“Aku Ingin Jadi Tentara”

Jurnalis : Ronny Suyoto (Tzu Chi Surabaya), Fotografer : Hari (Tzu Chi Surabaya)

fotoZaim dengan tekun mengikuti pelajaran Matematika di sekolahnya. Meskipun penglihatan kurang baik, Zaim tetap bersekolah dengan sekuat tenaga demi meraih masa depan yang lebih baik.

Suratan nasib manusia tiada dapat kita tentukan sendiri. Semua berjalan sesuai karma yang kita tanam di masa lalu. Ketidakberuntungan tak dapat kita menghindarinya namun harus kita hadapi sepenuh hati kita. Mungkin hal inilah yang harus dihadapi oleh Muhammad Kamal Zaim, seorang penderita katarak berusia 10 tahun yang berasal dari Dusun Klampok, Desa Jiwut,  Kecamatan Nglegok Blitar.

Anak laki laki ini di lahirkan di Malaysia pada tanggal 21 Agustus 2000, dari pasangan Susbandria dan Mubin yang saat itu bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk membesarkan anak di negeri orang, akhirnya Zaim demikian anak ini biasa dipanggil dititipkan di kampung halaman dan diasuh oleh keluarga pamannya yang bernama Moerdiono

Namun malangnya, usai meninggalkan sang anak di kampung halaman, suami-istri ini tak pernah kembali lagi. Tanpa kabar berita apapun dilalui keluarga ini bertahun tahun. Berbagai usaha untuk menghubungi orang tua Zaim di Malaysia telah dilakukan tanpa membuahkan hasil. Kehidupan harus terus berjalan. Meskipun tanpa asuhan orang tua kandungnya Zaim tumbuh sehat layaknya anak-anak yang lain dan tidak kehilangan keceriaan masa kanak-kanaknya. Kesukaannya adalah bermain bola bersama teman-teman sepermainannya. Namun mendung mulai menggayuti kehidupan keluarga sederhana ini saat Zaim mulai menginjak kelas 1 SD. “Saat bermain bola sering sekali dia berjalan salah arah, jadi bolanya ke arah kiri namun Zaim mengejarnya ke arah sebaliknya,” kata Mardiono, sang paman. Zaim pun mengeluh kepada paman yang sudah dianggapnya seperti ayahnya sendiri ini, bahwa penglihatannya mulai kabur. Namun karena ketiadaan biaya mengakibatkan keluarga ini tidak bisa tuntas dalam mengupayakan kesembuhan penyakit Zaim. Karena itu semakin hari penglihatan Zaim memburuk dan menghalangi ia untuk beraktivitas sehari-hari. Di sekolah pun dia kesulitan dalam membaca dan menulis, saat membaca pun bukunya harus didekatkan benar-benar ke depan matanya.

Jalinan Jodoh
Hal ini berlangsung bertahun-tahun sampai Zaim menginjak kelas 5 sekolah dasar. Hari-hari yang dilalui dalam kegalauan akan penyakitnya ini tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap belajar dan bermain. “Namun begitu dia juga sering sekali merasa minder dengan teman-temannya, karena dia berbeda dengan yang lain,” kata Mardiono pelan.

foto  foto

Keterangan :

  • Dr. Herry Setiawan, Sp.An melakukan pemeriksaan awal sebelum Zaim menjalani anastesi untuk pembedahan kedua matanya (kiri)
  • Ayah angkat Zaim, Mardiono sedang menyuapi Zaim dengan penuh kasih saying, sambil dipenuhi harapan agar seusai operasi ini penglihatan Zaim bisa pulih kembali.(kanan)

Cahaya terang mulai menyinari keluarga ini saat akan diselenggarakannya Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-78 yang bekerja sama dengan Kodam V Brawijaya pada tanggal 15-17 Juli 2011. Saat itu untuk penggalangan pasien, Kodam V bekerja sama dengan Kodim di seluruh Jawa Timur untuk menjaring pasien katarak. Saat itu dari Kodim Blitar, Zaim pun terdaftar sebagai pasien yang akan menjalani screening bersama 3 orang pasien lainnya. Meskipun menempuh 4 jam perjalanan dari Blitar menuju Surabaya, mereka tetap bersemangat menjalani pemeriksaan dengan harapan bisa kembali memperoleh penglihatan yang lebih baik. Kabar gembira pun diperoleh Zaim bahwa dia bisa dioperasi bersama dengan 2 pasien lainnya dari Blitar.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Dr. Sri Widagdi, Sp.M diperoleh keterangan bahwa Zaim  memang menderita katarak. “Kalau biasanya katarak diderita oleh pasien berusia di atas 40 tahun, namun anak-anak juga bisa menderita. Ini diakibatkan beberapa penyakit selama kehamilan dan juga bisa disebabkan oleh virus Rubella. Disebut biasanya dengan katarak juvenile, namun berbeda dengan katarak pada penderita dewasa, pada anak-anak cenderung lebih mudah ditangani dan tingkat kesembuhannya juga tinggi,“ kata Dr. Sri Widagdi, Sp.M yang sehari-harinya bertugas di RS TK. III Brawijaya. Namun Zaim tidak bisa ditangani bersama-sama dengan pasien lain saat baksos kesehatan, jadi menurut jadwal Zaim baru dioperasi seusai baksos, yaitu pada hari Senin 18 Juli 2011 di RS TK. III Brawijaya. “Karena dia harus menjalani GA atau General Anesthesi yang memerlukan penanganan dan persiapan khusus,” tambah Dr. Herry Setiawan, Sp.An yang menjadi dokter spesialis anestesi dalam operasi kali ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Dr. Sri Widagdi, Sp.M melakukan pemeriksaan mata Zaim sehari usai operasi. Hasil operasi sangat memuaskan terbukti dengan hasil pemeriksaan yang sangat baik. (kiri)
  • Relawan Tzu Chi, Yap Pik Liang bersama keluarga Zaim di depan rumahnya di Blitar. Jalinan jodoh yang baik ini semoga menjadi awal kehidupan Zaim yang penuh harapan.(kanan)

Pada hari Senin 18 Juli 2011 dengan diantar oleh ayah angkatnya Mardiono dan staf dari Kodim Blitar, Bapak Siswo, Zaim pun pagi hari sudah tiba di rumah sakit dan siap menjalani operasi di kedua matanya sekaligus. Saat akan menjalani operasi tidak tampak keraguan sama sekali di wajah Zaim. “Saya tidak takut dioperasi karena saya ingin sembuh,” kata Zaim dengan tegas. Dengan sabar sang paman sekaligus ayah angkat menunggu selesainya operasi di ruang tunggu. Operasi berlangsung selama 2 jam dan berjalan lancar sesuai harapan .Setelah menjalani pemulihan, Zaim pun dipindah ke ruangan rawat inap untuk observasi hingga keesokan harinya.

Melihat Dunia dengan Lebih Indah
Sesuai dengan rencana, satu hari usai menjalani operasi, perban di mata Zaim akan dibuka dan diperiksa oleh dr. Sri Widagdi, Sp.M. Begitu penutup mata dibuka, dokter pun langsung menguji penglihatannya dengan menunjukkan berbagai macam huruf. Dengan lancar Zaim pun menjawab semua pertanyaan yang diajukan dokter. “Kalau melihat dari hasilnya, operasinya berjalan dengan sangat baik dan berhasil. Tinggal nantinya perawatan di rumah dan harus dijaga benar-benar agar selalu bersih,” kata dr. Sri Widagdi, Sp.M kepada Mardiono. Wajah Zaim tampak malu namun sangat gembira dan berseri-seri karena penglihatannya yang sudah jauh lebih baik. “Tadi saya sudah bisa melihat tulisan-tulisan kecil yang ada di dinding, bisa melihat dokternya, suster, bapak-bapak tentara dan melihat jam dinding dengan jelas,” kata Zaim dengan ceria. Dia pun mengungkapkan keinginannya untuk bermain bola lagi dengan teman temannya. “Saya ingin cepat bermain bola lagi dengan teman-teman,” ungkap Zaim. Mardiono pun mengungkapkan rasa terima kasih dan syukurnya atas bantuan ini sehingga Zaim bisa kembali melihat dengan baik. “Terima kasih atas bantuan yang sudah diberikan yayasan dan bapak-bapak Kodam sehingga operasinya berjalan dengan lancar. Semoga masa depan Zaim lebih baik dan bisa menghadapi masa mudanya dengan lebih baik pula,” kata Mardiono dengan mata berkaca-kaca.

Hari itu juga Zaim diperbolehkan pulang ke Blitar. Diantar oleh beberapa relawan termasuk Yap Pik Liang (Ketua Misi Amal Tzu Chi Surabaya), Zaim dan Mardiono menuju Blitar tempat kediaman mereka yang sederhana. Sepanjang perjalanan, tampak Zaim penuh semangat menatap ke luar jendela seakan memuaskan pandangan matanya yang sudah pulih meskipun masih dilindungi dengan penutup mata transparan.  Tiba di Nglegok tempat tinggal Zaim menjelang Maghrib, relawan Tzu Chi menyerahkan Zaim ke pihak keluarga. Pihak keluarga pun merasa sangat gembira atas hasil operasi yang berhasil ini. Dengan tekun mereka juga mendengarkan bagaimana seharusnya merawat luka operasi di mata Zaim agar tetap bersih dan obat apa saja yang harus dipakai selama masa pemulihan. “Sangat penting dijaga kebersihannya, dan setiap kali akan meneteskan obat mata tangan harus dicuci dulu dengan bersih agar tidak infeksi, kalau tidak begitu sayang sekali hasil operasi yang sudah baik ini akan percuma,” jelas Yap Pik Liang kepada keluarga Zaim. Sebelum meninggalkan rumah Zaim, para relawan sempat berfoto bersama keluarga Zaim sambil meninggalkan pesan untuk menjaga kesehatan Zaim dan tak lupa untuk membawanya check up di rumah sakit terdekat 7 hari lagi. Senyum tak pernah lepas dari wajah Zaim seiiring mobil relawan meninggalkan kediamannya yang sangat sederhana. Terngiang lagi kata-kata dari ayah angkat Zaim, “Dulu dia seringkali bilang, suatu saat jika sembuh dari penyakitnya, dia ingin sekali jadi tentara,” kata Mardiono. Semoga cita-cita luhur untuk membela bangsa ini suatu saat tak hanya akan menjadi mimpi bagi Zaim.

  
 

Artikel Terkait

 “Wo Ciao Radiansyah”

“Wo Ciao Radiansyah”

30 Juni 2011
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.” Kata-kata yang sering diucapkan oleh almarhum Habib Saggaf, pendiri Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman
Membangun Karir di Dunia NGO

Membangun Karir di Dunia NGO

29 November 2018
Humanitarian Festival diinisiasi oleh Teach For Indonesia Binus (TFI) untuk meningkatkan kepedulian mahasiswa terhadap isu sosial yang ada di lingkungan serta memberikan pandangan karir di dunia organisasi sosial.
Pentingnya Olahraga bagi Kesehatan Tubuh

Pentingnya Olahraga bagi Kesehatan Tubuh

12 Januari 2024

Pengetahuan mengenai pentingnya olahraga disampaikan oleh dr. Nico Raga, Sp.OT (K) saat Gathering Gan En Hu yang berlangsung di Basement Gedung DAAI, Minggu, 7 Januari 2024.

Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -