Wylen Djap: Relawan Tzu Chi Jakarta
Selaras dan Sejalan dalam Menggenggam Kesempatan


Bertekad menjadi murid Master Cheng Yen dibuktikannya selama 14 tahun menjadi relawan Tzu Chi. Selama itu pula, Wylen Djap perlahan mengikis tabiat buruknya serta mengenggam kesempatan bersama relawan dalam setiap kegiatan. Panggilan hatinya untuk terus membantu sesama, membuat ibu 3 anak ini terus fokus di misi amal Tzu Chi hingga hari ini.

*****

Awal perkenalannya dengan Tzu Chi dimulai tahun 2007. Saat itu suami Wylen sendirilah yang tiba-tiba memberitahu bahwa ada stasiun televisi baru (DAAI TV) yang menyiarkan tayangan menarik. Setengah penasaran, Wylen akhirnya mengikuti saran suaminya. “Terus terang dulu cuma lihat-lihat kisah nyata relawan, ada yang muda, dan ada yang tua juga. Trus melihat mereka itu semuanya berkegiatan dengan kesungguhan hati,” kata Wylen. Dari sanalah, ia melihat bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi berbeda dengan yayasan lainnya. Dalam suatu kesempatan lain, Wylen pernah juga mengunjungi Jing Si Book and Café di Pluit, Jakarta Utara berniat mendaftarkan diri menjadi relawan Tzu Chi.

Setelah bertanya-tanya, akhirnya Wylen diminta untuk meninggalkan nomor kontak dan menunggu beberapa waktu. Tapi ternyata semakin ditunggu, ajakan itu tak kunjung datang. “Mungkin waktu itu jodohnya belum matang,” gurau Wylen. Baru di akhir tahun 2007, Wylen mendapat undangan untuk mengikuti kegiatan Tzu Chi di Cengkareng, Jakarta Barat, ketika itu ia juga sudah menjadi donator.

“Di pintu masuk ditanya, ‘ibu mau daftar nggak jadi relawan?’. ‘Ohh, mau dong. Saya sudah berniat sejak lama jadi relawan.’ Jawab saya begitu,” ungkap Wylen. Tak lama setelah kegiatan tersebut, ia dihubungi oleh Fie Lan (relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat) yang mengajak Wylen untuk berkegiatan Tzu Chi.

“Waktu itu ada kelas budi pekerti dan sejak itu diajak terus,” cerita Wylen. Hingga pada tahun 2008, Wylen resmi dilantik menjadi relawan.

Berawal dari Misi Amal
Masa-masa awal menjadi relawan Tzu Chi, Wylen terjun langsung melihat kehidupan salah satu penerima bantuan. Ia sempat kaget melihat kondisi kehidupan seorang Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi). Hal yang tak pernah ia bayangkan, melihat orang hidup di rumah yang kondisinya kotor dan berantakan. “Saya lihat ada satu orang nggak keurus sampe baunya bukan main. Shixiong-shixiong gendong, trus mandiin. Saya ngebatin ini luar biasa banget, beda sama (organisasi) yang lain,” kenangnya.

Sejak saat itu pula, Wylen kemudian sering diajak ikut berkegiatan di misi amal. Perlahan ia menjadi paham tentang apa itu mensyukuri hidup. “Dulu, apa-apa selalu kurang, selalu sedikit, selalu buruk. Kalau sekarang gan en banget deh bisa banyak belajar di Tzu Chi, jadi luar biasa bersyukurnya,” tandasnya.

Bukan coba-coba dan menggenggam setiap kesempatan yang ada menjadi tekad Wylen menjadi relawan Tzu Chi. Hal ini diwujudkannya dengan mengikuti berbagai kegiatan bersama relawan baik di komunitas ataupun kegiatan-kegiatan Tzu Chi Indonesia lainnya.

Wylen berkegiatan bersama relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat hingga tahun 2010. ia sempat mengurangi kegiatan kerelawanan ketika anak-anaknya mulai bersekolah di wilayah Serpong, tapi begitu Tzu Chi School, PIK dibuka, Wylen lalu memindahkan sekolah anak-anaknya ke Tzu Chi School dengan harapan ia bisa tetap ikut aktif dalam kerelawanan sambil memantau kegiatan belajar sang anak. Di Tzu Chi School, ia sempat bergabung dengan komunitas Da Ai Mama (relawan pendidikan).

Suatu ketika di tahun 2016, Wylen kembali bertemu dengan Fie Lan di Tzu Chi Center. Dalam pertemuan yang tidak sengaja ini, Wylen kembali diajak untuk aktif berkegiatan.

Ditengah lika-liku perjalanan menjadi relawan Tzu Chi, Wylen menyadari bahwa ada perubahan yang terjadi dalam dirinya. “Kalau Wylen yang dulu itu, egonya tinggi. Kalau ada apa-apa ya istilahnya senggol, senggol balik (marah-marah),” kelakar Wylen mengenang masa lalunya. “Saya mau menjadi relawan Tzu Chi bukan karena coba-coba. Karena menurut saya: satu, genggam kesempatan. Bila ada kesempatan, ambil saja,” tambahnya.

Bertekad Menjadi Murid yang Baik
Saat dilantik menjadi relawan Komite Tzu Chi tahun 2018 di Taiwan, Wylen mendapat kesempatan untuk sharing, mewakili relawan Tzu Chi Indonesia di depan relawan-relawan Tzu Chi dari berbagai negara. Dalam kesempatan ini, Wylen berbicara sangat dekat dengan Master Cheng Yen.

“Waktu itu ada Master Cheng Yen, Ibu Liu Su Mei (Ketua Tzu Indonesia), saya, satu orang dari Taiwan, dan translator dari Indonesia. Begitu ketemu, saya tidak menangis, justru saya merasa Master cinta kasihnya begitu luar biasa besar, jadi energinya itu selalu keluarnya positif. Ketika kita dekat sama beliau itu nggak ada rasa sedih tapi justru happy banget,” kenang Wylen. “Beliau berpesan kepada saya: ‘Tolong lebih membantu masyarakat Indonesia lagi ya,’” lanjutnya.

Tahun 2018, Wylen dilantik menjadi Relawan Komite Tzu Chi di Taiwan. Dalam momentum ini, ia juga berkesempatan sharing mewakili relawan Tzu Chi Indonesia di hadapan relawan-relawan Tzu Chi dari berbagai negara.

Di komunitas relawan, Wylen menjadi tim Xun Fa Xiang. Banyak Dharma Master Cheng Yen ia ambil hikmahnya. Namun ada satu kata-kata yang selalu ia jadikan pegangan, karena menurutnya maknanya sangat luas. “Kata-katanya: Gunakan tubuh ini untuk memberikan manfaat bagi semua makhluk. Itu memang bukan Kata Perenungan Master Cheng Yen yang spesifik, tetapi pemaknaan sangat luas,” jelas Wylen.

Bukan hanya di Tzu Chi, peran orang tua sangat penting bagi Wylen. Kedua orang tuanya adalah pedagang sembako di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Dulu waktu luang di sela sekolah selalu digunakan untuk membantu orang tuanya menyiapkan dagangan.

Sosok ayah Wylen sendiri merupakan pribadi yang keras dan tegas. Hal tersebut sempat Wylen terapkan untuk mendidik anak-anaknya. Banyak hal yang selalu ia tuntut dari anak-anaknya, terutama dalam hal pendidikan. “Mungkin itu dulu yang saya terapkan, keras dalam mendidik anak. Semenjak ikut Tzu Chi dan mengenal Dharma Master Cheng Yen saya ubah semuanya,” ungkap anak kedua dari tiga bersaudara tersebut.

Keluarga juga sangat mendukung Wylen aktif menjadi relawan dan berkegiatan di Tzu Chi. Bahkan suami dan anak sulungnya pun kini juga sudah menjadi relawan. “Jelas dukung banget, kalau nggak ada dia (suami) nggak ada Wylen sekarang,” jelas wanita yang sedang mengambil gelar doktoral S3 Educational Leadership ini.

Teguh Mengemban Tanggung Jawab
Selama menjadi relawan Tzu Chi, Wylen juga menemukan berbagai kendala terutama di relawan komunitas. Salah satunya adalah faktor komunikasi diantara relawan. “Relawan itu ibarat kereta, dari depan sampai belakang berjalannya harus selaras. Saya pengen relawan He Qi Pusat solid, komunikasinya harus kuat,” jelas Wylen.

Kendala lainnya yang ditemukan adalah pembekalan bagi relawan yang mempunyai keinginan untuk terjun langsung pada pendampingan bagi Gan En Hu. Menurut Wylen, relawan harusnya dibekali dengan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. “Jangan sampai mereka salah (karena tidak tahu) trus kita tegur,” ungkap Wakil Koordinator Misi Amal Relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Pusat ini.

Wylen mengungkapkan bahwa misi amal Tzu Chi bertujuan untuk mengurangi penderitaan dan memberikan cinta kasih. “Jadi bukan hanya memberikan bantuan saja, tetapi harus memberikan edukasi untuk mereka (penerima bantuan dan relawan pendamping), itu yang utama. Itu membedakan kita dengan yayasan yang lain,” ungkap Wylen.

Berkat keinginannya untuk mengaktualisasi para relawan dan kerap kali menjadi PIC kegiatan di relawan komunitas, akhirnya di awal tahun 2022, Wylen didapuk menjadi salah satu Wakil Ketua Relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Pusat.

Dalam menjalankan misi amal, Wylen berusaha menjalin hubungan baik dengan penerima bantuan Tzu Chi (Gan En Hu). Keakraban, canda tawa, kerap menjadi bumbu saat Wylen melakukan kunjungan kasih ke rumah Gan En Hu.

Bersama dengan ketua dan 2 wakil lainnya, Wylen ingin mempererat teamwork (relawan) di komunitas. “Karena He Qi Pusat wilayah yang terbesar, jadi harus ada orang yang berani maju ke depan. Saya akan berusaha sebisa mungkin dan saya paling percaya kunci mempererat teamwork itu dengan komunikasi,” ujar Wylen.

Sekali Dayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui
Di masa pandemi Covid-19, kegiatan relawan Tzu Chi di berbagai komunitas sempat terhenti dan hanya beberapa kegiatan yang berjalan. Saat itu, salah satu kegiatan tahunan Tzu Chi yaitu Bulan Tujuh Penuh Berkah juga menemukan kendala karena pandemi. Tapi kerena keterbatasan itu, timbullah gagasan baru untuk membantu masyarakat luas yakni memberdayakan pedagang kecil yang terdampak pandemi Covid-19.

Gagasan itu ia utarakan kepada Like, relawan Komite senior di He Qi Pusat. “Like Shijie waktu itu tanya. ‘Ada ide nggak buat kegiatan Bulan Tujuh Penuh Berkah?’ Saya ceritakan ide saya. Dari sinilah kemudian tercetus kegiatan Tzu Chi Peduli, Tzu Chi Berbagi (Gerakan Membantu Pedagang Kecil),” papar Wylen.

Kegiatan tersebut memang berangkat dari Bulan Tujuh Penuh Berkah, tetapi dalam pelaksanaannya bertujuan untuk membantu sesama yang terdampak pandemi Covid-19. “Mensosialisasikan vegetaris adalah tujuan dari Bulan Tujuh Penuh Berkah. Lalu dalam kegiatan itu kan makanan yang kita bagikan juga vegetaris, jadi matching. Di sisi lain, kita juga memutar roda ekonomi para pedagang kecil yang terdampak pandemi Covid-19,” jelas Wylen.

Gerakan ini akhirnya dilaksanakan oleh relawan Tzu Chi di berbagai kota seperti di Jakarta, Tangerang, Cikarang, Lampung, Surabaya, Bandung, Jambi, dan Pekanbaru. “Ini kan seperti kata Master Cheng Yen, kekuatan akan menjadi besar jika dilakukan bersamasama,” tandas Wylen penuh sukacita.

Penulis: Arimami Suryo A
Fotografer: Arimami Suryo A, Dok. Pribadi
The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -