“Besar Gunung, Masih Besar Hati Nenekâ€
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi PranotoSabtu, 13 Februari 2010, relawan Tzu Chi mengunjungi Panti Wreda Budi Mulia 04 di Jakarta Selatan. Kegiatan ini dilakukan untuk memberi perhatian dan kebahagiaan kepada para penghuni panti menjelang perayaan Imlek 2561/2010. |
| ||
Keharuan Nenek Ipah Meski baru pertama kali mengunjungi panti ini, namun suasana hangat dan kekeluargaan sangat terasa. Relawan Tzu Chi dengan cepat berbaur dan berinteraksi dengan para penghuni yang mayoritas (90%) tak lagi memiliki keluarga. Banyak hal dilakukan relawan, mulai dari mengajak berbincang-bincang, memotong kuku, rambut, menyanyi hingga berjoget bersama. Di penghujung acara, relawan Tzu Chi lantas membagikan bingkisan yang bernuansa etnik itu. Karena banyak penghuni yang sudah sangat lemah dan tidak lagi bisa beraktivitas (hanya berbaring di ranjang atau sakit - red) maka relawan Tzu Chi berkeliling ruangan untuk membagikan bingkisan. Hal ini pun menimbulkan keharuan dan sukacita yang mendalam bagi para penghuni panti. Salah satunya Nenek Ipah yang berusia 72 tahun. Nenek Ipah menangis terharu tatkala menerima bingkisan dari relawan. “Terima kasih banyak, Nenek Ipah nggak bisa ngasih apa-apa, mudah-mudahan semuanya mendapatkan rezeki yang berlimpah,” ungkapnya sembari menyeka kelopak matanya yang basah. Nenek Ipah merasa bahagia sekaligus juga sedih dengan kedatangan para relawan. “Senang dikunjungi, tapi sedihnya saya jadi ingat sama anak dan cucu saya di Kalimantan,” terangnya, “Orang lain datang menjenguk, sementara anak dan cucu saya nggak bisa pada datang.”
Ket : - Niko, relawan Tzu Chi saat menyampaikan kata sambutan dan mengenalkan Tzu Chi kepada 156 orang penghuni panti. (kiri) Nenek Ipah yang asal Cirebon ini punya jalan cerita yang berliku hingga akhirnya ia menjadi penghuni panti sejak 5 tahun silam. Awalnya Nenek Ipah bersama suami dan anaknya berangkat dari Cirebon ke Kalimantan dalam program transmigrasi. Tujuannya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Namun setibanya di sana, harapan itu sulit terwujud. Sampai suaminya meninggal, kehidupan mereka tak kunjung membaik. Nenek Ipah kemudian memutuskan pulang ke Cirebon. Ia menolak tawaran putri semata wayangnya yang telah menikah dan telah memiliki anak untuk tinggal bersama. “Nggak enak, nggak tega, dia kan juga punya anak. Nenek nggak mau nyusahin anak,” katanya. Kala itu Nenek Ipah bertekad untuk mandiri dan berusaha di kampung halamannya. Tetapi nasib berkata lain. Di Cirebon ia tak lagi memiliki pekerjaan. Tak ada lagi sawah yang bisa digarap, dan saudara-saudaranya pun sudah memiliki keluarga dan tanggungan masing-masing. Merasa tidak enak menjadi beban saudara-saudaranya, Nenek Ipah kemudian mengikuti ajakan temannya untuk mengadu nasib ke Jakarta. “Kata teman saya, daripada di Cirebon bengong-bengong, mending cari kerjaan di Jakarta. Jadi pembantu atau baby sitter gitu,” kenang Nenek Ipah. Sesampainya di Jakarta, ternyata memperoleh pekerjaan itu tak semudah yang dibayangkan, apalagi di usia yang senja seperti Nenek Ipah. Maka, daripada luntang-lantung di Jakarta tanpa tempat dan tujuan yang jelas, akhirnya oleh temannya Nenek Ipah dititipkan di Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 04 yang waktu itu masih bertempat di Tebet, Jakarta Selatan. Hidup di panti tentu bukan keinginan Nenek Ipah. Namun Nenek Ipah sudah ikhlas dan menerimanya dengan lapang dada, meski hidup terpisah dari anak dan cucunya. Sejak masuk panti, Nenek Ipah belum pernah dikunjungi oleh anak dan cucunya. “Mungkin anak juga belum berhasil jadi belum bisa nengok Nenek di sini. Makanya dengan kedatangan Bapak dan Ibu semua (relawan) ini seperti kedatangan keluarga sendiri,” ungkapnya, “besarnya gunung, masih lebih besar hati nenek.”
Ket : - Relawan Tzu Chi memperlakukan para penghuni panti ini seperti orangtua mereka sendiri. (kiri) Bukan Bantuan, Tapi Perhatian yang Lebih Utama Menurut Kepala Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 04, Drs. Saeman, M.Si, kehadiran relawan dalam memberikan perhatian kepada para penghuni di pantinya ini sangat berarti, “Mayoritas penghuni panti ini adalah orang-orang yang tidak lagi memiliki sanak keluarga. Karena itu, kehadiran relawan Tzu Chi ini seperti keluarga bagi mereka.” Ia pun menyampaikan apresiasinya atas niat baik relawan Tzu Chi yang rela mengisi hari liburnya dengan mengunjungi dan memberi perhatian kepada penghuni panti. Bagi relawan He Qi Selatan, kegiatan yang baru pertama kali mereka adakan ini pun cukup berkesan. “Kita lihat, kakek dan nenek di sini begitu bahagia dengan kehadiran kita,” kata Oey Liem Vong, relawan Tzu Chi yang kebetulan tinggal di daerah sekitar panti itu. “Tzu Chi kan menggalakkan komunitas relawan, jadi pas saya lihat ada panti, saya pikir ini kegiatan yang tepat untuk dilakukan,” terangnya. Bukan hanya penghuni panti yang memperoleh manfaat dari kunjungan ini, para relawan pun mendapat hikmah dari kegiatan yang dilakukan. “Saya jadi merasa jauh lebih muda dan beruntung. Kita juga jadi bahagia, bisa nyanyi dan joget-joget bersama. Kalau di rumah mana pernah kita nyanyi-nyanyi seperti itu,” ungkap Liem Vong.
Ket : - Kebahagiaan dan keceriaan tampak di wajah para penghuni panti. Kehadiran relawan bisa menjadi pengobat rindu mereka akan kehadiran sebuah keluarga. (kiri) Seperti Liem Vong, Eva Wiyogo pun merasakan hal yang sama. “Kita ke sini untuk memperhatikan dan menghibur mereka. Sebenarnya yang diharapkan bukan uang atau apa, tapi yang mereka butuhkan adalah perhatian kita. Kita ajak ngobrol, kita elus dia, itu aja yang mereka butuhkan sebenarnya,” kata Eva senang. Sebagai wakil dari He Qi Selatan, ia merasa bangga dengan kegiatan yang telah dilakukan relawan di wilayahnya. “Semoga tambah banyak relawan yang berpartisipasi,” harapnya. Kegiatan ini sendiri rencananya akan diadakan secara rutin 2 bulan sekali dengan materi kegiatan yang lebih beragam. “Nanti kita juga akan ada games, gunting kuku, rambut, pijat, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih bervariasi, supaya Opa dan Oma ini juga nggak bosan,” kata Liem Vong. “Seperti yang disampaikan Master Cheng Yen, umur manusia ada batasnya. Nah, kita kalau bisa harus membahagiakan orangtua kita dan opa-oma yang tak lagi memiliki keluarga dengan menghibur dan memberikan kesenangan kepada mereka untuk menjalani sisa hidupnya dengan bahagia dan damai. Ingat, kita pun nanti akan menjadi tua,” kata Eva mengingatkan.
| |||
Artikel Terkait
SMAT: Sosialisasi di Restoran Nelayan
20 Februari 2014 Tzu Chi kembali mensosialisasikan celengan bambu ke masyarakat umum. Kali ini bertempat di restoran Nelayan, relawan memiliki kesempatan untuk mengajak setiap pengunjung di restoran itu untuk berpartisipasi dalam kegiatan celengan bambu.Antusias Warga Palu, Itu Yang Menjadi Bahan Bakar Kami
18 Maret 2020Waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Namun teriknya, seolah matahari telah berada tepat di atas kepala. Pagi itu relawan Tzu Chi punya tugas berat, berat dalam artian sesungguhnya, mengangkat perabot atau barang-barang perlengkapan rumah tangga untuk dimasukkan ke tiap rumah di Perumahan Cinta Kasih Tadulako.
Bersumbangsih Sebagai Relawan Tzu Chi
04 April 2017Tzu Chi Batam mengadakan sebuah sosialisasi relawan yang dihadiri oleh 44 orang relawan baru. Di sana relawan menjelaskan tentang keindahan budaya humanis Tzu Chi merupakan karakter setiap relawan dalam pelatihan diri dan beberapa sharing lain.