Ong Lie Fong
Saya Harap Seluruh Dunia Tahu Tzu Chi dan Jadi Relawan


Saya pertama kali kenal Tzu Chi tahun 2004 dari Lie I, kakak saya yang tinggal di Batam. Waktu itu, dia menawarkan saya menjadi donatur. Kebetulan saya paling senang menjadi donatur untuk membantu orang lain. Di tahun 2005, ada informasi mungkin akan ada baksos kesehatan tiga hari yang diadakan di Tanjung Balai Karimun, tepatnya di RSUD Tanjung Balai Karimun. Habis itu saya sama sekali tidak mengetahui apa-apa. Lalu ada shijie (relawan perempuan –red) dari Batam yang meminta saya untuk membantu menyiapkan ini dan itu untuk baksos, termasuk mencari relawan, makanan bagi para dokter, relawan, dan pasien. Bahkan bantal, tikar, dan segalanya diminta saya sendiri yang mencari. Saya juga waktu itu kaya seneng banget. Tidak merasa apa-apa, langsung semua saya yang handle.
 

Saat sudah selesai baksos, saya merasa senang sekali dan saat mau pisah sama relawan Tzu Chi merasa sedih sekali. Setelah baksos, saya handphone Sukmawati Shijie. Saya udah kenal dia lama namun tidak akrab. Tanjung Balai itu kecil. Saya kontek dia, saya lihat dia tertarik. Tzu Chi itu buat dia menarik, mungkin itu juga sebagai jodoh. Jadi saya tidak kontek yang lain. Saya sama Sukmawati bilang, “Ayo kita galang dulu.” Mulai dari situ saya baru jadi relawan Tzu Chi. Tapi saat baksos di Tanjung Balai Karimun, saya sudah memakai seragam abu-abu putih. Setelah baksos, saya ikut training, pertama di Singapura, selanjutnya di Pulau Batam. Sempat juga ikut training di Malaka, Malaysia. Waktu itu, Tzu Chi di Batam belum di bawah koordinasi Tzu Chi Indonesia, jadi kita lewat Singapura aja. Biasanya relawan Tzu Chi Singapura yang temani kita.

Mula-mula begitulah, Batam yang pertama. Saya mau bergabung menjadi relawan karena mungkin lihat Tzu Chi itu benar-benar membantu orang. Uang yang kita donor itu tahu ke mana-mana (dipakainya). Tidak semua yayasan semua orang bisa percaya. Jadi ini mungkin saya tahu dari kakak. Melihat mereka yang relawan Tzu Chi itu benar-benar membantu orang. Luar biasa!. Untuk menggalang dana, saya mulai dari keluarga, “Yuk kita jadi donatur untuk bantu gini-gini.” Kita ngomong soal Master Cheng Yen yang telah membentuk Tzu Chi. Jadi mereka mendengar (dan berkomentar), “Enak juga bisa membantu orang dengan uang seberapa pun yang kita punya.” Dari keluarga dan sampai sekarang, setiap bulan kita tagih ke teman-teman. Dari mereka yang sudah tahu, menyebarkan hal ini ke orang lain. Kadang-kadang ada orang handphone saya, “Ci Lie Fong, kamu ini ya? Ada galang dana untuk Tzu Chi ya? Saya mau jadi anggotanya.” Saya jawab, “Oke. Oke.” Banyak yang gitu aja.
 
Tahun 2006 kalau tidak salah, saya menangani kasus pertama Tanjung Balai Karimun. Nama pasiennya Lim A Po, tapi dia (sekarang) sudah meninggal. Dia sakit ginjal. Kita bantu dia minum obat sambil bantu kasih uang tunai. Lim A Po meninggal, (bantuan) kita lanjut ke anaknya. Karena anaknya sekarang sudah pindah ke Pekanbaru, kasusnya sudah kita tutup. Sampai sekarang, sudah lebih dari 20 pasien kasus kita tangani.

Sebelum gabung di Tzu Chi, kadang-kadang kan (saya) suka marah-marah. Ngomongnya suka suaranya kenceng keras gitu. Kalau sudah begitu, biasa dari suami, Ferlianto yang biasa dipanggil Ate bilang, “Kamu ya orang Tzu Chi tidak boleh begitu.” Mungkin yang suami saya sering bilang kalau saya ada apa-apa, dia pasti bilang, “Kamu orang Tzu Chi tidak boleh begitu.” Pokoknya dia ingatin saya terus.
 
Jadi cerminnya kita. “Kamu jangan sampai jadi seorang relawan Tzu Chi tapi sifat kamu tidak berubah, itu tidak akan ada orang ikutin kamu.” Dia bilang gitu, “Apalagi di keluarga sendiri. Nanti orang tidak menghargai kamu. Kamu sendiri harus berubah.” Jadi hari ini saya sudah jadi komite pun, dia yang dukung saya.

Saat ini, suami saya belum jadi relawan Tzu Chi. Memang saya ga mau paksa dia. Saya ngomong sama teman-teman saya, “Kamu jangan paksa suami tapi yang berubah pertama yang penting kita sendiri berubah. Jangan suruh yang di dalam cermin itu berubah. Yang di luar itu yang berubah dulu, pasti cerminnya ikut.”

Saya punya tiga orang anak, yang pertama Kenni Lie, kedua Beni Lie, dan ketiga Deni Lie. Anak pertama dan kedua sekolah di Singapura. Yang kecil masih tinggal sama saya. Tanggapan anak-anak saya tidak apa-apa. Malah kalau ada temannya yang di Singapura mau jadi donatur, dia bilang ke saya. Kadang anak saya, kalau dia ada duit juga suka kasih dana buat Tzu Chi.
 
 
Akhir-akhir ini ada perubahan dari suami saya. Dulu mana mau dia nonton televisi. Sekarang dia kadang nonton televisi. Dia bilang, “Saya suka ceramah Master Cheng Yen.” Mudah-mudahan dia bisa ikut saya jadi relawan Tzu Chi, yang saya harapkan. Yang saya harapkan keluarga saya juga bisa ikut jadi relawan Tzu Chi.
 
 

Saya kalau lihat pasien kasus, kaya terharu gitu ya, (soalnya ini) pertama kali kan. Pokoknya setiap kali lihat kasus, kita menangis. Lalu ada shixiong (relawan laki-laki –red) dan shijie yang kasih tahu kita. Kita ya sebagai yang pemimpin, tidak boleh nangis setiap kali di depan kasus-kasus. Kita lihat mereka kan kaya sedih banget, tapi jangan kita harus ini, kita yang harus jaga itu, bukan kita yang nangis. Jadi, kita sekarang mungkin mulai belajar dari situ. Jangan dikit-dikit nangis gitu.

Saya bahagia bisa membantu orang-orang yang susah. Mereka bisa merasa senang, saya juga ikut senang. Kalau soal kesulitan, saya rasa sih engga yah. Kadang-kadang ada yang kaya pengobatan itu, yaitu mungkin bukan kita yang bisa memutuskan, harus lewat meeting. Kadang ada yang lolos dan tidak. Kita tidak paksa karena yayasan ini bukan kita sendiri yang memutuskan masalah-masalah. Kita kadang-kadang tanya ke shixiong dan shijie yang lebih berpengalaman. Tapi sampai saat ini tidak ada yang merasa susah. Pokoknya ketemu apa, semua bisa lewat.
 
Belum lama kita mengadakan training, yang datang 30 orang lebih. Kebanyakan kita cari yang di buku kita yang ada nama-nama donatur. Kita kontek semua dan bilang kapan-kapan akan ada training relawan baju abu putih. Mereka awalnya juga takut-takut. Ga usahlah nanti saya dipanggil, tidak ada waktu ikut kalian, pergi sana pergi sini. Saya bilang, “Cuma pergi denger, kasih tahu kamu Tzu Chi itu sebagai apa, dari Master Cheng Yen yang bangun Tzu Chi mulai dari awal.” Baru mereka berani datang. Saat mau diminta tanda tangan untuk ambil baju abu-abu mereka semua juga takut. Saya bilang itu cuma sekadar persatuan kita. Ga jelek bajunya, semua seragam gitu kan. Jadi mereka mulai (dari) situ. Saya juga bilang kalau ada waktu ikut, kalau ga ada waktu ga papa. Jangan anggap itu kaya beban kita, itu ga boleh. Mulai dari situ, ada 30 lebih yang ambil seragam, mungkin ada 1-2 orang yang tidak ambil.
 
Saat ini, lima saudara dari dua belas bersaudara saya sudah menjadi relawan Tzu Chi. Yang sudah menjadi anggota komite tiga orang. Lie Yu kakak nomor tiga, Lie Fen kakak nomor lima, dan saya. Mereka tinggal di Batam. Sedangkan kakak nomor enam saya, Lie Fang, sekarang sudah jadi relawan biru putih. Terakhir kakak saya yang paling tua Lie Cen sekarang sudah masuk menjadi relawan abu-abu putih. Dan kebetulan semua shijie-shijie. Saya berharap anak-anak saya juga nanti akan jadi relawan Tzu Chi. Begitu juga saya harap seluruh dunia tahu Tzu Chi dan jadi relawan.
 
Seperti dituturkan kepada Himawan Susanto
Foto: Anand Yahya
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -