Relawan Tzu Chi Sinar Mas: Tawang Sotya Djati
Lebih Giat Melatih Diri

doc tzu chi indonesia

Bekerja di perusahaan sawit Sinar Mas memang impian saya sejak lulus dari bangku universitas. Pada tahun 1997 awal, saya bergabung di Sinar Mas Agribusiness sebagai staf agronomy dengan penempatan pertama kali di Kalimantan Tengah. Dengan penuh kesungguhan dan tekun, saya pun mengelola perkebunan kelapa sawit di sana.

Dua tahun kemudian tepatnya 1999 saya dipindah ke Jakarta. Di tahun inilah saya mengenal Tzu Chi. Saat itu saya berkenalan dengan Hong Tjhin Shixiong (sebutan relawan pria Tzu Chi). Awal kegiatan kerelawanan saya sebagai murid Master Cheng Yen adalah mensurvei ke wilayah banjir di daerah Pejagalan, Jakarta Utara. Inilah jalinan jodoh awal saya sebagai relawan Tzu Chi.

Saya juga dilibatkan sebagai relawan survei di Kali Angke yang pada saat itu warganya akan direlokasi ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Setelah warga Kali Angke pindah ke rusun, saya juga diberikan berkah untuk mengurus rusun cinta kasih ini. Ini merupakan tanggung jawab yang besar, saya dipercaya menjadi koordinator untuk mengelola rusun serta menjadi penanggung jawab kepada setiap warga yang tinggal di rumah tersebut. Dua tahun saya membina mereka di rusun Tzu Chi Cengkareng ini.

Memang ini bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi membina warga yang dulunya tinggal di bantaran Kali Angke, kemudian hidupnya pindah ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Selama tiga tahun saya dan relawan Tzu Chi lainnya mendampingi warga, mulai dari tata krama, gaya hidup sehat, hidup mereka pun perlahan menjadi lebih tertata dan lebih rapih.

Jalinan Jodoh Dengan Tzu Chi Sinar Mas

Selesai menjalankan tugas sebagai koordinator perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, saya kembali bekerja sebagai staf di Sinar Mas. Pada tahun 2010, Hong Tjhin Shixiong koordinator relawan Tzu Chi Sinar Mas mengajak saya untuk menjadi keluarga Tzu Chi Sinar Mas yang saat itu masih berusia enam tahun. Saya sangat bersyukur Tzu Chi Sinar Mas telah memiliki 23 Xie Li (wilayah relawan komunitas) yang tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Meskipun Tzu Chi identik dengan agama Buddha, saya sebagai Muslim tidak pernah mempersoalkan hal ini. Bertahun-tahun saya menjalankan aktifitas bersama Tzu Chi tak sedikitpun saya merasakan ada relawan Tzu Chi yang mengajarkan agama tertentu atau menyinggung tentang sebuah ajaran tertentu. Menjadi relawan Tzu Chi itu membantu sesama manusia yang membutuhkan pertolongan dan ini sama seperti yang diajarkan agama Islam yang saya anut.

Justru melalui Tzu Chi saya menjadi sadar bahwa kita memang harus berterima kasih kepada para penerima bantuan, sebab mereka memberikan kita kesempatan untuk berbuat kebaikan. Apa jadinya jika kita tidak diberi kesempatan, maka kita sebagai manusia menjadi kurang bermanfaat bagi sekitar.

Setelah 17 tahun saya menjadi relawan Tzu Chi, bulan November 2017 lalu saya resmi dilantik menjadi relawan komite Tzu Chi. Saya sungguh bahagia. Ini menjadi pembelajaran saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan lebih kuat dalam pelatihan diri.

Dalam melatih diri, saya juga selalu mengingat Kata Perenungan Master Cheng Yen tentang tiga tiada, “Di dunia ini tidak ada yang tidak aku kasihi, tidak ada yang tidak aku percaya, dan tidak ada yang tidak aku maafkan.” Saya tahu bahwa ajaran itu berat, tapi saya mencoba untuk terus melakukannya. Memaafkan orang di mulut itu gampang, tapi hati dan tindakan itu yang terkadang sangat sulit. Ini menjadi pelatihan bagi saya. Seperti halnya orang marah-marah ke saya, saya harus belajar untuk memaafkannya.

 

Seperti dituturkan kepada Ruth P. Saragih (Tzu Chi Sinar Mas)
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -