“Ayo Memilah Sampahâ€
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Henry Tando (He Qi Utara), Hadi PranotoSebanyak 80 anak SD Katolik Diakonia melakukan kunjungan dan juga praktik daur ulang di Posko Daur Ulang Tzu Chi Muara Karang, Jakarta Utara. |
| ||
Menanamkan Kebiasaan Sejak Dini Menyadari pentingnya menanamkan kesadaran kepada anak-anak, Selasa, 8 Februari 2010, sebanyak 80 siswa SD Katolik Diakonia berkunjung ke Posko Daur Ulang Tzu Chi Muara Karang yang beralamat di Muara Karang Blok M-9 Selatan No. 84-85, Pluit, Jakarta Utara. Didampingi beberapa guru dan orang tua murid, kehadiran anak-anak membuat posko daur ulang ini laksana taman bermain yang penuh dengan pengetahuan yang bermanfaat. Mengenal dan Memahami Tzu Chi “Siapa yang masih suka buang sampah sembarangan?” pancing Adenan. Tanpa diduga beberapa anak dengan jujur mengangkat tangannya. “Nah, masih ada rupanya. Kalau begitu, sejak saat ini kalian tidak boleh lagi buang sampah sembarangan ya?” ajak Adenan. “Ya…!” jawab mereka serempak. “Kalau banyak orang buang sampah sembarangan ke sungai, akibatnya apa?” tanya Adenan. “Banjir….!” jawab anak-anak berbarengan. “Betul, makanya kita harus buang sampah pada tempatnya,” jelas Adenan. Secara halus Adenan juga menjelaskan kepada anak-anak pentingnya hidup bervegetarian. Seusai mendapat penjelasan tentang daur ulang dan manfaatnya, anak-anak ini segera melakukan praktik. Mereka dibagi ke dalam 4 kelompok: pemilahan kertas, pemilahan botol plastik, membuka tutup dan label botol, serta penginjak botol plastik agar lebih ringkas. Dengan penuh semangat anak-anak yang kebanyakan belum pernah melakukan kegiatan daur ulang mengerjakan tugasnya masing-masing. Hal ini menjadi pengalaman yang berharga bagi mereka, seperti diungkapkan oleh Bryan Lukito, siswa kelas 4, “Senang bisa mendaur ulang.” Menurut Bryan, di sekolahnya sendiri sebenarnya sudah diajarkan untuk memilah sampah. “Di sekolah ada 3 tempat sampah, organik, anorganik, dan campuran. Buat anak-anak yang belum ngerti (kelas 1 atau 2 -red), mereka masukin ke tempah sampah campuran,” terang Bryan.
Ket : - Yen Ling, relawan Tzu Chi mengenalkan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kepada anak-anak dengan cara unik dan menghibur. (kiri)
Charline sendiri cukup beruntung, di rumahnya, mamanya sangat menekankan pentingnya berhemat dan tidak konsumtif. “Kalau ada barang-barang atau mainan aku yang rusak, nggak boleh langsung dibuang sama Mama, tapi dibetulin lagi. Kita juga sering buat kotak pensil dari botol plastik, gantungan baju buat jepitan buku dan lain-lain. “Nggak setiap rusak langsung dibeli, tapi sebisa mungkin dimanfaatkan lagi. Harus hemat, kalau yang masih bisa dipake ya dipake. Mama juga suka ajarin bikin mainan sendiri, seperti bikin rumah-rumahan dari kardus bekas supaya nggak selalu beli mainan baru. Soalnya kalau kita selalu beli terus kan berarti kita menambah jumlah sampah,” terang Charline. Bermanfaat Bagi Anak
Ket : - Para relawan dengan sepenuh hati memberikan materi mengenai daur ulang kepada anak-anak. (kiri) Di SD Diakonia sendiri sudah diterapkan cara-cara atau kebiasaan yang menunjang kelestarian lingkungan. “Kita membudayakan no styrofoam di sekolah, kita anjurkan bawa alat makan dan makanan dari rumah,” jelasnya. Dalam proses daur ulang, dari sampah-sampah non-organik yang terkumpul, setiap seminggu sekali hasilnya dikirimkan ke Posko Daur Ulang Tzu Chi. Kegiatan ini sendiri sangat didukung oleh orang tua murid. Meski bergelut di posko daur ulang yang banyak terdapat sampah-sampah, namun para orang tua ini tidak keberatan jika buah hatinya “menimba ilmu” di sini. “Bermanfaat sekali, dari kecil anak dah diajarin gimana caranya mendaur ulang,” kata Sani Sutatnto, ibu dari Jason Salim yang duduk di kelas 2. Sani sendiri sudah membekali Jason pendidikan kebersihan dari rumah. Salah satu yang ia lakukan adalah memilah sampah plastik (botol minuman). “Saya juga tekankan kepada Jason untuk tidak membuang sampah sembarangan,” tegasnya, ”dengan praktik di sini, ia juga jadi tambah mengerti. Selain tidak membuang sampah sembarangan, ada berbagai jenis sampah yang bisa didaur ulang. Kalau cuma teori aja kan susah, tapi kalau dengan praktik anak-anak kan bisa lebih mantap.” Gerakan memilah sampah memang sudah waktunya digalakkan. Dan ini memang bukan pekerjaan mudah, butuh waktu dan kesabaran untuk menjalankannya. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh pemahaman generasi muda terhadap lingkungan dan pelestarian alam. Jka sejak dini sudah tertanam di anak-anak rasa cinta terhadap lingkungan, maka harapan akan lestarinya alam, kehidupan yang harmonis dan berkesinambungan di masa depan bukan lagi sekadar impian. | |||