Pui Sudarto: Relawan Tzu Chi Jakarta
Bekerja Sepenuh Hati, Bersumbangsih dengan Sukacita
Berbisnis dan berkegiatan sosial adalah hal yang perlu dilakukan secara seimbang. Prinsip ini yang dipegang Pui Sudarto dengan memegang tanggung jawab sebagai Wakil Ketua Komite Pembangunan Tzu Chi. Bekerja dengan hati dan menjaga kepercayaan orang lain menjadi kunci kesuksesannya dalam berbisnis. Berbagai pekerjaan datang bukan lantaran kemahirannya mempromosikan perusahaan, namun hasil kerja nyata inilah yang menyebar dengan sendirinya.
*****
Mengerjakan sesuatu atau berbisnis itu harus yang kita tahu dan kuasai, kalau tidak sebaiknya dihindari”, pesan dari sang ayah inilah yang selalu melekat dalam benak Pui Sudarto, pria kelahiran Singkawang 63 tahun silam. “Kalau nggak menguasai (bidang itu) sebaiknya jangan, lebih sering gagal daripada sukses,” tegas Pui. Siapa sangka, sepenggal kalimat sederhana inilah yang menuntunnya menjadi seorang pengusaha sukses di bidang konstruksi, yang kemudian merambah ke bidang tekstil, manajemen property, kesehatan, serta jasa kebersihan, dan pengamanan.
Berasal dari keluarga sederhana, Pui merintis bisnisnya dengan penuh perjuangan sebelum memanen hasilnya seperti saat ini. Orang tuanya berasal dari Tiongkok yang bermigrasi ke Singkawang, Kalimantan Barat. Pui beserta ketujuh kakaknya lahir dan besar di Kota Seribu Kuil ini. Ketika tiba di Singkawang, sang ayah, Pui Bun Djin dan istrinya bertahan hidup dengan bertani di sebuah desa kecil di Singkawang Timur. Dari hasil bertani ini sedikit-sedikit terkumpul modal untuk berdagang. Mulailah Pui Bun Djin mencoba peruntungan sebagai pedagang bahan-bahan makanan. Nasib baik menghampiri, usahanya cukup maju dan berkembang. Ini tak lepas dari prinsip kerja keras dan ketekunannya. “Ayah saya bilang, kita sendiri yang bisa mengubah nasib kita,” kata Pui. Sifat-sifat ini pula yang menempa dan membentuk karakter Pui, dibalik sikapnya yang ramah tersirat ketegasan, daya juang, dan determinasi yang luar biasa.
Meski usaha sang ayah cukup berkembang, namun masalah pendidikan masih jauh panggang dari api bagi anak-anaknya. Dari delapan bersaudara harus putus sekolah karena harus bekerja. Hanya Pui Sudarto, si bungsu yang bernasib baik bisa menyelesaikan hingga SMA. Pui bahkan melampaui mimpi anak-anak Singkawang pada masanya, kuliah di Jakarta. Pui kuliah di Universitas Kristen Krida Wacana, jurusan teknik sipil. “Kampus ini yang terjangkau dengan keuangan keluarga,” katanya. Ia sengaja memilih jurusan arsitektur agar ketika terjadi kemungkinan terburuk ia bisa langsung bekerja. “Kalo kedokteran putus kuliah, nggak bisa praktik. Sebelum memutuskan sesuatu kita pikirkan dulu akibatnya. Kalo gagal bagaimana, putus kuliah atau nggak ada biaya,” tegasnya.
Dengan kiriman uang bulanan dari orang tua yang minim, Pui mesti memutar otak agar survive di Jakarta. Beruntung sejak kecil ia terbiasa ikut kakak-kakaknya “berbisnis”. Ketika liburan sekolah, Pui mengikuti kakak-kakaknya ke kampung warga Dayak di lereng Gunung Raya untuk membeli karet dan sahang untuk dijual ke Singkawang. Insting bisnis inilah yang kemudian mendorongnya berani mengambil proyek kecilkecilan, renovasi rumah. Keuntungan saat itu bukan jadi prioritasnya, melainkan untuk mengasah pengalaman dan kompetensi.
Siapa sangka, tonggak kecil yang dimulai tahun 1979 itu menjadi titik awal berdirinya sebuah perusahaan konstruksi nasional, Pulau Intan. Nama Pulau Intan sendiri berasal dari marga keluarga: Pui. Perusahaan ini resmi berdiri pada 31 Juli 1990 bersama Pulau Intan Baja dan Pulau Intan Lestari yang bergerak di bidang tekstil. “Prinsip bisnis kita kepercayaan, kalo orang dah beri kepercayaan kita harus pegang teguh, jangan sampai mengecewakan,” kata suami dari Tjhai Se Moi ini. Integritas, pelayanan pelanggan, dan kerja tim, nilai-nilai inilah yang dijaga di perusahaannya.
Mengemban Tanggung Jawab Lebih Besar
Totalitas dalam bekerja dan keteguhannya dalam menjaga kepercayaan menjadi faktor kesuksesan Pui Sudarto dalam berbisnis dan juga pedomannya dalam bersumbangsih di Tzu Chi.
Kepercayaan, kata ini pula yang menjadi kunci Pui Sudarto kemudian ditunjuk sebagai Wakil Ketua Komite Pembangunan Tzu Chi. Mulai dari Aula Jing Si, sekolah (SD-SMP-SMA), hingga rumah sakit. Di luar bangunan-bangunan tersebut, Pui juga dipercaya untuk mewujudkan cinta kasih insan Tzu Chi dalam membantu para korban bencana, seperti pembangunan SMA Negeri 1 Padang, SDN Pangalengan Bandung, sekolah di Lombok, Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako, Palu. Seperti dalam berbisnis, semua pekerjaan ini pun dilakukannya sepenuh hati, bahkan lebih. “Bangunan Tzu Chi harus kokoh, ramah lingkungan, dan selaras dengan alam. Master Cheng Yen berpesan bahwa membangun sesuatu itu untuk jangka panjang. Bangunan ini harus tahan 1000 tahun. Kita kerjakan sepenuh hati, sekuat tenaga, semoga hasilnya sesuai harapan,” ungkapnya.
Pui sendiri mulai mengenal Tzu Chi sejak tahun 2008. Ketika itu ia terlibat sebagai relawan konsultan desain pembangunan Aula Jing Si Indonesia. Di tahun itu pula ia bertemu dengan Master Cheng Yen di Taiwan. Sepulang dari Taiwan dan membicarakan pembangunan Aula Jing Si, Pulau Intan kemudian ditunjuk sebagai kontraktor yang membangun Aula Jing Si. Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia merasa lebih nyaman dan tenang jika pembangunan Aula Jing Si ditangani sendiri oleh relawan Tzu Chi. Sejak itulah pekerjaan demi pekerjaan pembangunan di Tzu Chi terus mengalir lantaran totalitas Pui dalam bekerja dan keteguhannya memegang kepercayaan. Bekerja dan berkegiatan sosial, dua hal ini yang selalu dilakukan Pui. Jauh sebelum bergabung di Tzu Chi, Pui sudah bergerak membantu anak-anak muda di Singkawang dan Kalimantan Barat untuk memperoleh pendidikan yang baik. Ia tidak ingin pengalaman kakak-kakaknya yang putus sekolah kembali terjadi pada anak-anak di Singkawang. Bersama rekan-rekannya sesama pengusaha asal Singkawang, Pui mendirikan Yayasan Bumi Khatulistiwa yang memberikan beasiswa pendidikan kepada anakanak kurang mampu. Yayasan ini juga banyak membangun sekolah-sekolah di Singkawang. “Kenapa beasiswa? Karena di Kalimantan Barat, khususnya Singkawang banyak orang nggak berpendidikan. Kita ingin anak-anak Singkawang juga maju,” kata Pui. Sejak didirikan pada tahun 1997, Yayasan Bhumi Khatulistiwa sudah memberikan beasiswa kepada 1.578 orang dari berbagai latar belakang suku, agama, dan sosial ekonomi di Kalimantan Barat.
Berbisnis dan berkegiatan sosial adalah hal yang perlu dilakukan secara seimbang. Prinsip ini yang dipegang Pui dengan bersedia memegang tanggung jawab sebagai Wakil Ketua Komite Pembangunan Tzu Chi. “Kita cari uang kan di bisnis, nah cari ketenangan di sosial. Kalo kita banyak uang tapi tidak tenang kan juga susah, jadi harus seimbang,” terang Presiden Direktur Pulau Intan ini. ”Menurut Pui, jika berbisnis otomatis ada senang dan ada susahnya, sementara jika kerja sosial sudah pasti banyak senangnya. “Seperti saat ini kita bangun Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Palu, saya datang sendiri ke Palu untuk melihat perkembangannya. Staf juga kita arahkan kalo kerja sosial ini nggak boleh sembarangan. Harus dikerjakan sebaik mungkin, terbaik, dan kita membangun yang kita juga ingin kita tempati,” kata Pui.
Berbakti Pada Kampung Halaman
Pui Sudarto (kedua dari kiri), Wakil Ketua Komite Pembangunan Tzu Chi Indonesia ketika bertemu dengan Master Cheng Yen di Taiwan untuk secara langsung menyampaikan perkembangan pembangunan Tzu Chi Hospital.
Sukses di perantauan, Pui Sudarto tak lupa pada kampung halaman. Setelah 37 tahun mengadu nasib di Jakarta, Pui kembali ke Singkawang pada 2013. Bukan sebuah homecoming biasa. Dia membangun Singkawang Grand Mall dan Hotel Swiss-Bellin Singkawang. “Ini wujud tanggung jawab dan kecintaan saya kepada kampung halaman. Saya dan keluarga mendapat banyak rezeki dari Kota Singkawang dan Kampung Kemui, sudah saaatnya kami berterima kasih dengan ikut membangun ekonomi mereka,” kata Pui.
Melihat komitmennya yang besar untuk Tzu Chi dan masyarakat Singkawang maka pada tahun 2019 Pui Sudarto ditunjuk sebagai Ketua Tzu Chi Singkawang. Dalam operasional seharihari Pui dibantu Susiana Bonardy sebagai Ketua Harian. Penunjukan ini bertepatan dengan pembangunan Sekolah Tzu Chi Singkawang pada 18 Februari 2019. Seperti sekolah-sekolah Tzu Chi lainnya, Sekolah Tzu Chi Singkawang juga menekankan pada pendidikan budi pekerti, selain kemampuan akademik yang unggul. Berdiri di atas lahan seluas 10.000 m2, sekolah ini terdiri dari jenjang TK, SD, SMP, dan SMA, dan dilengkapi dengan perpustakaan, laboratorium, aula, klinik, dan ruang serbaguna.
Niat luhur Pui ini sejalan dengan misi Tzu Chi di Singkawang, mulai dari pendidikan, bantuan misi amal, hingga pertanian dengan sistem pembinaan. Dengan bersinergi tentunya apa yang yang dilakukan bisa menjadi lebih cepat dan luas sehingga bisa langsung dirasakan dampaknya di masyarakat. “Tzu Chi ini berbeda dibandingkan yayasan sosial lain, Tzu Chi ini dah punya arah sehingga kita lebih mudah mengikuti dan tidak akan melenceng arahnya. Kalau yayasan lain, kita punya ide apa, tim kerjanya belum tentu ada. Kalo di Tzu Chi timnya dah terbentuk, relnya juga sudah ada kita tinggal ikuti saja agar tidak salah arah,” tegas Pui.
Penulis: Hadi Pranoto