Samsir: Relawan Tzu Chi Makassar
Sepenuh Hati Berkegiatan Tzu Chi


“Secara fisik ya pasti capek, namun secara batin kita bahagia.”

Awal kenal dengan Tzu Chi itu dikenalin teman di wihara pas tahun 2004. Karena waktu itu mencari relawan untuk ikut membantu pembagian bantuan beras Tzu Chi dari Taiwan di Makassar. Setelah mendengar apa yang mau dikerjakan dalam kegiatan tersebut saya tertarik dan selama pembagian beras di Makassar saya ikut semua.

Dari sini saya mulai ikut kegiatan relawan Tzu Chi di Makassar. Awalnya belum ada pembagian tugas, jadi kalau ada kegiatan relawan apa saja ya saya ikut saja. Masa-masa awal bergabung di Tzu Chi ya ada keraguan, karena waktu itu belum mengerti sepenuhnya. Lamalama setelah berkegiatan, jadi tersentuh karena bisa menyalurkan bantuan untuk saudara-saudara kita yang kekurangan.

Selama 17 tahun lebih menjadi relawan Tzu Chi banyak hal yang saya rasakan terutama dalam perubahan diri. Dulunya mungkin masih agak muda, belum banyak mendengar wejanganwejangan. Temperamen dan ego lebih gampang naik. Setelah bergabung dengan Tzu Chi dan mendengar wejangan-wejangan dari Master Cheng Yen, lambat laun saya bisa menekan dan mengikis pelan-pelan temperamen itu.

Selain itu saya juga bisa lebih berempati kepada saudara-saudara lainnya yang belum beruntung. Sedikit banyak saya juga bisa merasakan penderitaan mereka karena waktu kecil juga susah dan harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Di usia saya yang ke-61 ini tentunya berkegiatan Tzu Chi itu secara fisik ya pasti capek, namun secara batin kita bahagia karena bisa melakukan sesuatu yang bisa meringankan beban saudara-saudara kita yang kurang mampu. Apalagi kalau dilakukan dengan ikhlas, pasti bahagia. Itu yang membuat saya selalu bersemangat.

Jika berbicara Master Cheng Yen, ada wejangan yang terus saya ingat yaitu ketika mengerjakan sesuatu harus dilakukan dengan penuh konsentrasi baru bisa berhasil. Apapun yang kita kerjakan harus ikhlas jangan punya pikiran bercabang. Bagi saya Master Cheng Yen itu dedikasinya buat kemanusiaan luar biasa. Saya bisa merasakan aura cinta kasihnya tidak memandang dari warna kulit, agama, suku, dan lainnya. Itu adalah bentuk cinta kasih yang universal.

Di tengah kesibukan saya menjadi sopir taksi online, jika ada kegiatan Tzu Chi selalu saya sempatkan dan pekerjaan itu saya tinggal semua, karena saya harus fokus berkegiatan. Bagi saya pribadi, waktu, tenaga, semua sudah disiapkan ketika berkegiatan bersama relawan. Soal pendapatan dan rezeki masih bisa dicari di lain hari. Dalam beberapa kesempatan saya sering berbincang-bincang juga sama penumpang tentang Tzu Chi, tanggapan mereka juga positif tentang kegiatan kemanusiaan Tzu Chi.

Jadi intinya di Tzu Chi saya ingin membantu dengan apa yang saya bisa lakukan. Karena secara materi ya saya belum beruntung, tetapi secara tenaga saya siap untuk membantu di Tzu Chi. Keluarga sendiri pasti mendukung dengan kegiatan saya menjadi relawan karena istri saya juga ikut menjadi relawan Tzu Chi.

Anak-anak pun juga sudah berkeluarga semua. Mereka tidak pernah melarang saya dan istri berkegiatan Tzu Chi. Hanya selalu diingatkan jika sedang ikut kegiatan tanggap darurat harus lebih berhati-hati karena kegiatan yang paling sering saya ikuti di Tzu Chi itu baksos kesehatan dan tim tanggap darurat.

Dan satu lagi, jika kita baru bergabung menjadi relawan Tzu Chi itu harus berbesar hati karena setiap relawan berbeda karakternya. Jika ada sesuatu hal atau masalah jangan disimpan dalam hati, harus didiskusikan dengan relawan lainnya supaya kita bisa bekerja di Tzu Chi juga sepenuh hati. Bagi saya, selama saya masih sehat ya saya akan terus menjadi relawan Tzu Chi. Di sini saya belajar bersyukur dengan keadaan dan kehidupan saya saat ini, karena mungkin ada orang lain diluar sana yang masih lebih sulit kondisinya dibandingkan saya.

Seperti yang dituturkan kepada Arimami Suryo A.
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -