Suriati: Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun
Asalkan Ada niat, Pasti Ada jalan


“...Di Tzu Chi saya terus menjalin jodoh baik dengan semua orang. Dengan demikian, kehidupan saya lebih penuh makna dan kebahagiaan...”

Saya mengenal Tzu Chi ketika anak saya mengikuti kelas budi pekerti Xio Tai Yang pada 2013. Di kelas budi pekerti ini orang tua wajib ikut mendampingi selama kelas berlangsung. Saya merasa Yayasan Buddha Tzu Chi ini sangat bagus. Saya melihat bagaimana donasi dari masyarakat benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan, bukan sembarang diberikan. Lalu timbul niat saya untuk ikut bergabung menjadi relawan pada 2014. Awalnya saya bergabung hanya ingin berbuat kebaikan, tapi seiring ikut kegiatan, saya semakin jatuh cinta dengan kegiatan Tzu Chi. Setiap ikut kegiatan, semakin merasakan kehangatan sebuah keluarga dalam Dharma.

Sebelum bergabung menjadi relawan Tzu Chi, saya menghabiskan waktu dengan nonton bersama keluarga di rumah atau pergi berbelanja sesekali. Itu cara saya menghabiskan waktu luang. Tapi sejak bergabung menjadi relawan Tzu Chi, kehidupan saya jauh lebih bermakna. Di tengah kewajiban mengurus keluarga, saya berkesempatan mensurvei penanganan pasien kasus, berkunjung ke rumah warga kurang mampu dan melihat langsung apakah mereka layak dibantu oleh Tzu Chi. Dari kegiatan ini saya sadar ternyata masih banyak orangorang yang hidupnya susah, sehingga saya bisa belajar mensyukuri kehidupan saya dan keluarga.

ya dan keluarga. Selain itu saya juga berkesempatan membersihkan rumah penerima bantuan Tzu Chi yang tidak terawat menjadi lebih bersih dan layak huni. Di Tzu Chi, saya belajar melatih diri dengan menjalani Sila Tzu Chi dan terus menjalin jodoh baik dengan semua orang. Dengan demikian, kehidupan saya lebih penuh makna dan kebahagiaan.

Saya bersyukur, selama ikut kegiatan Tzu Chi, suami saya selalu mendukung saya. Bahkan ketika saya harus ikut pelatihan di Jakarta, suami mengizinkan dan membantu saya menjaga keluarga. “Suami bilang ‘kamu tenang aja mengikuti pelatihan, tidak usah khawatir dengan keadaan di rumah’,” kenang Suriati sembari tersenyum bahagia.

Pada Bulan Tujuh Penuh Berkah di tahun 2018, saya melihat tayangan video mengenai bagaimana makanan hewani bisa tersaji di meja makan. Makanan hewani hanya untuk memuaskan rasa lezat sesaat di mulut. Sejak itu, saya memutuskan untuk bervegetarian, tidak ingin menjalin jodoh buruk dengan mahkluk hidup lain. Tapi niat ini tentunya memiliki kendala. “Keluarga saya bukan keluarga yang vegetarian,” ujar Suriati. Namun dalam diri saya berniat, asalkan mau belajar, pasti ada jalan. Saya sangat bersyukur sekali suami dan anak-anak mendukung. Saya juga belajar untuk meyakinkan keluarga saya terutama mertua, karena suami saya anak tunggal. Seiring berjalannya waktu, mertua saya ternyata menyetujui tekad saya untuk bervegetaris karena melihat keluarga saya sehat dan bahagia selama bervegetaris.

Tahun 2019, saya diberi kepercayaan untuk menjadi Relawan Komite Tzu Chi. Ini merupakan ajakan ke sekian kalinya, karena saya sempat menolak karena belum siap secara batin. Tetapi melihat Master Cheng Yen yang sudah berusia lanjut tetapi terus menjaga, membimbing, serta memerhatikan kesehatan batin dan fisik setiap muridnya, akhirnya saya meyakinkan diri untuk mau bergabung menjadi relawan Komite Tzu Chi. Bagi saya menjadi Relawan Komite dan dilantik oleh Master Cheng Yen, saya merasa benar-benar menjadi murid Master Cheng Yen. Sehingga nanti saya bisa fokus menjalankan jalan Bodhisatwa, merangkul lebih banyak orang supaya di dunia ini akan semakin bertambah Bodhisatwa dunia.

Seperti dituturkan kepada Teddy Lianto, Foto Abdul (Tzu Chi Tanjung Balai Karimun)

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -