“Berdoa Saja, Tidak Mau Bersedih”

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Anand Yahya
 

foto
Relawan menghibur warga dan memberikan sedikit pengenalan mengenai Tzu Chi pada kegiatan “cash for work” yang kedua di Manado.

Kamis, 23 Januari 2014, adalah hari keenam relawan Tzu Chi berada di Manado untuk memberikan bantuan bagi korban banjir di sekitar Manado. Di hari keenam ini menjadi hari yang spesial karena merupakan hari pembagian bantuan terakhir dari bantuan gelombang pertama Tzu Chi. Hari ini pun dipenuhi senyum kebahagiaan dan semangat dari warga yang menerima bantuan.

Di hari itu relawan kembali mengadakan program “cash for work” untuk kedua kali. Warga diajak untuk bersama-sama membersihkan lingkungannya, dan setelah itu mereka akan mendapatkan bantuan berupa uang dan paket bantuan. Dibekali dengan sekop dan roli yang diberikan, warga bebas membersihkan apapun juga, baik rumah maupun lingkungannya.

Pada pukul 08.00 WITA, warga sudah berkumpul di lapangan Malkines, Kelurahan Paal 4. Sekitar 702 warga dari 6 lingkungan, 50 anggota PMI, dan 22 anggota TNI ikut serta dalam kerja bakti ini. Berbeda dengan yang pertama kali diadakan, kali ini masyarakat lebih antusias dan tertib. Pada saat awal mulai, relawan memperkenalkan sekilas tentang Tzu Chi dan bagaimana kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu. Kumpul bersama di pagi hari itu juga dipenuhi semangat karena warga bernyanyi dan memberikan hiburan bagi yang lainnya. Saat melihat situasi seperti itu, saya pun terpikir, “Benarkah mereka sedang terkena bencana? Kenapa mereka begitu bersemangat dan gembira?”

Menjadi “Anugerah”
Seperti salah satu seorang warga yang bernama Olga Mamahet yang akrab disapa Ola. Sejak pertama datang, wajahnya selalu dipenuhi dengan kegembiraan, ia sangat bersemangat dan malah maju ke depan untuk menghibur warga lainnya dengan menyanyikan sebuah lagu berbahasa Mandarin. Ia pernah bekerja di Taiwan selama 4 tahun, sehingga ia bisa berbahasa Mandarin. Kami pun mengikutinya untuk mencari tahu mengapa ia bisa begitu gembira seperti tak terjadi apa pun. Saat tiba di wilayah rumahnya, kami sangat terkejut, karena rumahnya yang terletak di dekat sungai telah hancur karena aliran air telah menghanyutkan tumpukan kayu dan bambu dari rumah semi permanen yang berada di sekitar aliran Sungai Sawangan, sungai yang melintasi wilayah kelurahan Paal 4. Ola menunjukkan atap rumahnya yang terpisah dari kerangka rumah dan berada di seberang rumahnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Ola dengan tegar dan tabah melihat rumahnya yang hancur karena terjangan air dan sampah-sampah (kiri).
  • Walaupun rumahnya habis karena banjir, tapi Chyntia tak mau bersedih, ia menggunakan waktunya untuk memberikan pelayanan di dapur umum (kanan).

Saat pagi hari sebelum bencana terjadi, Ola melihat air dari sungai yang terus naik. Ia pun segera memindahkan barang yang bisa ia pindahkan. Wilayah tersebut memang sering terkena banjir, sehingga warga lainnya tidak bertindak seperti Ola, mereka hanya menunggu sampai ketinggian berapa air akan berhenti. Namun hari itu memang tak disangka, air terus meninggi dan warga akhirnya mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Saat warga lain panik berlarian, Ola sudah mengungsi, ia sudah berusaha memperingati warga namun mereka menganggap banjir itu akan seperti banjir biasanya.

Saat rumahnya tergerus oleh derasnya air dan tumpukan kayu hingga hancur, dan atap rumahnya juga terlepas hingga depan rumahnya, Ola hanya melihat dari ketinggian. Apa yang ia rasakan saat itu? Ia mengaku merasa biasa saja dan mampu tetap bersemangat. “Semua karena iman saya. Saya punya Tuhan yang kasih kita iman, kasih kita kemampuan, walaupun petaka, kita tidak menganggap itu apa-apa karena kita sanggup melayani. Saya diberi iman yang kuat oleh Tuhan,” ucap Ola penuh keyakinan. “Kita pantang mundur, ga ada kata mundur atau bersedih. Barang-barang yang sudah ga ada saya ga mau pusing. Berdoa saja, tidak ada mau bersedih,” tambahnya.

Sejak bencana terjadi hingga saat ini, ia tinggal di pengungsian di dekat rumahnya. Selama itu pula Ola terus berusaha membantu warga sekitarnya. Ia bertanggung jawab menjaga posko di lingkungannya. Ia lebih mementingkan lingkungan sekitarnya daripada rumahnya sendiri. Ia berkata jika di posko sudah selesai, baru ia akan bekerja membersihkan rumah sendiri. Rasa kekeluargaan dan gotong royong sangat kuat di wilayah tersebut. saat banjir terus meninggi, warga-warga yang telah mengungsi akan mencari keluarganya yang belum kembali, mereka bekerja sama menolong warga yang masih terjebak.

Ketika bekerja di Taiwan, Ola mendapatkan nama mandarin yaitu Zhang Mei De yang menurutnya berarti Grace, anugerah. Kami bertanya apakah ia masih merasakan anugerah di dalam hidupnya usai  terkena bencana? Ia pun menjawab, ”Anugerah bukan untuk diri sendiri saja atau keluarga sendiri saja, namun untuk bersama. Bekerja untuk sesama. Namanya anugerah itulah adalah pemberian, jadi bukan milik sendiri. Anugerah itu untuk semua.” Ia membuktikan kehidupannya masih sebuah anugerah dengan melayani masyarakat di wilayahnya di posko bantuan.

foto  foto

Keterangan :

  • Pada sore harinya, setiap warga yang mengikuti kegiatan ini mendapatkan bantuan berupa uang tunai dan paket bantuan (kiri).
  • Rumah-rumah semipermanen di Kelurahan Paal 4 yang dilintasi Sungai Sawangan hanya tersisa tumpukan bambu-bambu (kanan).

Sebelumnya Ola juga telah mengenal Tzu Chi. sehari sebelum kerja bakti, ada yang mengatakan ini kegiatan dari orang Jepang, ada juga yang bilang ini dari Buddha, setelah sampai di lapangan dan melihat nama di tenda yang dibangun relawan, Ola pun berkata kepada tetangganya, “Oh ini saya tahu, dari Taiwan.” Ia tahu karena kerap melihat ceramah Master Cheng Yen saat berada di Taiwan. Walaupun tidak ada terjemahan, dan bahasa mandarinnya belum lancar. Ia berusaha untuk mengerti satu per satu kata sehingga ia merasa seperti mengerti yang diucapkan Master Cheng Yen dalam ceramahnya adalah mengenai kemanusiaan yang menyeluruh (universal).

Kegiatan kerja bakti dalam program “cash for work” yang dilakukan relawan Tzu Chi ini memberikan kesan yang mendalam baginya. “Semua orang puas, dahsyat, teratur. Ini langsung kepada masyarakat, kali ini puas langsung kepada masyarakat. Harapan saya yang begini-begini menjadi contoh, mungkin selanjutnya di tempat lain, yang begini yang tertib. Kami puas. Mudah-mudahan Tzu Chi di seluruh Taiwan atau Indonesia berkembang pesat jadi maju supaya bisa terus menyalurkan bantuan kepada yang membutuhkan,” ucap Ola pada saat acara berakhir.

Saat Ada Maka Berbagi
Melihat rasa kekeluargaan masyarakat saat kerja bakti ini sungguh mengharukan. Mereka selalu mendahulukan kepentingan bersama daripada diri sendiri. Di saat relawan sedang beristirahat makan siang, seorang warga datang dengan membawa satu baskom berisikan pisang goreng untuk relawan. Saat itu relawan terkejut dan merasa tersentuh dengan perhatian yang diberikan warga. Ia adalah Chyntia. Rumahnya sendiri telah rata dengan tanah karena banjir sehingga ia tinggal di pengungsian. Di sana setiap harinya ia membantu di dapur umum untuk memasak kebutuhan konsumsi warga.

Namanya ada (memiliki), tadi juga dapat minyak, pas ada ya berbagi. Kita sambil berbagi, ga boleh cuma pentingkan diri sendiri. Kenapa ibu-ibu (relawan) dari jauh boleh datang, kenapa kita di sini ga bisa berbagi?” ucapnya yang menggoreng pisang dengan kayu bakar. Chyntia tidak mau bersedih dengan apa yang telah menimpa dirinya. Ia berkata, “Kita orang Kristen ada kata-kata, Tuhan yang memberikan Tuhan yang mengambil. Semua ini titipan, untuk apa kita bersedih, nanti pasti Tuhan kasih lebih baik dari itu.”

Iman yang kuat dalam diri masyarakat telah membuat mereka mampu menghadapi cobaan dengan penuh keikhlasan. Saat berkumpul untuk menerima bantuan dan mengantri paket bantuan, mereka menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan dengan penuh kegembiraan. Teringat dengan apa yang diucapkan Ibu Walikota Manado tentang warganya saat ia berkunjung ke suatu tempat banjir, warganya berkata, “Ibu, walaupun baju kami berlumpur, kami akan tetap pergi ke gereja.” Imanlah yang membuat mereka menjadi kuat menghadapi semua cobaan dan tetap bergembira di jalan Tuhan.

  
 

Artikel Terkait

Pelatihan Diri Ke Dalam Dan Ke Luar

Pelatihan Diri Ke Dalam Dan Ke Luar

08 Desember 2020

Komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Utara 2 kembali mengadakan Pelatihan Abu Putih ke-4 secara online via aplikasi Zoom, Minggu 29 November. Ada 119 peserta yang berasal dari berbagai kota, seperti Bandung, Cianjur, Tasikmalaya, Palembang dan Jakarta. Topik yang dibahas ialah tentang Sepuluh Sila Tzu Chi.

Kebakaran di Penghujung Liburan

Kebakaran di Penghujung Liburan

30 September 2009
Terakhir pukul 21.00, data lengkap mengenai jumlah korban baru diperoleh oleh relawan Tzu Chi. Rencananya untuk beberapa hari ke depan, relawan Tzu Chi yang akan menyediakan bahan makanan dan memasak bagi warga Penjaringan, sebab dapur umum lainnya yang disediakan oleh Palang Merah Indonesia dan Dinas Sosial hanya 3 hari berada di lokasi.
Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -