Budi Salim yang Berjiwa Besar

Pada tahun 2006 , Budi Salim baru berumur 7 tahun, tapi pada saat itu ia terkena tumor jinak di rahangnya dan dokter mengatakan bahwa ia harus dioperasi hingga tiga kali. Namun keluarga Budi tidak memiliki biaya untuk operasi. Hingga pada suatu saat seorang tetangganya menyarankannya untuk mengajukan bantuan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Kini Budi telah sembuh dan dapat tersenyum lagi. Setelah sembuh, ia pun turut bersumbangsih untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Usai pulang sekolah ia berdagang kue, dan sebagian penghasilan dari berjualan ia masukkan ke dalam celengan bambu. Ia berkata bahwa dulu ia dibantu, maka sekarang ia ingin membantu orang lain. Sang ayah pun ikut mengumpulkan sampah daur ulang untuk diberikan kepada Tzu Chi. Walaupun masih kecil, Budi memiliki hati yang lapang. Ia memiliki rasa syukur yang besar dan ia pun mau bersumbangsih membantu orang lain yang lebih membutuhkan.


Sofyan Menggapai Cita-cita

Di usia 4 tahun Sofyan mulai sering sakit. Bahkan ia sering kali mengalami kejang karena sakit panas atau mimisan tanpa suatu sebab. Sampai pada ia berumur 8 tahun setelah menjalani pemeriksaan lengkap baru diketahui kalau ada sebuah tumor yang tumbuh di balik mata kanan Sofyan. Di saat Sofyan dan ibunya datang ke sebuah rumah sakit untuk mencari informasi tentang bantuan pengobatan, di sana sanalah Sofyan bertemu dengan relawan Tzu Chi yang sering datang ke rumah sakit tersebut untuk mengurus pasien-pasien bantuan pengobatan khusus Tzu Chi. Dari pertemuan itu Sofyan disarankan untuk datang ke baksos kesehatan Tzu Chi pada tanggal 27 Maret 2004. Melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter Tzu Chi International Medical Association (TIMA) dari Taiwan itulah Sofyan disebutkan menderita Fibrous dysplasia yang berarti tumbuh tumor di belakang mata kanannya. Dokter TIMA pun merekomendasikan Sofyan agar dioperasi di Taiwan.

Akhirnya pada tanggal 25 April 2004, Sofyan pun berangkat ke Taiwan. Meski harus menjalani serangkaian operasi pengangkatan tumor selama 23 jam, Sofyan tak pernah mengeluh. Dan setelah lima bulan menjalani perawatan di Taiwan Sofyan dan ayahnya, pun kembali ke Indonesia dengan membawa sejumlah cerita tentang kehangatan para relawan Tzu Chi di Taiwan. Kendati demikian Sofyan menyimpan sebuah kegalauan di dalam hatinya – tumor itu akan dapat tumbuh. “Saya hanya bisa pasrah ketika tim dokter mengatakan tumor di wajah saya dapat terus tumbuh. Tapi saya memiliki keyakinan pada Tuhan dan percaya kalau Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untuk saya,” kata Sofyan. Maka ketika tumor itu tumbuh lagi, Sofyan kembali menjalani operasi di Taiwan. Hingga tahun 2012, Sofyan sudah menjalani 3 kali pengobatan ke Taiwan.

Kini Sofyan sudah berusia 23 tahun (2012) dan telah tumbuh menjadi pria dewasa. Meski operasi tidak dapat mengembalikan penglihatan Sofyan, tapi ia tetap memiliki harapan yang besar untuk menjadi orang yang berguna di tengah masyarakat. Sejak penurunan penglihatannya mulai terjadi, Sofyan langsung bergabung dengan Yayasan Mitra Netra atas saran dari relawan Tzu Chi. Di yayasan inilah semangat dan cita-cita Sofyan semakin terpacu. Sofyan pun tengah melanjutkan pendidikannya di Fakultas Bimbingan Konseling, Universitas Indraprasta. Di sini Sofyan kembali merancang masa depannya. Sofyan tak melihat ke belakang dengan kesedihan, hanya melihat ke depan dengan penuh harapan. “Di fakultas ini saya masih bisa membantu orang lain dan menjadi konselor,” ucapnya.

Untuk memberikan sumbangsihnya kepada banyak orang, di sela-sela kesibukannya kuliah, kursus, dan berdagang, Sofyan juga menyempatkan diri bersama-sama relawan Tzu Chi untuk menghibur para pasien di RSKB. Biasanya Sofyan menghibur para pasien dengan menyumbangkan beberapa buah lagu diiringi petikan gitar yang dimainkannya sendiri. Ketulusannya ini membuat Sofyan sering diajak oleh para relawan Tzu Chi untuk mengikuti berbagai kegiatan. Akhirnya dari semua yang ia lakukan bersama relawan di Tzu Chi, Sofyan berharap agar setiap orang memahami bahwa di balik kekurangan yang dimiliki seseorang akan ada kelebihan dan di balik kesulitan akan ada jalan. “Hidup harus disyukuri dan dijalani penuh semangat. Jangan pernah menyerah, Jia You,” kata Sofyan.


Kunjungan Kasih ke Panti

Kehidupan yang berbahagia adalah kehidupan yang penuh makna. Setiap orang memiliki kehidupan yang berbeda, jalan yang berbeda, makna yang berbeda. Ada yang berbahagia dengan menjadi juara kelas, ada yang berbahagia mendapatkan promosi dalam pekerjaannya, ada juga yang berbahagia dengan melayani orang lain. Master Cheng Yen adalah guru yang selalu mengajarkan murid-muridnya maupun para relawan untuk mencapai tujuan kebahagiaan dengan melayani orang lain.
Dalam Empat misi utamanya, Tzu Chi dibangun pada fondasi Misi amal. Di mana para relawan melayani para penerima bantuan baik pasien kasus maupun anak asuh beasiswa. Pelayanan utamanya memang memberikan bantuan sesuai kebutuhannya, misalnya pasien kasus tentu diberikan bantuan sesuai dengan survey yang dilakukan sebelumnya. Ada yang membutuhkan bantuan operasi, ada yang membutuhkan tambahan nutrisi, ada juga yang membutuhkan dana bantuan biaya hidup bulanan. Setelah disurvei, pasien tidak hanya diberikan bantuan materi semata. Setiap bulannya, para relawan selalu mengumpulkan setiap anggota relawan komunitasnya, maupun relawan-relawan baru untuk bersama-sama memberikan perhatian melalui kunjungan kasih. Dengan demikian, keluarga pasien yang sedang berkesusahan hatinya dapat teringankan beban hatinya.


Kunjungan ke Panti Jompo

Keluarga seharusnya menjadi tempat utama untuk memperoleh kehangatan.Namun sungguh pahit untuk para kaum lanjut usia (lansia) yang tinggal di panti jompo. Di usia yang sudah tidak produktif lagi, mereka justru terpisah dari keluarga. Tzu Chi pertama kali memulai kunjungan kasih ke panti Jompo pada tanggal 29 April 1994. Relawan Tzu Chi mengunjungi Panti Werdha Wisma Mulia, Yayasan Daya Wanita (Kowani) di Jl Hadian No. 16 Jelambar, Grogol, Jakarta Barat. Sejak saat itu mereka mulai secara rutin mengunjungi panti jompo untuk memberikan perhatian kepada para orang tua, menyumbangkan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Para relawan mengisi kehampaan para lansia dengan menggunting rambut, menggunting kuku, memandikan, dan bercakap-cakap dengan mereka. Kunjungan ini juga untuk mengajarkan para anak agar dengan sepenuh hati menjaga dan merawat kedua orang tua mereka. Pada tanggal 23 Maret 2012, di Panti Jompo Wisma Sahabat Baru, Jakarta Barat, relawan Tzu Chi menghibur seorang nenek dengan penuh perhatian layaknya orang tua sendiri. Kunjungan kasih serupa kerap kali dilakukan relawan Tzu Chi ke berbagai panti jompo di komunitasnya.


Kunjungan ke Panti Asuhan

Anak-anak adalah harapan dari masa depan. Mereka adalah benih-benih yang akan melanjutkan jalan dari sebuah bangsa. Insan Tzu Chi juga hadir mengunjungi anak-anak di berbagai panti asuhan untuk memberikan semangat kepada mereka dan mengajarkan budi pekerti, sehingga kelak anak-anak yang tinggal di sana dapat menjadi generasi penerus yang cemerlang. Minggu, 24 April 2011, relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 6 Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam kegiatan ini relawan Tzu Chi memberi perhatian dan motivasi kepada anak-anak yang sangat merindukan kasih sayang dan perhatian layaknya dari orang tua.


Kunjungan ke Panti Kusta

Ketidakberdayaan menghinggapi orang-orang yang tinggal di panti kusta. Selama bertahun-tahun mereka dikucilkan oleh masyarakat karena takut tertular penyakit mengerikan yang menyebabkan salah satu anggota tubuh harus diamputasi. Tak jarang mereka diabaikan oleh masyarakat, bahkan oleh keluarganya, dimasukkan dalam penampungan dan dilupakan. Pengucilan tidak menyembuhkan penderita kusta ini. Sebaliknya hanya membuat mereka merasa rendah diri, malu, dan kesepian. Tzu Chi mengajarkan welas asih tanpa membedakan, karena itu, relawan Tzu Chi memberikan bantuan dan perhatian pada penghuni Panti Kusta Dr. Sitanala, Tangerang sejak Januari 2002. Dalam kunjungan-kunjungannya, para relawan mengajak mereka untuk bernyanyi dan bergembira, membagi secercah senyum di wajah mereka.

Di tahun 2005, para relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Surabaya secara rutin menjenguk dan menghibur setiap insan yang berada di pemukiman yang dibangun oleh Pemerintah Daerah Surabaya, yaitu sebuah tempat berkumpulnya mantan penderita kusta yang telah dinyatakan sembuh oleh rumah sakit. Kehangatan para insan Tzu Chi mampu melipur lara para penderita kusta yang sudah sembuh namun tidak dapat kembali ke masyarakat ini. Tidak jarang air mata menetes di pipi mereka, hanyut oleh ketulusan para relawan yang menyentuh lubuk hati mereka yang terdalam.

Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -