Ongko Wiyono
Teladan Lau Pu Sha dalam Keluarga

doc tzu chi

Berbekal pada prinsip ‘Lakukan Saja’, Ongko, relawan Lau Pu Sha berusia 69 ini tahun melakukan segala sesuatu dengan penuh sukacita. Hingga di usia yang mulai senja, dan kebugaran tubuh yang mulai melemah, Ongko tetap giat bersumbangsih menghibur para lansia.

Adalah Ongko Wiyono, pria kelahiran 6 Desember 1948 bersama istrinya Chuliana Tiolani dan sang buah hati Teresia Tiolani terus giat meluangkan waktunya untuk melakukan kebajikan. Mereka selalu memanfaatkan momen kebersamaan bersama keluarganya untuk bersumbangsih. Ternyata kebersamaan yang dilakukan saat ini sudah terbiasa dilakoni sejak masa kanaknya.

Ongko dan Chuliana merupakan pasangan suami istri yang berasal dari daerah yang sama, Belitung, Sumatera. Tentu keduanya saling mengenal sejak kecil bahkan menjadi teman bermain. Bagaimana tidak, mereka menimba ilmu di tempat yang sama dengan waktu yang bersamaan pula. “Kita satu kampung dan satu kelas sampai SMP,” ucap Ongko. “Dari kecil sudah kenal,” timpal sang istri.

Lulus Sekolah Menengah Pertama, Ongko dan Chuliana memutuskan hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Bahasa Mandarin. Keduanya mendaftar di sekolah yang sama. Belum tuntas belajar, Ongko dan Chuliana memutuskan untuk kembali ke kampung halaman lantaran sekolah mereka tutup pascakerusuhan tragedi nasional. Kebersamaan yang dijalani Ongko dan Chuliana memantapkan keduanya untuk bersama-sama mengarungi bahtera rumah tangga. Pada tahun 1971 pemuda berusia 24 tahun dan gadis berusia 22 tahun ini menikah. Mereka pun dikaruniai lima putri: Tinnie Tiolani, Yunnie Tiolani, Denie Tiolani, Teresia Tiolani, dan Selvi Ongko Tiolani.

Menyusuri Jalan Kebajikan

Ongko sekeluarga kemudian kembali hijrah ke ibukota. Di kota metropolitan inilah ia mengenal Tzu Chi. Ia masih ingat ketika tahun 2000-an, kantor Tzu Chi yang masih berpusat di ITC Mangga Dua, Jakarta itu tidak banyak memiliki relawan.

Ongko mengenal Tzu Chi pun dari anak menantunya, Hong Tjhin yang terkadang meminjam mobil miliknya untuk kegiatan amal Tzu Chi maupun kegiatan lainnya. Semakin sering Hong Tjhin meminjam mobilnya membuat Ongko semakin mengenal relawan Tzu Chi. “Lama kelamaan saya diajak ikut Hok Cun (Relawan Komite Tzu Chi) berkegiatan. Mulai dari situ saya bagi sembako ke pedalaman, dan lain-lain,” ujar Ongko mengingat kisah perkenalannya dengan Tzu Chi. Seringnya mengikuti kegiatan Tzu Chi, Ongko merasa bahwa relawan pria tidak banyak yang bersumbangsih saat itu. Ia pun terpanggil. Ongko juga mengajak istri dan anaknya untuk berkegiatan di Tzu Chi.

Pada tahun 2003, Ongko bersama Chuliana dan Teresia mulai aktif menjadi relawan Tzu Chi, relawan berseragam abu putih. “Semua sama-sama di Misi Amal maupun kegiatan lain, apa saja ikut,” ujar relawan 69 tahun ini. “Misi pendidikan, kesehatan ikut. Setiap ada kegiatan ikut. Relawan masih sedikit,” sambung sang istri lembut. Namun seiring berjalannya waktu, Chuliana lebih banyak menghabiskan waktu di Singapura. “Anak pindah (ke Singapura) saya ikut untuk jaga cucu. Di sana kadang tiga bulan, balik Jakarta satu bulan, terus balik Singapura lagi,” ucapnya. Kesibukan ini dilakukan Chuliana sejak tahun 2006 hingga 2009. Kegiatan kerelawanan tentu ditinggalkannya sejenak, namun jika berada di Jakarta, Chuliana tetap ikut berkegiatan bersama suami dan sang buah hati.

Sementara itu, Ongko bersama Teresia tetap bersumbangsih di Tzu Chi. “Dia (Teresia) banyakan ikut saya. Kalau datang meeting atau apa banyak yang bilang (Teresia) seperti sekretaris saya,” katanya tersenyum.

Komitmen Mengemban Tanggung Jawab

Keaktifan Ongko bersama istri dan anaknya mengantarkan dirinya untuk memegang sebuah tanggung jawab di Tzu Chi. Ia ditunjuk sebagai koordinator kegiatan amal kunjungan kasih komunitas He Qi Barat di Panti Jompo. Ongko pun menjalaninya dengan penuh sukacita. Chuliana dan Teresia selalu ada bersama Ongko dalam berkegiatan Tzu Chi. “Sejak dulu setiap ada kegiatan dan Shibo (Ongko) ikut, saya selalu ikut,” ujar Teresia tersenyum.

Tak terasa sumbangsih Ongko bersama keluarganya dalam menapaki jalan Tzu Chi  sudah belasan tahun lamanya. Ongko juga menerima tanggung jawab sebagai koordinator kunjungan kasih di Panti jompo sejak sepuluh tahun silam. Banyak suka dan duka yang ia rasakan selama menjalankan tanggung jawabnya. Terlebih panti yang awalnya dihuni hanya seratusan oma dan opa kini bertambah tiga kali lipatnya. “Saya tuh banyakan kerja, kerja, kerja. Enggak mau pusing,” tukas Ongko.

Selama satu dasawarsa ini pula Ongko dengan sepenuh hati menjalankan tanggung jawabnya di panti jompo. Sebulan sekali melakukan kunjungan kasih, Ongko tidak hanya menghibur para oma dan opa bersama relawan lainnya, ia juga membantu menjaga kebersihan tempat tinggal opa dan oma dengan membersihkan kamar mereka. “Saya tiga bulan sekali bersih-bersih tempat tidur, meja, dan lain-lain. Takut kotor,” ucapnya.

Sejak awal Ongko bersama keluarganya selalu memanfaatkan waktu untuk bersumbangsih di Tzu Chi. “Kita waktu itu enggak kerja apa-apa, ya kenapa enggak berbuat baik,” ucap Ongko tersenyum. Setiap saat jika diperlukan untuk berkegiatan di Tzu Chi, ia dengan senang hati melakukannya. “Kita kebanyakan waktu kapan saja bisa. Kita bertiga keluar (bersumbangsih),” sambungnya. Chuliana dan Teresia pun mengangguk tanda setuju. “Kita senang hati (melakukannya) hidup bermakna, karena di usia segini paling di rumah saja jaga cucu,” kata wanita 67 tahun ini.

Seiring bertambahnya usia kondisi tubuh pun mulai rapuh, namun Ongko tetap giat mengikuti kegiatan Tzu Chi. Padahal, Ongko yang sempat menderita penyakit jantung, kondisinya pun melemah. Meski begitu Ongko tetap semangat mengemban tanggung jawabnya sebagai koordinator kunjungan kasih. “Saya sakit-sakit mau lihat opa oma. Opa oma lihat saya juga senang,” ujar Ongko. “Senang hati orang tua hibur orang tua (opa oma), sudah tua masih bisa menghibur,” timpal Chuliana. “Itu namanya kita hormat sama orang tua,” tukas Ongko sambil memandangi istrinya.

Ada kenangan tersendiri bagi Ongko memilih panti jompo sebagai ladang berkah yang ia garap bersama keluarga dan relawan lainnya. Kenangan canda tawa bersama para opa dan oma di panti. “Ada penghuni namanya Ibu Ana, tiap bulan saya bawakan baterai untuk radionya. Radionya dipakai untuk sembahyang. Dia buta, masih sehat sampai sekarang,” kisahnya. “Dia paling kangen sama saya,” lanjutnya menceritakan kesannya.

Kebersamaan bersama para opa dan oma menjadikan relawan makin akrab dengan mereka. Tak heran jika relawan mengenal mereka satu persatu meski ratusan jumlahnya. “Ada senangnya ada sedihnya juga (bersama mereka). Bulan ini ada siapa nanti sebulan lagi ganti orang, nanti muncul lagi yang lain lagi,” kata Chuliana.

Saling Memberikan Dukungan

Giatnya Ongko berkegiatan di Tzu Chi dengan kondisi kesehatannya yang tidak sebugar dulu mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarganya. Sejak awal Ongko dan keluarganya memang selalu bersumbangsih bersama-sama. “Pasti dukung dan jaga juga,” ujar sang istri. Teresia pun mengiyakan apa yang disampaikan Sang Mama. “Saya mendampingi jika Shibo (Ongko) ada kegiatan pasti ikut,” ucapnya menyakinkan.

Bukan hanya keluarga yang memberikan dukungan kepada Ongko, relawan yang lain juga terus mendorong semangatnya. “Ada relawan yang bilang, ‘Shixiong jangan keluar lho dari (kegiatan kunjungan) panti jompo, kamu bisa dicari oma-oma.’ Memang sudah 10 tahun mengurus (kunjungan kasih) panti jompo sih,” ujarnya tersenyum. Kegigihan Ongko juga memberikan inspirasi tersendiri bagi relawan. Para relawan pun menyakinkan Ongko . “Dia orang bilang sebisa mungkin panti jompo Shixiong yang pegang terus, semoga sehat,” katanya menirukan relawan yang memberikan pesan. “Tapi sewaktu-waktu pasti saya keluar,” ucap Ongko.

Menjadi bagian dari keluarga besar Tzu Chi dan seringnya berkegiatan kemanusiaan memberikan pengaruh positif bagi Ongko dan keluarganya. Pasalnya pribadi Ongko yang gampang emosi kini sudah terkontrol. “Sekarang enggak sering emosi makanya banyak yang suka sama saya,” ungkapnya dengan nada sedikit bercanda.

Perubahan positif juga dirasakan pada Teresia, sang buah hati. Dengan sifatnya yang pendiam kini wanita 39 tahun ini memiliki banyak teman. “Sekarang HP-nya sering bunyi,” canda sang ayah. “Dulu malu ngomong sekarang sudah enggak,” aku Teresia tersenyum sedikit melirik orang tuanya. “Dia memang nggak suka ngomong panjang lebar, cuma begitu (singkat) saja,” timpal sang ayah lagi.

Apa yang dialami Teresia memberikan sukacita tersendiri bagi kedua orang tuanya. “Dulu diajak ngobrol saudaranya saja jarang ngomong, kok saya balik ke sini (dari Singapura) ikut kegiatan baksos aktif di Tzu Chi. Senang sekali rasanya,” ucap Chuliana haru. Teresia memang lebih banyak menghabiskan waktunya di Tzu Chi. “Sehari-hari di Tzu Chi saja,” katanya singkat. Ia juga yang sering mengingatkan mamanya untuk aktif di Tzu Chi. Tak jarang Teresia juga yang menyiapkan keperluan seperti seragam untuk berkegiatan.

Makin Teguh Menggarap Berkah

Belasan tahun bersumbangsih di Tzu Chi, Ongko dan keluarganya pun dilantik menjadi relawan komite tahun 2016 lalu. Semestinya Ongko dilantik sembilan tahun silam yakni pada tahun 2007. Namun demi memenuhi harapannya agar bisa dilantik menjadi relawan komite bersama istrinya, ia pun menunggu. “Istri lama di Singapura, tunggu berdua (dilantik),” ucap Ongko.

Menunggu hampir satu dasawarsa bukan menjadi halangan bagi Ongko. Meskipun banyak relawan lainnya yang selalu mendorong dirinya untuk segera dilantik menjadi relawan komite. Karena baginya yang utama bukan nama dan seragam yang dikenakan agar dikenal setiap orang, melainkan kebajikan yang terus dilakukan. “Yang penting berbuat baik terus saja,” ujarnya ringan.

Penantiannya pun terjawab. Pada November 2016, Ongko bersama istri dan putrinya resmi dilantik menjadi relawan komite Tzu Chi. Namun jalinan jodoh tak bisa diramalkan. Tepat saat pelantikan, Ongko sedang dalam perawatan kesehatan dan dokter yang menanganinya tidak mengizinkan untuk berpergian jauh. Maka Ongko tidak dapat hadir langsung ke Taiwan ketika pelantikan berlangsung. “Saya pelantikan enggak ke sana. Dokter bilang jangan naik pesawat, apalagi jauh,” ujar Ongko. Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Sumei yang mengetahui hal ini membawakannya seragam dari Taiwan. Pelantikan pun dilakukan secara jarak jauh. “Beliau (Liu Sumei) yang kasih (seragam komite Tzu Chi),” kata Ongko bercerita.

Ongko dan keluarganya terus memegang teguh niat baik melakukan kebajikan. “Kerja Tzu Chi enggak pandang ini itu yang penting saya berbuat,” ucapnya. Komitmen di jalan Tzu Chi pun telah terpatri dalam dirinya dan keluarganya. Maka tak heran jika dalam kondisi tubuhnya sekarang ini, Ongko tetap memegang teguh menggarap ladang berkah membantu sesama. “Yang penting ikutin jejaknya Shangren gitu saja,” tukas Ongko. Tak hanya Ongko, Chuliana dan Teresia pun terus menjaga komitmen bersama. “Ikut jalan Master Cheng Yen,” ucap Teresia singkat. “Bersyukur bisa di Tzu Chi,” timpal Chuliana. Ongko dan Chuliana juga berharap keluarga besar mereka, anak, dan cucu menjadi pribadi yang baik. “Yang penting kita banyak belajar dan dapat belajar,” pungkasnya.

Seperti dituturkan kepada: Yuliati

The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -