"Dagusibu"

Jurnalis : Indah Melati, Kartini (He Qi Utara), Fotografer : Praditya EP

Suster Wenny selaku pembawa acara menjelaskan tujuan dari diadakannya Seminar Dagusibu dan Manfaat Donor Darah pada Sabtu, 8 Agustus 2015 berlokasi di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta pukul 8 hingga 2 sore. Seminar ini ditujukan untuk para relawan agar menambah pengetahuan tentang obat-obatan serta donor darah.

“Seminar ini untuk umum, siapa saja yang mau tahu tentang kesehatan. Kita kan mau buka rumah sakit yang sangat besar, dan itu membutuhkan relawan yang sangat banyak. Harapan kita, para relawan ini mempunyai basic sedikit tentang farmasi. Jadi jika nanti menjadi relawan rumah sakit, sudah ada gambaran kalau ditugaskan di bagian obat-obatan,” kata Suster Wenny, pembawa acara, kepada 52 orang peserta Seminar Dagusibu dan Manfaat Donor Darah pada hari Sabtu, 8 Agustus 2015 pagi di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Seminar ini merupakan seminar ketiga yang diselenggarakan oleh Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia. Sebelumnya TIMA juga menyelenggarakan seminar tentang kedokteran dan keperawatan. Koordinator acara, drg. Linda Verniati, Sp.Ort menambahkan, topik donor darah dibawakan dengan tujuan untuk menambah pengetahuan relawan mengenai donor darah. "Pengetahuan ini penting, sehingga ketika menyelenggarakan kegiatan donor darah, mereka dapat menjawab dengan baik jika ada pertanyaan dari para donor,” terang drg. Linda.

Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang (Dagusibu) Obat dengan Baik

“Ada yang sudah pernah membaca atau mendengar slogan Dagusibu?” pertanyaan Miller. S.Farm.,Apt mengawali topik seminar. Dagusibu merupakan singkatan dari DApatkan, GUnakan, SImpan dan BUang obat yang baik dan benar, seperti disampaikan oleh Miller, narasumber yang juga merupakan relawan apoteker TIMA. Miller juga menjelaskan proses bagaimana mendapatkan, menggunakan, menyimpan, dan membuang obat yang benar.

Miller mengatakan bahwa masyarakat pada umumnya datang ke apotek hanya untuk membeli obat dan kemudian pulang. Mereka jarang menanyakan informasi tentang obat yang dibeli. Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat harus memerhatikan penggolongan obat, dosis penggunaan yang tercetak di brosur dan kemasan, serta tanggal kadaluarsa obat. “Obat keras harus dengan resep dokter, dapatkan di apotek yang merupakan supplier resmi dari distributor farmasi. Jadi belilah obat di apotek karena disana obat dikontrol setiap 3 bulan,” terang Miller.

Miller. S.Farm.,Apt membawakan topik pertama yaitu Dagusibu. Sangat ditekankan bahwa obat sebaiknya dibeli di apotek atau toko obat resmi.


Sebanyak 52 peserta hadir dalam seminar ini. Antusiasme peserta terhadap topik-topik yang dibawakan terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan selama sesi tanya jawab.

Peserta seminar juga disarankan agar untuk tidak mudah meniru penggunaan obat seperti orang lain dan sampaikan keluhan secara rinci kepada dokter, serta patuhi petunjuk dokter. Tak kalah penting adalah kita juga harus mematuhi petunjuk apoteker tentang penggunaan dan penyimpanan obat. “Obat disimpan di tempat yang teduh atau kulkas dan tidak dekat dengan matahari,” tuturnya. Penggunaan obat dengan benar dan cara yang tepat sangatlah penting.

Topik Dagusibu ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang cukup aktif dari para peserta. Namun karena waktu yang terbatas, sesi tanya jawab terpaksa harus dibatasi. Wenny Shijie mengungkapkan bahwa dirinya merasa mendapatkan ilmu yang sangat banyak. “Sebagai perawat belum tentu menguasai teknik pemanfaatan dan penyimpanan obat,” ujarnya.

Lika-liku Perjalanan Sekantong Darah

Topik donor darah dibuka oleh Drs. Djaja Budi Eman, salah seorang relawan di DPP PMI yang juga merupakan CEO Uciwa Communications. "Jam dua malam di rumah sakit, (kita) perlu lima kantong darah, susah nggak nyarinya?” tanyanya kepada para peserta. Banyaknya permintaan akan darah dan sulitnya mencari darah menjadi latar belakang berdirinya Uciwa Communication di bulan Maret 2002. Djaja dengan bersemangat mensosialisasikan dan mengajak para peserta untuk turut aktif berpartisipasi dalam kegiatan donor darah. Pria kelahiran Bogor 59 tahun silam ini juga berbagi kisah mengenai korban kecelakaan yang kedua kakinya harus segera diamputasi, dan dokter tidak akan melakukan operasi apabila darah yang dibutuhkan tidak tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa darah yang kita berikan akan sangat bermanfaat bagi sesama.

dr. Salma Hasyim MARS kemudian melanjutkan acara dengan menguraikan teknis donor darah. Mantan Kepala Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) PMI Kabupaten Bekasi ini menyampaikan informasi bahwa di dalam tubuh kita terdapat sekitar 5 liter darah, dan setiap saat sel darah akan dibentuk yang baru oleh tubuh yang normal. Ia juga menjelaskan persyaratan dan siapa saja yang boleh mendonorkan darah serta tahapan-tahapannya, mulai dari pengisian formulir yang berisi identitas diri dan riwayat medis, penimbangan berat badan, hingga pemeriksaan tekanan darah dan kadar hemoglobin dalam darah.  "Jadi kalau ditusuk waktu ambil darah, sakit, itu berarti syarafnya masih bagus," tambah dr. Salma meyakinkan peserta agar tidak takut dalam proses pemeriksaan. Prosedur di atas tetap harus dilakukan meskipun si pendonor sudah rutin melakukan donor darah. Jika syarat di atas sudah terpenuhi, maka pengambilan darah sebanyak 350 cc oleh petugas yang berkompeten dapat dilakukan. Perlu diperhatikan juga bahwa kondisi kulit tempat darah akan diambil harus dalam kondisi normal (tidak ada penyakit pada kulit). Setelah donor, pendonor akan diberikan makanan yang bergizi, yang mungkin akan berbeda-beda di setiap lokasi PMI. Jarak antara donor darah terakhir dengan berikutnya adalah 10 minggu atau 3 bulan. Petugas akan memberikan kartu donor bagi para pendonor yang belum memiliki kartu donor dan kartu ini berlaku se-Indonesia.

Sufania, salah satu peserta merasa pengetahuannya bertambah tentang obat, donor darah, dan juga rhesus negatif setelah mengikuti seminar ini.

Di akhir acara, para narasumber beserta koordinator acara berfoto bersama. Dari kiri ke kanan Drs. Djaja Budi Eman, dr. Salma Hasyim MARS, Lici Murniati dan drg. Linda Verniati, Sp. Ort.

Wanita yang mengabdi di PMI selama 27 tahun ini juga menjelaskan proses kelanjutan terhadap kantong darah yang sudah terisi. Kantong darah akan disimpan di tempat khusus untuk mempertahankan kualitas darahi. Jika donor darah dilakukan di luar kantor PMI, biasanya kantong darah akan disimpan sementara dalam cool box dan kemudian maksimal dalam waktu 4 jam setelah darah diambil, darah harus segera dimasukkan ke kulkas darah. Proses selanjutnya adalah pengambilan sample darah untuk diuji terhadap IMLTD (Inspeksi Menular Lewat Transfusi Darah). Ada 4 macam yang diuji dalam IMLTD yaitu Hepatitis B, Hepatitis C, HIV dan Sifilis. Pemeriksaan bahkan dilakukan secara mikro analisis dengan menggunakan mesin dan reagen (pereaksi kimia). Setelah lolos uji IMLTD, satu kantong darah lengkap yang tadinya mengandung sel darah merah, trombosit dan cairan (plasma) darah akan dipisah-pisahkan berdasarkan komponennya. Itulah sebabnya saat ini PMI menggunakan kantong darah impor berjenis triple, karena untuk kasus tertentu seperti demam berdarah, yang dibutuhkan biasanya trombositnya saja. Jika ternyata darah itu tidak lolos uji IMLTD maka darah tersebut harus dibuang atau dimusnahkan, namun tentu saja tidak boleh dibuang sembarangan karena mengandung penyakit menular yang dapat disebarkan oleh serangga seperti lalat. PMI akan menghubungi instansi yang memiliki incinerator (alat pengolah limbah medis cair) untuk memusnahkan darah tersebut. Proses pengujian membutuhkan waktu sekitar empat jam. Dan hasil pengujian akan dilampirkan di kantong darah yang bersangkutan sebagai pertanda darah tersebut layak pakai. Pendonor yang darahnya tidak lolos uji biasanya akan dihubungi oleh PMI.

"Darah adalah anugerah Allah, makanya darah tidak boleh diperjualbelikan," ucap dr. Salma menekankan. Namun, jangan heran kalau pasien yang membutuhkan darah akan dikenakan biaya yang disebut Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD), yaitu unit cost untuk sekantong darah, di antaranya mencakup alkohol untuk proses pengambilan darah, lidi untuk memeriksa darah, harga kantong impor, listrik untuk kulkas darah, reagen, pemusnahan darah jika tidak lolos uji, dan lainnya.

Komunitas Rhesus Negatif Indonesia

Banyak masyarakat yang belum mengenal golongan darah rhesus negatif. Bahkan, masih banyak orang yang tidak tahu bahwa dirinya memiliki golongan darah rhesus negatif. Melalui seminar ini, Lici Murniati, Ketua Rhesus Negatif Indonesia saat ini, ingin memperkenalkan apa itu rhesus negatif. Pemilik golongan darah ini hanyalah sekitar 1% dari total penduduk Indonesia dan mereka hanya dapat menerima transfusi darah dari rhesus negatif pula. Oleh karena itulah, pemilik darah rhesus negatif biasanya akan diminta oleh PMI untuk menjadi pendonor stand by atau on call yang artinya dapat menyumbangkan darah jika sewaktu-waktu dihubungi karena ada kebutuhan, sehingga mereka tidak dapat mengikuti donor darah rutin yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. "Kita mengedukasikan terus ke masyarakat bahwa kita ini bukan penyakit. Kita memang salah satu jenis varian golongan darah," tegas pemilik golongan darah O- ini meluruskan pandangan negatif masyarakat terhadap golongan darah yang langka ini. Komunitas yang berdiri sejak tahun 2009 ini memiliki slogan "Darahmu menyelamatkan keluargamu, saudaramu, teman-temanmu, kekasihmu, bahkan dirimu sendiri”, dan menjadi wadah penghubung untuk para pemilik golongan darah rhesus negatif, sehingga tentunya akan mempermudah komunikasi dan koordinasi jika terdapat kebutuhan darah rhesus negatif. Melalui seminar ini, diharapkan lebih banyak lagi orang yang mengetahui dan menyebarkan informasi positif mengenai golongan darah rhesus negatif.

Banyak peserta yang merasakan manfaat dari mengikuti seminar ini. Salah satunya adalah Rike Shijie. Ia mengikuti seminar ini karena melihat topiknya yang sangat sesuai. Ibundanya mengalami stroke beberapa tahun lalu dan beberapa kali masuk rumah sakit, dan dokter memberikan obat yang berbeda-beda, padahal obat yang sebelumnya belum habis dikonsumsi. Setelah mengikuti seminar ini, Rike Shijie tahu apa yang harus dilakukan terhadap obat yang sudah tidak terpakai tersebut, dan bagaimana cara yang benar untuk membuangnya. Lisfina, salah satu relawan biru putih juga mengatakan acara ini sangat bermanfaat dan menambah pengetahuannya. "Yang tadinya nggak mau donor, sekarang jadi pengen donor," ujar Lisfinae. Dengan mengikuti donor darah, secara tidak langsung, kita melakukan pengecekan darah. Sufania, peserta seminar lainnya juga merasakan pengetahuannya bertambah setelah mengikuti seminar ini, "Baru hari ini tahu tentang rhesus negatif. Teman-teman juga enggak pernah bahas mengenai ini. Kalau nggak ke ini mungkin kita nggak akan tahu," ucapnya senang.  


Artikel Terkait

Menjalankan Misi Kemanusiaan Tzu Chi Bersama TIMA

Menjalankan Misi Kemanusiaan Tzu Chi Bersama TIMA

08 November 2017

Pada 5 November 2017, Yayasan Buddha Tzu Chi Bandung mengadakan acara sosialisasi Tzu Chi International Medical Association (TIMA) yang berlangsung di Lantai 2 Aula Jing Si Bandung, Jl Jend. Sudirman No. 628. Sosialisasi ini diikuti oleh 61 peserta yang terdiri dari relawan Tzu Chi, TIMA Bandung, Tzu Ching, dan calon TIMA Bandung.

Semangat Relawan Berjubah Putih

Semangat Relawan Berjubah Putih

18 Agustus 2015

Pada Minggu, 9 Agustus 2015, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan Pelatihan Calon Anggota TIMA (Tzu Chi International Medical Association) Indonesia di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Menjalin Silaturahmi di Bulan Suci Ramadhan

Menjalin Silaturahmi di Bulan Suci Ramadhan

15 Juli 2014 Merayakan hari ramadhan, Tzu Chi International Medical Assosiation (TIMA) Indonesia mengadakan acara buka puasa bersama yang diikuti oleh para tim medis dan juga stafnya.
Bertuturlah dengan kata yang baik, berpikirlah dengan niat yang baik, lakukanlah perbuatan yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -