Sutanto: Relawan Tzu Chi Tebing Tinggi
Menggarap Berkah dan Membina Batin


“Berkah itu bisa habis jika kita tidak menanamnya.”

Saya mulai mengenal Tzu Chi berawal saat menonton drama DAAI TV yang berjudul “Ketika Gladiol Bersemi”. Saya sangat penasaran karena ceritanya berbeda dengan dramadrama lain dan DAAI TV juga menayangkan programprogram yang bersifat humanis. Saat saya merasa penasaran, dalam diri saya bertanya apa itu Tzu Chi?

Kemudian pada tahun 2009, pintu jodoh saya dengan Tzu Chi mulai terbuka. Saat salah seorang pelanggan toko saya yang juga relawan Tzu Chi Tebing Tinggi menceritakan tentang Tzu Chi yang baru terbentuk di Kota Tebing Tinggi. Akhirnya kami berdua ikut sosialisasi dan dari situlah saya dan istri saya mulai aktif di Tzu Chi.

Sejak awal bergabung di Tzu Chi, saya aktif dalam semua misi karena saat itu jumlah relawan yang juga masih terbatas. Tapi justru saya merasa bersyukur karena banyak belajar melalui kegiatan-kegiatan tersebut. Karena di Tzu Chi saya bukan hanya sekedar melakukan, tetapi juga diasah batinnya. Bekerja sambil belajar dan belajar sambil bekerja itulah yang saya diterapkan dalam diri dalam setiap kegiatan.

Sebelum saya bergabung di Tzu Chi, saya tidak memahami makna hidup yang sesungguhnya. Dulu saya hanya mengejar karir untuk keluarga saya saja. Namun, sejak saya bergabung dalam keluarga besar Tzu Chi dan mendengarkan ajaran Master Cheng Yen, saya baru tersadarkan setiap menit detik yang terlewatkan dalam hidup kita sebenarnya sangat berharga dan itu sesuatu yang tidak bisa kembali lagi.

Dulu saya mempunyai tabiat yang kurang bisa mengontrol emosi dalam diri saya. Namun Master Cheng Yen mengajarkan kita saat memberi bantuan kepada orang lain, kita harus melakukan dengan hormat. Disini saya benar-benar tersadarkan. Biasanya saya sering memarahi karyawan tetapi setelah ikut Tzu Chi pelan-pelan saya bisa mengubah tabiat buruk dan belajar memperlakukan karyawan layaknya keluarga sendiri.

Master Cheng Yen merupakan sosok teladan karena ajarannya bisa membuat saya memaknai kehidupan ini. Beliau juga menjadi inspirasi sehingga saya perlahan-lahan bisa mengubah tabiat buruk. “Ada dua hal yang tidak bisa ditunda di dunia ini, berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan”. Ketika saya membaca Kata Perenungan Master Cheng Yen ini, saya menyadari dengan kehidupan saya yang penuh berkah dengan kondisi fisik dan mental yang sehat mengapa saya tidak mempergunakannya untuk lebih banyak berbuat kebajikan. Saya pun selalu ingat perkataan Master Cheng Yen bahwa berkah itu bisa habis jika kita tidak menanamnya.

Hal yang paling menyentuh dalam setiap kegiatan yang saya ikutin adalah saat saya diajak untuk tanggap darurat. Salah satunya saat terjadi gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu. Saya beruntung bisa jadi relawan karena benar-benar membuka mata dan hati saya tentang yang namanya penderitaan. Keluarga terutama isteri saya juga aktif menjadi relawan serta menjalankan misi-misi Tzu Chi. Anak-anak kadang juga ikut dalam beberapa kegiatan, tentunya ini membuat saya bersukacita karena keluarga sangat mendukung.

Saya juga senantiasa berbicara tentang Tzu Chi kepada keluarga, teman, dan juga karyawan dengan harapan barisan Tzu Chi di Tebing Tinggi bisa bertambah panjang dan bisa membantu lebih banyak orang yang membutuhkan. Sesama relawan kita juga saling mendukung dan saling belajar karena setiap orang yang kita jumpai adalah guru yang bisa memberikan pembelajaran kehidupan. Saya berharap semoga jalinan jodoh dengan Tzu Chi akan terus berlanjut bukan hanya dikehidupan ini tetapi juga di kehidupan yang akan datang.

Seperti yang dituturkan kepada: Elin Juwita (Tzu Chi Tebing Tinggi)
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -