Sutina: Relawan Tzu Chi Surabaya
Menegakkan Diri dan Melepaskan Keegoaan


“...Setiap orang pasti memiliki hati welas asih, kita harus terus berusaha untuk membangkitkan jiwa cinta kasihnya...”

*****

Saya Ingat betul saat awalawal tahun 2007, saya nonton tayangan DAAI TV dan waktu itu lagi putar Ceramah Master Cheng Yen. Saya tersentuh lihat relawan sedang membantu orang yang kesusahan. Saya pikir gini, bagus mungkin kalau yayasan seperti ini ada di Surabaya dan saya bisa ikut bantu.

Beberapa bulan kemudian saya diajak salah satu teman vihara untuk datang di acara bazar vegetarian, tanpa saya tahu itu yayasan apa yang buat acara. Kita disana bukan untuk belanja tapi untuk menjadi relawan. Setelah bantu-bantu di penghujung acara panitia undang kita untuk foto dan saya baru sadar ternyata ini Tzu Chi. Dalam hati saya berkata, “Loh ini kan yayasan yang saya lihat waktu itu, loh ternyata dari tadi saya ikut jadi relawan di Tzu Chi.”

Saya pun berpikir mungkin dengan kebetulan ini saya bisa punya jodoh baik di sini. Waktu itu saya coba ikut di misi amal, saya ikut survei dan bertemu dengan beberapa penerima bantuan Tzu Chi. Saat datang ke rumah mereka saya tersentuh sekali, mereka bahkan tidak punya listrik di rumahnya. Dari situ saya mulai aktif di Misi Amal Tzu Chi dan menjadi pendamping beberapa penerima bantuan.

Saat itu saya mulai mengajak orangorang untuk menjadi donatur. Adik saya bilang ke saya, “Jangan sembarangan ajak orang nanti orang pikir uangnya kemana.” Lalu saya jelaskan ke adik saya bahwa administrasinya bagus dan saya juga ikut turun ke lapangan.

Kemudian adik saya menantang saya untuk mendapatkan 100 orang donatur, dan saya kasih bukti donatur saya sudah 101. Beberapa tahun berlalu dan saya akhirnya dilantik menjadi Relawan Komite Tzu Chi pada tahun 2011, ini merupakan tantangan baru bagi saya.

Tahun 2012 saya ditunjuk sebagai Koordinator Misi Pelestarian Lingkungan di Tzu Chi Surabaya. Setiap kali saya pergi daur ulang saya selalu ajak orang untuk ikut pilah-pilah. Saya katakan kepada mereka bahwa Bumi adalah rumah kita, jangan sampai tangan kita mengotorinya.

Tahun 2020, saya ditunjuk sebagai Ketua Xie Li, saya senang karena bisa bertemu dan berkumpul dengan banyak orang yang bijaksana yang mau kerja Tzu Chi dan bisa banyak bantu orang.

Pernah suatu ketika bercerita tentang Tzu Chi kepada pedagang bakpao. Lalu saya tawarkan celengan bambu supaya setiap kali ada pembeli yang punya uang kecil bisa dimasukkan ke celengan tersebut. Beberapa minggu kemudian bapak itu mengembalikan celengan yang sudah penuh dan meminta celengan lagi untuk diberikan kepada bosnya.

Dari sini saya pun memahami kita harus terlebih dahulu menegakkan diri dan melepaskan keegoaan, karena setiap orang pasti memiliki hati welas asih, kita harus terus berusaha untuk membangkitkan jiwa cinta kasihnya. Saya selalu ingat kata-kata Master Cheng Yen, “Tidak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah dan takut untuk meraihnya.”

Ada satu hal lain yang membuat tekad saya kuat untuk jalan di Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, adalah oma yang berumur 85 tahun yang pernah saya temui di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Batam. Oma itu setiap hari datang sendiri ke depo untuk melakukan daur ulang. Tidak perlu disuruh oma itu sudah tau harus kerjakan apa.

Hati saya terenyuh, dan saya bertekad untuk lebih semangat lagi bekerja. Apalagi saat di depo banyak barang-barang bekas, saya selalu semangat untuk selesaikan dan dijual. Karena setelah ini (barang daur ulang) jadi “emas”, kita bisa bantu banyak orang lagi.

Seperti dituturkan kepada Eka Suci (Tzu Chi Surabaya)

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -