Misi Amal
Menghapus Penderitaan dengan Cinta Kasih
Relawan Tzu Chi menganggap para penerima bantuan sebagai guru dalam kehidupan sehingga relawan dan penerima bantuan sama-sama berterima kasih. Ini bukan karena relawan Tzu Chi menginginkan penerima bantuan untuk berterima kasih kepada Tzu Chi atas bantuannya, tetapi para relawan berterima kasih kepada para penerima bantuan karena telah mengizinkan mereka hadir di tengah-tengah mereka, melihat secara langsung penderitaan mereka. Ini membantu mengingatkan relawan bahwa ketidakkekalan adalah kenyataan dalam kehidupan, dan dengan demikian, mereka belajar untuk menjadi orang yang selalu bersyukur atas berkah yang dimiliki. Dalam proses memberi, sama pentingnya berterima kasih kepada penerima bantuan. Hanya dengan begitu maka kita benar-benar tulus dalam membantu orang-orang yang menderita.
Memberikan Bantuan Langsung Kepada Mereka yang Membutuhkan
Amal adalah pondasi dari Misi Tzu Chi. Pada tahun 1966, selama dua puluh tahun setelah Perang Dunia Kedua, masyarakat Taiwan hidup dalam kondisi miskin dan kekurangan. Selama 15 tahun mereka mendapatkan bantuan dari Amerika. Di tahun yang sama Master Cheng Yen mendirikan Tzu Chi di Hualien, sebuah kota yang terletak di pantai timur Taiwan yang masyarakatnya mayoritas miskin dan terpencil. Bersama dengan murid-murid dan sekelompok ibu rumah tangga yang menjadi pengikutnya, beliau memulai kegiatan kemanusiaan untuk membantu orang-orang miskin dan mengurangi penderitaan mereka.
Master Cheng Yen secara langsung memimpin relawan Tzu Chi untuk berjalan ke sudut-sudut gelap di lingkungan masyarakat. Selama mengunjungi rumah orang miskin, mereka menyaksikan penderitaan dan kesulitan orang-orang yang sakit dan menderita, dan relawan memberikan bantuan dan pendampingan yang sangat dibutuhkan. Menjadi yang pertama untuk menjangkau yang membutuhkan dan berkomitmen untuk membantu mereka sampai akhir, relawan Tzu Chi menemani dan merawat mereka sampai mereka sembuh dan mandiri, atau ketika mereka kemudian meninggal dunia, relawan Tzu Chi terus mendampingi hingga di saat-saat terakhir mereka. Semangat cinta kasih yang tulus telah menjadi ciri khas Misi Amal Tzu Chi.
Cinta Kasih Terus Bergulir
Benih Tzu Chi masuk ke Indonesia pada tahun 1993, ketika Liang Cheung, seorang relawan Tzu Chi Taiwan, datang ke Indonesia mendampingi suaminya. Di sini ia berkenalan dengan istri dari pengusaha Taiwan. Liang Cheung kemudian mengajak mereka berpartisipasi menjadi donatur Tzu Chi. Lama-kelamaan, setelah mengamati penderitaan masyarakat di sekitarnya, para ibu rumah tangga ini berpikir, “Mengapa kita tidak melakukan kegiatan sosial di sini, di Indonesia?”
Pada tahun 1994, para ibu ini berkunjung ke Hualien, Taiwan untuk menemui Master Cheng Yen. Di sana mereka memohon restu untuk secara resmi mendirikan Tzu Chi di Indonesia. Saat itu Master Cheng Yen berpesan, “Bagi yang mencari nafkah di negeri orang, harus memanfaatkan potensi setempat, dan berkontribusi bagi penduduk setempat.” Demikianlah para istri ekspatriat Taiwan ini membuka lahan cinta kasih di Indonesia. Hingga kini, meski berlabel yayasan Buddha, namun para donatur dan relawan Tzu Chi berasal dari berbagai agama. Begitu pun dalam setiap kegiatannya, tidak pernah memandang suku, agama, ras, dan golongan.
Bersumbangsih untuk Sesama
Sejak tahun 1993, relawan Tzu Chi sudah mulai bersumbangsih pada masyarakat di sekitar mereka. April 1994, Tzu Chi Indonesia mulai mengunjungi panti jompo secara rutin. Juli 1994, Tzu Chi mulai memberikan bantuan bencana berupa lampu petromaks pada korban bencana tsunami di Jawa Timur. Bulan Desember 1994 saat Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus, Tzu Chi memberi bantuan kebutuhan hidup dan juga perumahan.
Dalam perjalanannya, bantuan yang diberikan semakin bervariatif, mulai dari pemberian beasiswa pada siswa SDN Jembatan Baru, Jakarta Utara, bantuan kepada pasien penanganan khusus yang pertama, Ferry yang menderita rakhitis, hingga program pemberantasan TBC di Tangerang. Sejak tahun 2000, perkembangan Tzu Chi Indonesia semakin nyata dengan sumbangsih dalam koridor 4 misi utama.
Banjir besar Jakarta awal tahun 2002 melatarbelakangi serangkaian program jangka panjang berskala besar. Pada Maret 2002, Tzu Chi membersihkan Kali Angke dan Kali Ciliwung. Kemudian pada Juli 2002, dimulai pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi bagi warga bantaran Kali Angke yang tinggal di daerah kumuh dan menjadi korban banjir. Perumahan Cinta Kasih di Cengkareng, Jakarta Barat ini diresmikan Presiden Megawati Soekarno Putri tanggal 25 Agustus 2003, dan lengkap dengan poliklinik, sekolah, balai warga, musala, dan pusat daur ulang.
Sepanjang tahun 2003, Tzu Chi Indonesia disibukkan dengan pembagian 50.000 ton beras cinta kasih kepada masyarakat Indonesia yang membutuhkan. Berangkat dari beras, Tzu Chi sembari menyebarkan filosofi cinta kasih universal. Di berbagai kota, mulai muncul orang-orang yang bersedia menjadi relawan, bahkan di beberapa kota terbentuk kantor penghubung Tzu Chi.
Banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia, seperti gempa dan tsunami di Aceh, gempa Padang, gempa dan tsunami di Pangandaran, dan yang terakhir gempa di Palu dan Lombok (2018) membuat insan Tzu Chi harus bekerja lebih giat lagi dalam membantu para korban bencana. Di Aceh, Tzu Chi membangun 2.556 unit rumah di Panteriek, Neuheun, dan Meulaboh. Demikian pula dengan di tempat-tempat lainnya, Tzu Chi membantu pembangunan sekolah di Yogyakarta dan Padang.
Bantuan Tzu Chi untuk korban gempa terus berlanjut hingga ke proses pemulihan pascabencana. Seiring dengan restorasi pascabencana yang terjadi di Nusa Tenggara Barat (Lombok) dan Sulawesi Tengah (Palu dan Donggala), Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) pada Senin, 15 Oktober 2018 di Gedung Utama Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Cilangkap, Jakarta Timur. Perwakilan yang hadir dalam proses penandatanganan ini yaitu Franky O. Widjaja, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang juga merupakan Board Member of Sinar Mas, Hong Tjhin, CEO DAAI TV Indonesia yang juga koordinator pembangunan perumahan ini. Kemudian dari pihak Indofood, Franciscus Welirang, dan pihak Sinarmas, Eka Tjipta Foundation, yaitu Gandi Sulistiyanto.
Nota Kesepahaman ini berisi kerja sama antara Tzu Chi dengan pihak TNI yang juga melibatkan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk dan Sinarmas (Eka Tjipta Foundation) dalam pembangunan dan penyerahan 3.000 unit rumah kepada masyarakat di lokasi restorasi Lombok (Nusa Tenggara Barat), Palu, Sigi, dan Donggala (Sulawesi Tengah).
Berbekal pengalaman Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia saat membantu dan menangani pembangunan pascatsunami di Aceh, penyaluran bantuan dibagi menjadi tiga tahap: jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Secara jangka pendek, tindakan yang sudah dilakukan adalah menyediakan makanan, pengobatan, uang pemerhati. Untuk jangka menengah sendiri sudah dibangun tenda dengan fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang cukup (Palu – red). Lalu, bantuan jangka panjang yang direncanakan yaitu pembangunan 3.000 unit rumah ini.
“Master Cheng Yen mengatakan bahwa dimana ada musibah-musibah seperti ini, sisi positifnya adalah tergeraknya cinta kasih. Harapannya, dengan terkumpulnya cinta kasih, ke depannya (dapat) terhindar dari bencana-bencana seperti ini,” kata Franky O. Widjaja, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Dalam perjalanannya, relawan Tzu Chi bukan hanya menginspirasi mereka yang mampu untuk membantu yang kurang mampu, tetapi juga mengajak mereka yang kurang mampu untuk juga ikut berbuat kebajikan, membantu orang lain yang membutuhkan. Dengan begitu maka siklus kebaikan dan kebajikan akan terus berkelanjut.
Mendidik yang Mampu, Membantu yang Kurang Mampu
Tugas di Misi Amal Tzu Chi dimulai dengan proses survei, memberikan bantuan yang diperlukan, dan memastikan perawatan jangka panjang bagi para penerima bantuan. Ini adalah proses yang panjang, yang dimulai dari proses survei untuk melihat kebutuhan penerima bantuan, dilanjutkan dengan pertemuan untuk membahas layak atau tidaknya mereka dibantu, dan mulai melakukan pendampingan secara rutin kepada para penerima bantuan.
Tim relawan akan menilai kembali kebutuhan masing-masing penerima setiap tiga bulan, untuk menentukan apakah bantuan yang diberikan sudah cukup memadai, menghentikan bantuan ketika penerima bantuan ternyata sudah mendapatkan bantuan dari pihak lain atau ketika mereka ternyata sudah mandiri secara finansial.
Selain melakukan kunjungan rumah secara teratur, para relawan kami juga menyelenggarakan acara dan mengundang para penerima manfaat dan anggota keluarga mereka untuk berpartisipasi. Dengan memberikan perhatian dari hati, insan Tzu Chi berharap dapat meningkatkan kualitas hidup penerima bantuan/perawatan kami, dan membantu mereka mengembalikan kehidupan mereka ke jalur yang benar.
Relawan melakukan kunjungan ke berbagai tempat, memberikan perhatian dan memotivasi para penerima bantuan. Mereka menyiapkan makanan dan mendistribusikan persediaan bantuan kepada keluarga/individu yang membutuhkan, dan membantu membersihkan, memperbaiki, dan merenovasi rumah, yang memungkinkan yang terakhir merasakan cinta dan kehangatan keluarga. Tersentuh oleh upaya mereka yang penuh kasih dan tulus, para penerima bantuan/perawatan secara bertahap membuka hati mereka dan membangun hubungan saling percaya dengan mereka. Di bawah bimbingan yang terilhami dari tim kunjungan kasih, banyak penerima bantuan yang kemudian menyadari bahwa kekayaan sejati berasal dari memberi, dan dengan senang hati dan sesuai kemampuan mereka ikut berpartisipasi membantu orang lain yang membutuhkan.