Stephen Ang: Relawan Tzu Chi Jakarta
Mengabadikan Jejak Kebaikan


“Muda, bersemangat, dan penuh komitmen. Tiga predikat ini rasanya tepat disematkan dalam diri Stephen Ang. Lebih dari 15 tahun panggilan hati menuntunnya menapaki jejak sejarah di Tzu Chi. Bukan hanya mencatat sejarah insan Tzu Chi Indonesia, tetapi ia juga salah satu pelaku sejarah di dalamnya.”

*****

Bagi sebagian orang, menemukan panggilan hidup bukanlah sesuatu yang instan. Demikian pula dengan perjalanan Stephen Ang, relawan Komite Tzu Chi Indonesia yang konsisten mengabdikan diri dalam merekam, mencatat, dan mengabadikan jejak sejarah insan Tzu Chi di Indonesia.

Perjalanan Stephen menuju dunia kerelawanan berawal dari sebuah momen tak terduga di tahun 2007, ketika ia tanpa sengaja melihat Jing Si Books & Cafe di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Merasa adanya perbedaan dengan toko-toko buku pada umumnya, Stephen yang penasaran pun mencoba mencari tahu. “Sambil melihat buku-buku, saya sempat tanya-tanya tentang tempat ini. Saat itu ada wanita berseragam biru-putih yang kasih saya Buletin Tzu Chi,” kenangnya. Sempat membaca sekilas, pria kelahiran tiga puluh sembilan tahun silam ini pun mendapatkan gambaran tentang kegiatan-kegiatan sosial di dalamnya. Namun, jalinan jodoh saat itu belum terajut.

Buletin itu tersimpan bertahun-tahun hingga akhirnya pada tahun 2010, ia kembali teringat pada seragam relawan yang ia lihat di toko buku tersebut ketika tengah menonton tayangan televisi. “Saat itu saya sedang bosan menonton acara TV yang isinya itu-itu aja, dan mulai mencari channel baru. Tanpa sengaja saya menemukan DAAI TV,” katanya.

Stephen menonton drama yang sedang diputar dan merasa terkesan dengan nilai-nilai positif yang menginspirasi. Drama yang menceritakan kisah nyata itu juga berbahasa Hokkian. “Kebetulan saya dari Medan, dan merasa (bahasa) Hokkian mereka berbeda dengan yang biasa saya dengar, jadi saya penasaran dan terus nonton,” ungkapnya. Sejak saat itu, Stephen selalu setia menyaksikan drama-drama DAAI TV dan mengetahui bahwa DAAI TV juga menayangkan kegiatan relawan Tzu Chi.

“Lalu saya ingat kalau beberapa tahun lalu saya juga pernah baca buletinnya,” kenangnya. Tanpa ragu, Stephen segera mencari informasi lebih lanjut tentang Tzu Chi. Dari website Tzu Chi (www.tzuchi.or.id) ia mendapatkan info sosialisasi calon relawan di Jing Si Books & Cafe Pluit. Karena penasaran, sehari sebelumnya ia berkunjung untuk mencari tahu dan bertemu dengan Livia Lie, manajer toko Buku Jing Si yang juga relawan Komite Tzu Chi. “Karena tahu saya seorang fotografer, Livia Shijie kemudian mengajak saya untuk bergabung menjadi relawan dokumentasi (3 in 1),” kata Stephen.

Mengatasi Tantangan dengan Hati Terbuka
Sejak awal bergabung, Stephen sudah berfokus di 3 in 1 (Artikel, Foto, dan Video). Dengan latar belakang sebagai fotografer dan editor video, Stephen merasa cocok dengan misi ini. “Awalnya tidak menyangka kalau dokumentasi ini ternyata juga termasuk bentuk kontribusi. Saya pikir relawan hanya membantu orang-orang yang membutuhkan, tetapi ternyata mendokumentasikan kegiatan juga bagian dari menyebarkan kebaikan,” ungkapnya.

Menjadi relawan Zhen Shan Mei (Dokumentasi) menjadi panggilan hati Stephen Ang. Bersama relawan ZSM lainnya, selama 15 tahun lebih ia konsisten merekam, mencatat, dan mendokumentasikan jejak sejarah insan Tzu Chi Indonesia.

Menjadi relawan dokumentasi Tzu Chi bukanlah tanpa tantangan. Awalnya Stephen yang bisa dibilang seseorang yang cukup perfeksionis merasa bahwa semua kegiatan harus terdokumentasikan secara sempurna. Namun di Tzu Chi, bungsu dari empat bersaudara ini juga belajar untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. “Saya belajar memahami bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Yang terpenting bukan hanya hasil akhirnya, tetapi niat kita untuk berbuat baik,” tegasnya.

Selain menemukan panggilan hidupnya, Stephen juga menemukan pasangan hidupnya di Tzu Chi. Ia menikah dengan Melliza Suhartono pada 28 September 2019. “Kami berdua sama-sama aktif sebagai relawan. Itu membuat kami saling mendukung dalam menjalankan tugas,” ujarnya. Bersama-sama menjadi relawan juga membuat langkah keduanya menjadi lebih mantap dan lapang. Bahkan hampir di dalam kegiatan keduanya bisa hadir bersama. Ibarat sendok dan garpu, keduanya saling melengkapi dengan fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing. Kalimat dari Master Cheng Yen yang selalu Stephen pegang adalah, “Katakan yang kamu lakukan, lakukan yang kamu katakan.” Sebuah prinsip sederhana yang mencerminkan integritas, ketulusan, dan komitmen dalam mengabdi bagi kemanusiaan.

Sebagai relawan Zhen Shan Mei (Dokumentasi) tentu Stephen banyak bersentuhan dengan berbagai kegiatan di semua misi, seperti kunjungan kasih, survei calon pasien, pembagian paket sembako, baksos kesehatan, hingga bantuan bencana.

Bencana banjir Jakarta tahun 2013 menjadi salah satu pengalaman yang paling berkesan baginya. “Saat itu bertepatan dengan ulang tahun saya. Saya tidak merayakan seperti biasanya, tetapi turun langsung ke lapangan untuk membantu korban banjir di Muara Baru. Kami membagikan sembako dan bantuan lainnya, bahkan harus naik perahu untuk sampai ke rumah-rumah warga,” katanya mengenang.

Hal ini membawa kesan tersendiri baginya. Terlebih ini adalah pengalaman pertamanya ikut langsung memberikan bantuan kepada korban banjir. ”Sebelumnya saya paling hanya bisa melihat bencana dari berita atau membantu dengan berdonasi, tetapi kali ini saya bisa terjun langsung ke lapangan untuk memberikan bantuan. Saya bisa ikut merasakan bagaimana kondisi warga yang terkena banjir,” ungkap Stephen haru.

Mengemban Tanggung Jawab yang Lebih Besar
Pada tahun 2020, Stephen yang dilantik sebagai Komite Tzu Chi pada tahun 2015 ini diberi kepercayaan sebagai Ketua He Xin Zhen Shan Mei, koordinator relawan dokumentasi Tzu Chi di Indonesia. Sebagai He Xin Zhen Shan Mei, tanggung jawabnya bukan hanya fokus pada kegiatan dokumentasi saja, tetapi juga memastikan bahwa setiap relawan memahami filosofi di balik setiap rekaman yang mereka buat. “Master Cheng Yen selalu menekankan bahwa relawan 3 in 1 atau Zhen Shan Mei bukan hanya sekadar mencatat, tetapi juga harus bisa menginspirasi orang lain untuk turut berbuat baik,” ungkapnya.

Bersama-sama menjadi relawan Tzu Chi, Stephen dan Melliza saling mendukung dan melengkapi. Integritas, ketulusan, dan cinta berpadu dalam langkah bersama dalam kemanusiaan.

Menurut Stephen, menjadi relawan Zhen Shan Mei berarti juga mewakili Master Cheng Yen, menjadi mata dan telinga beliau. “Master tidak pernah keluar dari Taiwan. Semua kisah yang disampaikan dalam Lentera Kehidupan merupakan rekaman yang berasal dari para relawan Tzu Chi di seluruh dunia. Oleh karena itu kita harus lebih giat membantu Master dalam menyebarkan kisah-kisah humanis,” katanya, “setiap orang di Tzu Chi adalah mata dan telinga Master. Semakin banyak yang mendokumentasikan, semakin banyak pula kisah inspiratif yang bisa kita bagikan kepada dunia.”

Bagi Stephen, bisa memiliki jodoh bertemu dengan Master Cheng Yen, seorang guru yang bijak adalah sebuah berkah, dan sudah seharusnya kita terus menggenggam kesempatan yang ada. Kalau sudah yakin dan bertekad untuk mengikuti langkah Master Cheng Yen, maka jalankan saja, “just do it” dengan sepenuh hati. “Semoga kita semua bisa terus mengikuti jejak Master Cheng Yen, mendalami Dharma, dan mengabadikan setiap jejak cinta kasih Tzu Chi dengan penuh dedikasi,” ajak Stephen bersemangat.

Penulis: Hadi Pranoto
Fotografer: Arimami Suryo A., Dok. Pribadi
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -