Relawan Tzu Chi Jakarta: Edi Sheen
Keputusan yang Sudah Tepat
Saya menjadi relawan Tzu Chi itu awal tahun 2012. Sebelum masuk Tzu Chi saya sering mengumpulkan teman-teman untuk membagikan bantuan bagi orang yang tidak mampu. Kami kumpulkan barang dan kirim ke lokasi bencana. Saya merasa cara memberi bantuan ini masih kurang tepat. Langsung bagi tanpa survei, dan kadang hanya dititipkan saja.
Suatu hari saya nonton DAAI TV, ada Tzu Chi, wah ini bagus sekali. Dan ternyata di Tangerang ada perwakilannya. Langsung saya datang dan sekalian bawa beberapa bantuan, titipan ke Tzu Chi.
Saya bertemu Lu Lian Chu Shijie, dia mengatakan “Waduh harusnya bukan barang saja yang bisa dikirim ke saya. Orang juga boleh” Ujar Lian Chu. Nah mulai saat itulah saya terpanggil. Pelan-pelan masuk dan mempelajari sistem manajemennya. Setahun, dua tahun, sampai saat ini hampir enam tahun. Kegiatan Tzu Chi di awal-awal yang saya ikuti itu baksos, seperti baksos kesehatan di Desa Simpak, Balaraja, Tanjung Pasir, Cilegon, dan yang rutin di Pesantren Nurul Iman.
Saya bersyukur keluarga saya tidak melarang dalam berkegiatan Tzu Chi. Karena saya banyak belajar dalam mengatur waktu antara pekerjaan, keluarga, dan kegiatan sosial dari Master Cheng Yen. Banyak ilmu dari Master Cheng Yen yang saya aplikasikan dalam hidup saya. Seperti Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
Dulu, dalam hal pekerjaan saya tidak pakai “Tiga Tiada” ini di batin saya, apakah dia jujur atau tidak? Hehe..heee... dulu saya tidak percaya sama karyawan. Batin saya selalu bergejolak. Bisa tidak dia kerja. Saya pakai Ajaran Master Cheng Yen, saya kasih karyawan saya tanggung jawab, saya lepas benar. Makanya para karyawan saya sekarang ini bekerja dengan happy namun penuh tanggung jawab, saya juga happy.
Tanpa saya sadari, banyak perubahan hidup dalam diri saya. Terutama keluarga saya sendiri yang merasakannya. Dulu saya lebih mementingkan materi. Semua saya nilai dari materi. Hidup juga maunya happy-happy saja. Pemakaian materi juga tidak terkendali. Sekarang lebih butuh atau keinginan. Kalau dia butuh saya beri. Kalau hanya keinginan, tidak saya beli.
Menjadi relawan Tzu Chi sudah keputusan saya. Bisnis, sudah saya buat sistemnya, saya hanya mengontrolnya saja. Jadi saya punya banyak waktu untuk hal-hal positif, nah salah satunya di Tzu Chi ini, semua kegiatannya sangat positif.
Dua tahun ini saya bergabung menjadi relawan Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi. Sangat bersyukur karena bisa langsung memberi bantuan pada korban. Melihat langsung penderitaan mereka. Saya bisa bercermin dari kondisi mereka. Kadang kalau habis dari lapangan, saya bisa sadar, oh saya harus banyak Gan en dengan kondisi saya sekarang ini.
Yang sangat berkesan dan merasa tersentuh adalah ketika membantu korban gempa di Palu, Sulawesi Tengah. Ada orang tua sampai tiga hari tidak makan. Bayangkan di usia 68 tahun harus susah payah mendapatkan nasi. Saya terkadang makan nasi tidak habis. Mereka tiga hari tidak makan begitu dengar kami bawa nasi, mereka kejar. Sejak itu saya tidak berani lagi kalau makan tidak habis, tidak lagi.
Ada satu kejadian ketika saya membagikan roti untuk anak-anak, ada sekitar 60 anak. Ketika sampai pada salah satu anak, anak ini tidak mau menerima roti. Pandangannya lurus. Dia tidak mau terima roti. Bapaknya lalu membujuk, tetapi anak itu tetap kosong pandangannya.
Keesokan harinya ketika saya mengantarkan nasi hangat saya bertemu lagi dengan anak tersebut. Seperti kemarin, ia tidak mau menerima pemberian saya. Ternyata sudah empat hari dia tidak mau bicara. Kenapa? ternyata mamanya hilang pascatsunami dan tidak ketemu. Yang kasih tahu ke saya juga menangis. Anak itu langsung menjerit, “Mama..” Saya juga ikut menangis. Cepat-cepat saya menghiburnya. Saya benar-benar tidak tega melihat anak sekecil itu kehilangan mamanya. Itulah salah satu kisah menyentuh di lokasi bencana yang terus berkesan dalam hati saya.
Seperti yang dituturkan kepada Khusnul Khotimah.