"Cara Kami Membalas Budi"
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto * Ouw Tjui Keng (72) dibantu oleh relawan Tzu Chi dan menantunya, Dani Gunawan, saat akan diperiksa kesehatannya sebelum Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-46 di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. | ‘Tidak ingin menyulitkan anak, terlebih orang lain’, prinsip inilah yang tertanam di benak Ouw Tjui Keng. Di usianya yang sudah menginjak kepala tujuh, Ouw Tjui Keng mesti menahan keinginannya untuk bisa kembali melihat dengan jelas. Katarak juga telah mengambil satu-satunya ‘hiburan’ di usia tuanya, berkumpul, dan bersosialisasi dengan para tetangga. Untunglah, meski mencoba memendamnya rapat-rapat, namun kebiasaan Ouw Tjui Keng yang lebih sering berdiam diri di rumah membuat anak-anak dan menantunya menaruh curiga. |
“Saya tanya kenapa Papa sekarang jarang keluar-keluar lagi? Dijawab, ‘Nggak apa-apa, cuma mata kayaknya agak buram’,” kata Dani Gunawan, menantunya saat mengantar mertuanya dalam baksos kesehatan Tzu Chi ke-46 di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. “Papa orangnya pendiam, kalo kita nggak nanya, dia nggak akan bilang apa masalahnya,” pungkas Dani. “Nggak Mau Ngerepotin Anak” Ket : - Karena tidak bisa menulis dan tandatangan, akhirnya Ouw Tjui Keng pun menggunakan cap jempol sebagai Meski demikian, anak-anak dan menantu Ouw Tjui Keng tak putus asa. Menyadari kemampuan ekonomi yang terbatas, mereka pun mencari alternatif lain untuk mengobati katarak ayah mereka. Tapi tidak demikian dengan Ouw Tjui Keng sendiri, dia justru sudah pasrah dan menyerah pada penyakit yang pelan-pelan mencuri penglihatannya. “Sudah nggak apa-apa, saya sudah tua ini,” kata Ouw Tjui Keng setiap kali anak dan menantunya hendak mencarikan jalan keluar untuk penyakitnya. Beruntung, Parni—istri Dani—mengetahui informasi tentang baksos kesehatan yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dari rekan kerjanya. Tanpa pikir panjang, Dani pun segera mengantar mertuanya untuk mendaftar ke kantor Yayasan Tzu Chi. Dari hasil screening pascaoperasi, diketahui jika katarak sudah mengenai kedua mata. “Prosesnya mudah, nggak sulit dan cepat lagi,” kata Dani menceritakan pengalamannya. Setelah menunggu hampir dua minggu, akhirnya Sabtu, 23 Februari 2008, Ouw Tjui Keng pun dioperasi kataraknya. Untuk tahap pertama, mata sebelah kiri yang terlebih dulu dioperasi, mengingat bagian inilah yang terparah kataraknya. Baksos kesehatan yang digelar sejak 22-24 Februari 2008 ini juga berhasil menangani 124 pasien penderita penyakit mata lainnya. Dari total yang mendaftar sejumlah 184 pasien, 125 pasien berhasil dioperasi kataraknya. Ket : - Bersih, tenang, dan profesional. Tiga kata ini tepat untuk menggambarkan suasana di ruang operasi dalam “Cara Kami Membalas Budi” Ket : - Sesudah dioperasi katarak, para pasien beristirahat sebentar untuk memulihkan kondisinya sebelum Contohnya Dani, meski usia pernikahannya dengan Parni—putri Ouw Tjui Keng—baru berjalan setahun, namun baginya posisi mertua sama dengan orangtuanya sendiri. Terlebih pria berumur 24 tahun ini memiliki pengalaman pahit, ditinggal pergi ibunya tiga tahun silam. Ibunya meninggal dunia di usia yang masih cukup muda, sekitar 43 tahun akibat kanker payudara. “Kita nggak pernah tahu sampai kapan usia orangtua kita. Makanya selagi sempat untuk berbakti, jangan sia-siakan itu,” tegas Dani. Itu pulalah yang mendasarinya setia menemani mertuanya berobat di sela-sela waktu kerjanya di bilangan Jakarta Pusat. “Mungkin inilah salah satu tanda bakti kami. Meski nggak bisa kasih dana, tapi cari jalan lain supaya bisa sembuh. Dengan cara inilah kami membalas budinya,” sambung Dani. Setelah penglihatannya kembali pulih, Dani juga berharap agar semangat dan pikiran mertuanya bisa lebih positif. “Semoga ini juga bisa membuat kehidupan di masa tuanya lebih berbahagia,” kata Dani. | |
Artikel Terkait
Menyelamatkan Bumi dengan Kedua Tangan
29 Juni 2022Minggu 19 Juni 2022 kegiatan pemilahan barang daur ulang Tzu Chi yang perdana mulai berjalan di komunitas Hu Ai Pusat. Kegiatan pemilahan berlangsung di Depo Pendidikan Pelestarian Lingkungan Krekot Bunder.