“Dua Hal yang Tidak Bisa Ditunda”

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Chandra Wijaya (Tzu Ching)
 
 

fotoKoordinator Tzu Ching Singkawang, Yulia, memeluk ayah dan ibunya pada saat sharing, sembari mengucapkan rasa sayangnya kepada kedua orang tuanya tersebut.

Perjalanan Tzu Ching di Indonesia baru menginjak usia ke-8 tahun, jika diibaratkan dengan anak-anak, mereka baru saja duduk di bangku Sekolah Dasar. Seiring dengan pertambahan tahun, pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapat pun terus bertambah, dan mereka memiliki cita-cita ingin menjadi apa mereka dimasa depan.

 

Tzu Ching di Indonesia dimulai dengan sekelompok relawan muda-mudi di Jakarta yang pada tahun 2003 secara khusus berkumpul untuk membentuk wadah bagi para muda-mudi. Setelah itu pada tanggal 10 Mei 2003, terbentuklah Generasi Muda Tzu Chi (GMTC). Saat itu GMTC belum diakui secara resmi oleh Tzu Chi Indonesia. Para perintisnya diberi waktu 3 bulan untuk membuktikan bahwa GMTC memang dapat mendukung kegiatan Tzu Chi sekaligus sebagai penerus misi Tzu Chi. Ternyata perkembangan GMTC lebih cepat dari perkiraan. Akhirnya tanggal 7 September 2003, GMTC diresmikan menjadi Tzu Ching.

Sejak saat itu, jumlah Tzu Ching pun terus bertambah, baik kuantitas maupun kualitas , hingga pada akhir tahun 2011, perkumpulan muda-mudi berseragam biru muda ini telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia, diantaranya, Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Pati, Medan, Surabaya, Makassar, dan Batam.  Perlahan tapi pasti, jumlah ini terus bertambah setiap tahunnya, merambah hingga ke berbagai daerah di Indonesia.

Sebuah jodoh pun terjalin kembali pada tanggal 19-20 Mei 2012, benih-benih Tzu Ching kembali menyebar hingga ke sebuah kota yang dikenal dengan julukan “Kota seribu kuil” melalui kegiatan Tzu Ching Camp Singkawang.  Kegiatan pertama Tzu Ching yang diadakan di Singkawang ini diikuti oleh sebanyak 49 peserta yang berasal dari beberapa universitas dan diisi dengan sharing dari 9 Tzu Ching Jakarta dan 4 orang relawan Jakarta lainnya.

foto    foto

Keterangan :

  • Camp yang diadakan selama dua hari ini menitikberatkan pada ‘kebajikan’ dan ‘berbakti kepada orang tua’ (kiri).
  • Tak hanya peserta, mentor pendamping setiap kelompok pun ikut merasakan kegembiraan dalam camp ini (kanan).

Selama dua hari itu, mereka diajak untuk mengenal apa itu Tzu Chi karena mayoritas peserta adalah muda-mudi yang baru mengenal Tzu Chi. Selama dua hari tersebut, camp yang bertemakan kata perenungan Master Cheng Yen, yaitu “Ada 2 hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan: berbakti kepada orang tua dan melakukan kebajikan” ini menekankan dua poin berbeda selama dua hari.
 
Pada hari pertama materi yang diberikan menekankan tentang melakukan kebajikan. Pada hari tersebut diberikan penjelasan mengenai dunia Tzu Chi,  misi amal, keindahan tata krama budaya humanis insan Tzu Chi, welas asih dalam tindakan nyata, hingga pengenalan tentang 3 In 1 dan DAAI TV. Selain itu mereka juga diajak untuk menumbuhkan rasa kekompakkan dalam tim melalui beberapa permainan.

Pada hari kedua, 20 Mei 2012, menekankan mengenai berbakti, menyadari pentingnya berbakti dimulai dari berbakti kepada bumi dengan melakukan pelestarian lingkangan dan bervegetarian, hingga berbakti kepada orang tua yang telah membesarkan kita. Pada siang itu, peserta diajak untuk kembali mengingat budi luhur orang tua dengan menyaksikan drama Sutra Bakti Seorang anak. Mereka diajak untuk kembali mengingat masa lalu, mengingat apa yang telah dilakukan kepada orang tua.

Jangan Malu Mengucapkan Terima Kasih
Saat anak telah beranjak dewasa, mereka mulai membantah dan menentang orang tua. Namun kasih sayang orang tua tidak pernah berkurang. Mereka hanya dapat menyeka air mata diam-diam. Walaupun waktu terus berlalu dan generasi terus berganti, namun kasih sayang orang tua terhadap anak tak pernah berubah hingga akhir hayat.  Hal itu yang dirasakan oleh setiap peserta camp ini, salah satunya adalah Dedy, ia pun menyadari betapa besar kebaikan yang telah diberikan orang tua kepadanya.

Dedy berasal dari ibukota provinsi Kalimantan Barat, yaitu Pontianak. Sudah dua tahun ia berada di Singkawang dan jauhnya jarak antara Pontianak dan Singkawang membuat Dedy jarang kembali ke rumah orang tuanya di Pontianak. Hubungan keluarga yang kurang harmonis hingga kerap terjadi pertengkaran antar orang tuanya pun membuatnya jarang menelepon ke rumah untuk sekedar menanyakan kabar. 

foto   foto

Keterangan :

  • Dedy, salah satu peserta Tzu Ching Camp Singkawang ini berbagi pengalaman hidupnya kepada peserta lainnya. Ia pun memberikan pesan kepada setiap peserta lainnya untuk jangan malu mengucapkan terima kasih dan memeluk orang tua (kiri).
  • Sebanyak 49 Tzu Ching Singkawang memperpanjang barisan pasukan semut Tzu Ching di Indonesia. Semoga setiap orang dapat lebih giat lagi bersumbangsih bagi sesama (kanan).

Namun usai menyaksikan drama Sutra Bakti Seorang anak ini, Dedy sadar bahwa apa yang terjadi dalam keluarganya juga karena dirinya, karena orang tuanya ingin melihat anaknya hidup bahagia. ”saya memeluk ibu saya saja hanya ketika saya meminta maaf karena bertengkar dengan ibu saya.  saat itu saya merasa sudah dewasa, sehingga tidak mau mendengar nasihat sehingga terjadi pertengkaran. Lalu adik saya bilang, ‘Hia (kakak-red) kamu jadi anak kok kurang ajar, mama ingin kamu jadi baik, kamu malah bertengkar?!’ Sampai saat itu saya baru sekali memeluk ibu saya,” cerita Dedy dengan penuh rasa haru.

Terkadang sebagai anak kita tak menyadari bahwa kehadiran kita menemani kedua orang tua, berbicara dan tertawa bersama mereka, walaupun hanya sebentar, namun mampu membuat hati mereka senang dan bahagia. Tapi sering kali kita lebih memilih bersama teman daripada bersama kedua orang tua kita sendiri. “Ketemu orang tua mungkin 10 menit, bertemu teman-teman bisa sampai setengah hari. Jika duduk terlalu lama dengan orang tua merasa bosan, duduk dengan teman-teman terasa menyenangkan,”  ungkap Dedy mengingat kelakuannya pada masa lalu.

Usai bercerita mengenai pengalaman hidupnya, Dedy  pun membuat sebuah janji pada dirinya, “Setelah acara ini saya akan berusaha minimal bisa menanyakan kabar kepada orang tua, mengatakan satu kalimat, ‘saya sayang papa dan mama’, biarpun sederhana tapi itu berarti untuk mereka.” Ia pun berpesan kepada teman-teman lainnya agar tidak melakukan kesalahan yang serupa dengan dirinya serta mengajak teman-teman lainnya agar jangan malu mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan jangan ragu untuk memeluk mereka.

Tahu berbuat Kebajikan dan Tahu Berbakti
“Ada 2 hal yang tidak bisa ditunda dalam kehidupan: berbakti kepada orang tua dan melakukan kebajikan” melalui kegiatan singkat selama dua hari tersebut, sebanyak 49 muda-mudi diajak untuk mensyukuri berkah yang mereka miliki. Kini mereka adalah generasi yang memahami pentingnya berbuat kebajikan dan berbakti kepada orang tua. Kedepannya, mereka tidak hanya menjadi anak penuh bakti dambaan orang tua, tetapi juga menjadi bagian dari masyarakat yang penuh harapan serta menjadi masa depan yang cerah bagi Tzu Chi Indonesia, khususnya Singkawang.

Tzu Ching Camp di Singkawang ini telah memperpanjang barisan pasukan semut Tzu Ching di Indonesia, kelak mereka harus lebih giat bersumbangsih agar di masa depan barisan pasukan semut ini pun semakin panjang dan menyebar hingga ke berbagai daerah di Indonesa, sehingga Shigong Shangren (Master Cheng Yen) merasa tenang karena banyak Tzu Ching di Indonesia yang selalu bersemangat berjalan di jalan Tzu Chi.  Itulah cita-cita Tzu Ching Indonesia.

  
 

Artikel Terkait

Anak-Anak Gereja Ora Et Labora Belajar Daur Ulang Bersama Relawan Tzu Chi

Anak-Anak Gereja Ora Et Labora Belajar Daur Ulang Bersama Relawan Tzu Chi

16 Oktober 2024

Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan sosialisasi mengenai daur ulang kepada anak-anak sekolah minggu di Gereja Ora Et Labora. Sebanyak 38 peserta ikut dalam kegiatan ini.

Kisah Sukses Program Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh di Medan

Kisah Sukses Program Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh di Medan

09 Desember 2021

Program Tantangan 21 Hari Diet Nabati Utuh (Wholefood Vegan Diet) di Tzu Chi Medan terus bergulir, saat ini sudah memasuki putaran ketiga. Program ini diikuti oleh 96 peserta.

Jangan Lagi Ada Pandangan yang Keliru (Bag. 1)

Jangan Lagi Ada Pandangan yang Keliru (Bag. 1)

10 September 2012 Satu lagi penampilan isyarat tangan yang dibawakan oleh relawan dari gabungan 4 He Qi. Barisan relawan begitu khidmat dalam menyampaikan pesan yang ada dalam lagu ‘Bertobat Satu Per Satu’. Dengan gerakan yang begitu apik dan irama yang syahdu, lagu ini begitu menyentuh hati setiap hadirin yang datang.
Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -