan yang indah dan sempurna. 

Seperti dituturkan kepada Febuany (He Qi Selatan)

Nama

: Nasandi

Tempat Tanggal lahir

: Jakarta, 15 April 1972

Istri

: Iin Supriati

Menjadi relawan pada tahun

: 2012

Dilantik menjadi relawan biru putih

: 2013

Tanggung jawab

: Ketua Xie Li Selatan

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -