Noni Intan
Menerapkan Ajaran Sang Guru

Pertama kali ketemu Tzu Chi, saya diajak teman saya dan waktu itu saya juga nggak tahu Tzu Chi itu apa. Itu tahun 2001 bulan Maret. Dulu di tahun 2001 kegiatan Tzu Chi belum begitu banyak seperti sekarang, paling setiap bulan kita kebaktian di ITC Mangga Dua, kalau ada baksos baru ikut. Dan nggak lama setelah itu tahun 2002 terjadi banjir Jakarta, dari situ mulai banyak kegiatan yang saya ikuti.

Mungkin saya berjodohnya sama baksos kesehatan, karena dari pertama masuk Tzu Chi saya ikut di baksos. Sampai sekitar 7 tahun lalu saya diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menjadi fungsional pengobatan. Dari situ saya mulai lebih berkonsentrasi ke pengobatan. Jadi setiap minggu saya selalu ikut meeting TIMA, dan setiap kali baksos kesehatan besar saya selalu ikut, bahkan sampai keluar kota.

Saya merasa mendapatkan pengalaman yang luar biasa di sana, karena basic pendidikan saya bukanlah kedokteran atau medis, tetapi kita bisa belajar banyak tentang kesehatan dan medis. Selain itu juga karena saya bertanggung jawab di poli mayor (bibir sumbung, hernia), jadi saya kalau lihat pasien itu antara merasa sedih dan gembira. Sedih ketika melihat penderitaan mereka, dan gembira karena kita dapat menolong mereka. Seperti pasien bibir sumbing misalnya, mereka memiliki cacat di wajah, setiap kali orang melihat pasti dia punya perasaan minder atau kurang percaya diri, atau mungkin juga sejak kecil mereka banyak diejek oleh teman-temannya. Apalagi apabila pasien tersebut sudah tua, saya merasa sedih, karena mereka sampai sekian lama menanggung penderitaan seperti itu. Dari sana saya bisa belajar untuk lebih menghargai kehidupan saya dan apa yang telah saya dapatkan.

Bertekad untuk Mengikuti Guru

Saya awalnya hanya sekadar ikut kegiatan dan tidak memahami Tzu Chi dengan baik, tetapi setelah itu saya mulai mendalami Tzu Chi. Puncaknya adalah setelah saya menjadi komite di tahun 2009. Saya dulu juga bukan vegetarian, tetapi saat akan menjadi calon komite, hal tersebut pun membuat saya merasa bimbang. Sebenarnya saya pernah berkata bahwa seorang komite itu sudah seharusnya vegetarian. Saya tidak tahu pendapat orang, tapi pendapat saya seperti itu. Karena Master Cheng Yen pernah berkata bahwa kita sebagai murid bisa saja memilih guru, tapi guru tidak bisa memilih murid. Nah, karena saya sudah memilih Master Cheng Yen sebagai guru maka saya juga harus mengikuti apa yang Master Cheng Yen ajarkan. Master Cheng Yen menginginkan kita bervegetarian karena untuk kesehatan kita, itu saja susah sekali menjalankannya. Dulu saya juga sering diingatkan untuk vegetarian, tapi saya bilang, “ah…, nanti juga ada waktunya, kalau sudah jadi relawan komite.” Setelah jadi calon relawan komite, terjadi perang batin dalam diri saya. Saya sangat sulit untuk vegetarian karena saya hobi makan. Saya itu dulu bisa nguber makanan kemana-mana, bisa sampai ke Bandung atau Karawang cuma buat makan.

Sampai saat ketika akan berangkat ke Taiwan, adik saya mengantar saya dan Like Shijie ke bandara. Kemudian adik saya bilang ke Like Shijie, “Like Shijie, sebenarnya ada yang mau saya tagih sama Cece saya. Katanya dia kalau mau jadi komite akan vegetarian, tapi sampai sekarang belum vegetarian juga.” Kemudian saya bilang, “Iya, kan itu kalau saya sudah jadi komite, sekarang kan belum.” Bibir saya berkata seperti itu, tetapi di dalam hati saya tahu saya salah.

Hingga pada hari ketiga training di Taiwan, saya kemudian memutuskan untuk bervegetarian, dan setelah memutuskan hal itu, saya merasa sangat lega. Dari sana saya kemudian berikrar bahwa selamanya saya ingin menjadi murid Master Cheng Yen, saya ingin mengikuti ajaran Master Cheng yen. Bagaimana kita bisa ikutin Master Cheng Yen apabila kita sendiri tidak melakukannya dengan benar? Nah, dari situ saya mulai belajar. Sepulangnya dari Taiwan saya ikut banyak kegiatan, salah satunya dengan mengikuti bedah buku sehingga membuat saya lebih memahami ajaran Master Cheng Yen. Perubahan yang terjadi dalam diri saya itu setelah saya menjadi relawan komite. Saya merasa saya belajar lebih banyak dan memahami ajaran Master, lebih sabar walaupun kadang-kadang  masih suka emosi.

Mengendalikan Amarah

Saya besar dengan didikan yang agak keras dari orang tua, dan setelah tumbuh dewasa juga saya mempunyai watak yang keras. Mama saya disiplin mengajarkan kami semua. Saya waktu kecil juga suka bandel dan melawan orang tua. Waktu kecil saya sering berpikir bahwa saya tidak disayang karena saya selalu dimarahi, tetapi setelah dewasa dan memahami ajaran Master Cheng Yen barulah saya berpikir bahwa justru kita yang salah. Orang tua memarahi kita karena menyayangi kita. Dulu saya merasa kalau saya sama mama saya itu nggak bisa komunikasi, setiap komunikasi selalu berantem, selalu ribut. Kemudian saya teringat dengan kata-kata Master bahwa kita tidak bisa mengubah orang lain, tetapi kita bisa mengubah diri kita sendiri. Dari sana saya mengubah diri saya sendiri, dan sekarang selalu menjaga sikap di depan mama saya.

Selain mama, dulu papa saya juga kurang setuju kalau saya ikut baksos Tzu Chi ke luar kota, karena saya meninggalkan pekerjaan saya dan pergi jauh dari keluarga. Itu saja sebenarnya sudah membuat saya kurang nyaman. Sebenarnya saya tidak mau membuat mereka khawatir, tapi karena saya suka, saya selalu pergi. Akhirnya saya memiliki cara untuk membuat mereka mengerti apa yang saya lakukan. Jadi setiap hari saya selalu menonton DAAI TV di rumah dan saya selalu memilih untuk menonton di ruang tamu. Papa saya ikut nonton, bahkan sekarang justru papa saya jadi penonton setia DAAI TV. Dari situ papa saya mulai mengerti tentang Tzu Chi dan apa yang dilakukan Tzu Chi, sehingga beliau sekarang sudah bisa memahami apa yang saya lakukan. Dulu saya juga salah, kalau pulang-pulang dimarahin, pasti saya selalu bilang, “Saya itu pergi bantu orang loh, kenapa saya dimarah-marahin.” Sekarang setiap ada kesempatan, saya selalu cerita banyak sama mereka tentang apa yang saya kerjakan dan apa yang Tzu Chi lakukan.

Selain menghadapi keluarga, saya sebagai Ketua Hu Ai Pusat juga belajar untuk menghadapi banyak tantangan dan tugas di dalam Tzu Chi serta menghadapi banyak karakter dari relawan yang berbeda-beda. Dengan menjadi ketua kita sebenarnya lebih banyak belajar, mempunyai kesempatan untuk belajar memahami karakter yang berbeda-beda. Kadang-kadang saya juga masih merasa saya belum sanggup, tetapi kita belajar melatih kesabaran di sini menghadapi relawan yang berbeda-beda karakternya, sedangkan kita sendiri belum sampai di tahap yang paling bijaksana. Namun, saya selalu belajar untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi karena saya yakin bahwa setiap orang yang bergabung di Tzu Chi mempunyai tujuan yang baik.

Sinopsis: Saya dulu juga bukan seorang vegetarian, tetapi saat akan menjadi calon komite, hal tersebut pun membuat saya merasa bimbang. Saya juga sering diingatkan untuk vegetarian, tapi saya bilang, “ah…, nanti juga ada waktunya, kalau sudah jadi relawan komite.” Setelah jadi calon relawan komite, terjadi perang batin dalam diri saya. Namun Master Cheng Yen pernah berkata bahwa kita sebagai murid bisa saja memilih guru, tapi guru tidak bisa memilih murid. Nah, karena saya sudah memilih Master Cheng Yen sebagai guru maka saya juga harus mengikuti apa yang Master Cheng Yen ajarkan.

Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -