“Kalo Punya Rezeki, Bangun (Rumah) Lagiâ€
Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra Para korban kebakaran di Cipinang Besar Selatan menerima paket bantuan darurat dari Tzu Chi sebanyak 496 paket bantuan, 100 karung beras, dan 100 lembar terpal. | Asnari (64) ditemani anaknya, Wirya, hanya bisa memandangi rumahnya yang telah rata dengan tanah. Semua miliknya hangus dilalap api ketika si jago merah melalap rumahnya dan sekitar 800 rumah lain, Rabu, 18 Juni 2008 dini hari lalu. Api yang diduga terjadi karena arus pendek tersebut mengamuk sejak pukul 03.00 pagi dan baru bisa dipadamkan pukul 05.00 oleh 16 unit mobil pemadam kebakaran. Sekitar 1.500 orang harus kehilangan tempat tinggal. Tak ada korban nyawa dalam tragedi yang mulai kembali sering terjadi di ibukota seiring masih berlangsungnya musim kemarau. |
Kerja Keras Untuk Membangun Rumah Kembali Wilayah di RT 08 RW 10 Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur yang terbakar merupakan kawasan pemukiman padat yang berdiri di atas tanah ilegal. Banyak warga yang berasal dari Cirebon, Tegal, dan sekitarnya. Asnari juga berasal dari Cirebon. Ia telah menempati rumah yang terbuat dari triplek dan beratapkan asbes tersebut sejak 9 tahun lalu. Tidak ada yang berhasil ia selamatkan dari amukan api karena ketika itu ia sedang tidur lelap. Hanya baju yang melekat di tubuhnya yang berhasil selamat. “Nggak sempet ngangkatin apapun. Duit aja kebakar semua. Nggak ada sisa. Quran aja buat ngaji kebakar,” kenang Asnari. Kini Asnari harus bekerja lebih keras lagi untuk membangun kembali rumahnya. Namun untuk sementara waktu ini, ia, suami dan anaknya belum bekerja kembali. Suaminya berdagang keliling, anaknya kadang memainkan topeng monyet, sedangkan ia sendiri kadang berjualan keliling. Ia sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk memulainya. Baju saja ia harus meminjam dari adiknya yang tidak menjadi korban kebakaran. “Kalo punya rezeki, bangun (rumah) lagi. Asal jadi aja,” tekad Asnari. Ket : - Asnari harus bekerja keras untuk membangun kembali rumahnya yang kini telah rata dengan tanah karena Hingga hari keenam pascakebakaran, 23 Juni 2008, Asnari mengaku belum mendapat bantuan dari pihak luar, paling hanya bantuan makan 2 hingga 3 kali sehari di rumah ketua RT. Bekas rumahnya masih kosong, tidak seperti korban-korban lain yang telah mendirikan tenda dari terpal di atas bekas bangunan yang telah rata dengan tanah. Semua uang Asnari telah habis sehingga tidak mampu membeli terpal. Ia merasa sangat beryukur karena siang itu ia mendapatkan kupon yang akan ditukarkan dengan bantuan yang diberikan oleh Tzu Chi. Relawan Tzu Chi memberikan kupon tersebut langsung ke tangannya tanpa perantara. Para relawan tersebut memberikan kupon langsung kepada korban kebakaran untuk memastikan agar bantuan tepat sasaran dan relawan dapat mengetahui langsung keadaan korban. Relawan terbagi menjadi 3 kelompok yang berpencar ke menyusuri gang-gang kecil yang kanan kirinya telah berubah menjadi puing-puing. Panasnya terik matahari dan terjangan angin cukup kencang yang menyapu puing-puing. Baju yang mereka kenakan pun menjadi kotor karena terjangan angin tersebut membawa debu dari puing-puing dan menempel di baju mereka yang telah basah oleh keringat. Namun itu semua tidak menyurutkan langkah mereka. Ket : - Tanpa memedulikan terik matahari dan debu yang beterbangan, relawan Tzu Chi membagikan kupon Tanpa menyantap makan siang, para relawan mempersiapkan tenda pembagian dan menyusun paket bantuan dengan rapi di lapangan LAI tidak jauh dari lokasi kebakaran. Paket bantuan yang diberikan Tzu Chi adalah 100 karung beras, 100 lembar terpal ukuran 3x3 meter, dan 496 paket bantuan kebakaran berisi perlengkapan mandi, handuk, sandal dan baju, serta ember dan gayung. Di sisi utara lapangan tersebut, banyak tenda pengungsi berdiri. Tenda-tenda tersebut berwarna-warni karena tenda-tenda tersebut didirikan oleh berbagai partai politik. Dwi Ariyanti Melayani Korban Kebakaran dengan Percaya Diri Ket : - Relawan Tzu Chi datang bukan hanya memberikan bantuan untuk melewati masa darurat, namun juga Dwi Ariyanti sangat berhasrat menjadi relawan Tzu Chi karena ketika dirawat di RS Cipto Mangunkusumo dan dioperasi pada Juli 2007, ia banyak bertemu dengan pasien lain yang keadaannya jauh kurang beruntung. Menurutnya, meskipun ia menderita tumor, namun ia masih lebih beruntung dari mereka karena masih bisa bersekolah hingga bangku SMA. Pasien-pasien yang ditemuinya tidak hanya terlilit penyakit, namun juga terlilit kesulitan ekonomi yang berat. Karenanya ia ingin mensyukuri hidupnya dengan menjadi relawan Tzu Chi, apalagi ia juga telah dibantu oleh Tzu Chi sehingga kepercayaan dirinya yang belum pernah ia miliki seumur hidupnya, kini telah menerangi hidupnya. | |
Artikel Terkait
Keindahan Karya Seniman Fotografi
18 Oktober 2013Aula Jing Si adalah benteng spiritual bagi insan Tzu Chi, terlebih lagi juga merupakan sarana “Pembabaran Dharma Tanpa Suara”, dan ladang berkah penggalangan Bodhisatwa dunia yang penuh welas asih.
Kamp Pengusaha: Kebahagiaan dalam Memberikan Pelayanan
16 Oktober 2018Dalam rangka menyambut acara Kamp Pengusaha Indonesia Malaysia pada 13 dan 14 Oktober 2018, para relawan Tzu Chi berkoordinasi satu sama lain untuk menyukseskan acara.
Kebahagiaan Bersumbangsih
26 September 2016Jumlah pasien yang mencapai lebih dari 400 orang ini didominasi oleh warga yang sudah lanjut usia. Tidak hanya penyakit umum saja, tim medis Tzu Chi juga melakukan pemeriksaan dan pengobatan gigi yang digelar pada tanggal 24 September 2016 di Kebun Sungai Cantung, Xie Li Kalimantan Selatan 2.